Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Lagu Persahabatan
5
Suka
4,050
Dibaca

Sebentar lagi, kami akan lulus SD. Kami takkan bertemu lagi, karena berada di SMP yang berbeda. Maka dari itu, sebelum pengumuman kelulusan, kami berencana membuat lagu perpisahan.

“Kita bikin lagu versi kita sendiri, nggak boleh menjiplak,” usul Velincia.

“Betul. Kita harus punya ciri khas dan karakteristik lagu sendiri. Berpura-puralah ini adalah band, tapi nggak ada yang main musik, hahaha,” seperti biasa, Zamora memulai leluconnya.

“Oh, iya, yang pinter bikin lagu, kan, Kirana. Kita suruh dia aja bikin lagu, terus kita diskusikan gimana nadanya,” usul Zeline.

“Haah? A-aku?” tanyaku setengah kaget.

“Betul. Gimana, setuju, nggak?” tanya Zeline.

Velincia dan Zamora mengacungkan jempol. Aku akhirnya menyetujui meskipun terpaksa.

“Kita kasih waktu berapa, ya?” Zeline berpikir-pikir.

“Jangan cepet-cepet amat, loh, ya, guys. Dipikir, bikin lagu itu semudah membalik telapak tangan?” aku menunggu jawaban mereka.

“Tiga hari saja!” teriak Velincia.

“Tiga hari? Emang cukup? Cukup aja buat kamu, Vel. Buat seorang Kirana, bikin lagu selama tiga hari itu nggak cukup!” aku membantah.

“Seminggu ajalah. Gimana?” usul Zamora.

“Nah, yang ini oke buat aku,” kataku.

Baik Zeline maupun Velincia tidak keberatan. Aku diberi waktu satu minggu untuk menulis judul dan memikirkan lirik lagunya.

***

Di rumah, aku mondar-mandir saking bingungnya dengan lagu apa yang harus kubuat. Aku berusaha agar tidak mencontek lirik-lirik lagu dari artis terkenal. Bahkan, aku berusaha bertanya ke Meta AI, namun hasilnya malah tidak memuaskan.

Mendadak, aku punya ide. Aku menelepon teman-temanku satu per satu, untuk meminta satu kata.

“Satu kata buat laguku,” kataku saat menelepon Zamora.

“Bunga,” jawab Zamora.

“Satu kata buat laguku,” kataku saat menelepon Zeline.

“Jiwa,” jawab Zeline.

“Satu kata buat laguku,” kataku saat menelepon Velincia.

“Pelukan,” jawab Velincia.

Usai mengumpulkan tiga kata, aku berpikir lama di kamarku. Tiba-tiba, aku tersenyum. Tanganku bergerak lincah menuliskan lirik lagu yang kubuat.

***

Seminggu telah berlalu. Di sekolah, aku bertemu dengan Zamora, Zeline, dan juga Velincia.

“Nah, mana lagunya, Kir?” tanya Velincia.

Kuserahkan kertas berisi lirik lagu yang telah kukarang selama seminggu ini. Kubiarkan ketiga temanku membacanya dan mencoba menyanyikannya.

Renungkan hatimu

Renungkan dirimu

Kau mungkin bahagia

karena tlah lulus

 

Bagaimana dengan sahabatmu?

Kau lupakan mereka begitu saja

Kau lupakan jasa mereka

yang tlah menemanimu di sini

 

Biarpun aku tlah lulus

takkan kulupakan sahabatku sendiri

Dialah bunga yang selalu mekar

Di saat aku butuh

Cobalah tuk kenang dirinya

Jangan simpan saja dalam kertas

Mereka kan juga rindukanmu

Berilah maaf atas salahnya

 

Peristiwa itu tlah berputar di otakku

Ku teringat bagaimana pelukanmu

Senyummu

Saat kita bertemu

Jangan coba lupakan sahabatmu, wahai kawan

Merekalah yang duduk di sampingmu

Saat kau sedih

Merekalah yang mendukungmu

Saat kau senang

Cobalah senangkan hatinya

sebelum perpisahan ini

 

Biarpun aku tlah lulus

takkan kulupakan sahabatku sendiri

Dialah bunga yang selalu mekar

Di saat aku butuh

Cobalah tuk kenang dirinya

Jangan simpan saja dalam kertas

Mereka kan juga rindukanmu

Berilah maaf atas salahnya

 

(Oh, oh, oh, oh, jangan lupakan sahabatmu sendiri)

 

Aku takkan lupakan dirimu (oooooh)

Meskipun kau lupa, aku takkan lupa (takkan lupa)

Dirimu tlah lekat dalam diriku (oh ya)

Jiwamu tlah rasuki jiwaku

Sahabat selamanya (oh, oh, oh)

 

“Sumpah, lagu ini bagus banget, Kir,” puji Velincia, “beneran. Tanpa musik pun kita bisa. Gimana yang lain?”

“Ini… wah, kamu dapet kata-katanya dari mana, Kir? Baca liriknya aja aku udah mau nangis, nih. Ini akan jadi lagu perpisahan yang hebat,” kata Zeline.

“Betul. Ini khas karya Kirana. Pakai kata-kata pendek, tapi mengena. Eh, yang bagian ‘Peristiwa itu’ itu kalau nggak salah itu namanya rap, ya?” tanya Zamora.

 “Yap. Itu khusus buat aku, karena aku suka nge-rap. Gimana, gimana, setuju, nggak, sama lagunya?” aku bertanya girang.

Semuanya setuju. Kami sepakat untuk berdiskusi soal nadanya dan juga menyanyikannya di depan kelas.

Kalau menurut teman-teman pembaca, kira-kira lagunya oke, nggak, ya?

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Jejak Cinta Langit Senja
Me_987
Skrip Film
Rencana Penyelamatan Juni
NFAstaman
Flash
Lagu Persahabatan
Kiara Hanifa Anindya
Novel
Sejuta Andai
M. Ferdiansyah
Flash
Engkau yang Pergi dengan Tersenyum
Kinalsa
Cerpen
Bronze
THE CHOICE
Hans Wysiwyg
Cerpen
Bronze
Bisma dan Abimany
Bisma Lucky Narendra
Cerpen
1 Hari Sebelum Lupa
Ainul Hidayah
Novel
Bronze
Tell Me Your Secret
Risda Ully Safitri
Novel
Gold
Bella
Mizan Publishing
Novel
Tiada Esok
Muhammad Ismail
Novel
Crysanthemum
HanCheonsaya.^
Novel
Turiyan Runtuh (Bukan Durian Runtuh)
Ais Aisih
Flash
Toxic Words
Rahmatul Husni
Flash
Bronze
Hilang di Kota Virtual
lidia afrianti
Rekomendasi
Flash
Lagu Persahabatan
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Cerdas Cermat
Kiara Hanifa Anindya
Cerpen
Seandainya Hujan Tahu Apa Keinginanku
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Bronze
Pak Guru Says!
Kiara Hanifa Anindya
Novel
Geng Anti Bullying
Kiara Hanifa Anindya
Cerpen
Bronze
Aku Ingin Mudik, Tapi Tidak Bisa
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Tidak Ikut
Kiara Hanifa Anindya
Cerpen
Bronze
Bukan Sekedar Perjalanan
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Peri Gigi Marah
Kiara Hanifa Anindya
Cerpen
Bronze
Jalan yang Kamu Pilih Adalah Jalan Menuju Kebaikan
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Senyum Bela
Kiara Hanifa Anindya
Cerpen
Bronze
Bertemu Ajak di Thailand
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Daging yang Menitipkan Rasa
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Secangkir Kopi untuk Kakek Husni
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Bronze
Mengapa Kita Perlu Membantu Proses Penyerbukan?
Kiara Hanifa Anindya