Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sepatu kanvas Rindu Asmarandah bergesekan dengan aspal. Ia menyusuri jalan pulang bersama kedua sahabatnya, Ais dan Ella. Siang ini, matahari rasanya membakar seragam putih biru mereka.
Rindu jadi ingin cepat-cepat tiba di rumah. Tak sabar rasanya meneguk jus jeruk dan makanan spesial dari mamanya untuk hari ulang tahunnya yang ke-14 ini. Seperti biasa, Rindu akan menikmati makan siangnya sembari menonton video-video lucu TikTok.
Bruuumm… brummmm….
Tiba-tiba, terdengar raungan serak mesin motor 2-tak. Ais, Ella, dan Rindu spontan memandang titik yang sama. Sebuah motor bertangki merah meliuk-liuk di jalanan desa dalam kecepatan tinggi. Dinaiki dua orang dengan helm dan busana hitam, motor tersebut menghampiri Rindu dan teman-temannya.
Kemudian, saat posisinya sudah demikian dekat, sang pengendara mengerem, mengeluarkan bunyi decitan ban yang menyayat keheningan desa.
Seorang pria yang membonceng tergopoh-gopoh melompat turun. Sebelah kakinya tersangkut jok dan hampir membuatnya terjatuh. Rindu spontan tersenyum melihat kekonyolan itu. Namun, senyumnya langsung memudar saat pria itu menghunus sesuatu.
Ya Tuhan, itu golok!
“Uang!” bentak pria bermasker putih itu. “Cepetan serahin uang kalian!”
Seolah mempertegas permintaan temannya, sang pengemudi memain-mainkan gas motornya yang cempreng. Asap knalpot segera mengepul, baunya sungguh memuakkan.
Ella tampak terhuyung, sedangkan Ais pucat pasi seperti poster kampanye anemia.
“Atau HP! Punya HP, kan? Buruan serahin, kalau kalian enggak pengin mampus di sini!”
Tangan Ais dan Ella langsung gemetaran membuka ritsleting tas mereka. Saking paniknya, mereka sampai lupa tidak pernah punya ponsel.
Sebaliknya, Rindu yang memiliki ponsel justru tampak tenang. Dalam benaknya, kejadian ini terasa janggal. Akting dan setting mereka terlalu Hollywood, terlalu absurd untuk terjadi di Desa Wufi. Ditambah lagi, rasanya ia mengenali postur mereka dan suara di balik masker itu. Rindu pun segera teringat, ini hari apa.
Begal itu menghardik lagi. Ujung parangnya berayun-ayun hanya beberapa senti dari hidung Ais.
Saat itulah, Rindu maju dan mengeplak helm sang penodong, hingga miring.
Dengan gerakan kikuk, pria itu buru-buru membenahi helmnya. Merasa korbannya berani kurang ajar, ia mengangkat goloknya tinggi-tinggi. Bersiap mengayunkannya ke tubuh mungil Rindu.
Namun, bukannya gentar, Rindu malah mendelik dan menantang. “Apa?! Mau bacok? Ayo, bacok aja!!”
Ella dan Ais panas-dingin menyaksikan kenekatan Rindu.
Akibat ribut-ribut ini, beberapa gelintir warga mulai keluar. Merasa situasi berkembang tidak menguntungkan, sang penodong buru-buru melompat ke jok motor. Lalu, temannya langsung tancap gas.
BRUUUUUMM….
“Begitulah,” Rindu berkacak pinggang, tersenyum puas, “tutorial melawan begal abal-abal!”
Ais mendengus lemas. Ia lantas berjongkok. “Aku mau pipis, deh. Sumpah.”
Rindu malah terkekeh-kekeh. “Lebai!”
“Heh!” Ella mendelik, menegur teman sebangkunya itu. “Kalau kamu mau bunuh diri, terserah. Tapi jangan ajak-ajak kami, anjir!”
Ais berdiri lagi. “Itu tadi kalau sampai dia beneran bacok, yang bakalan kena enggak cuma kamu…”
“Golok mainan gitu, aku enggak takut!” sesumbar Rindu. “Udahlah, udahlah… di mana kameranya?”
“Kamera apa, kocak?!” sahut Ella, kentara sekali wajahnya masih pucat dan dipenuhi peluh.
“Ini prank ultahku, kan? Itu tadi Andre dan Bima, kan?”
“Kamu ini sinting, ya?” Alis Ella mengerut. Matanya memelotot. Suaranya meninggi. “Itu begal asliiiii!”
“Begal di siang bolong? Nice try, Guys. Hahaha….”
Ais memutar bola matanya. Sementara Ella menggeleng-gelengkan kepala pasrah. Mereka kemudian berjalan meninggalkan Rindu begitu saja.
Rindu tertegun. Mematung. Samar-samar, ia masih mendengar percakapan kedua sahabatnya.
“Dia kebanyakan nonton TikTok, sih….”
“Iya. Dikiranya ada sandiwara-sandiwara kejutan buat ultahnya.”
“Parah!”
Rindu menatap punggung kedua kawannya dengan pandangan kosong. Setelah tertinggal tujuh atau delapan langkah, barulah ia merasa aneh sendiri. Buru-buru, ia menyusul Ais dan Ella. Wajahnya kini pucat. Bibirnya gemetaran ketika bertanya, “I-itu tadi… be-begal beneran?”