Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Misteri
Monster
0
Suka
28
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Namaku Ilham. Di bawah kulit manusia yang kusandang, aku adalah monster buaya. Sisik hijau yang tersembunyi, mata reptil yang kucamouflage dengan senyum ramah, dan insting predator yang kadang menggodaku untuk bertindak liar—itu semua adalah rahasiaku. Tidak ada yang tahu, bahkan Intan, teman dekatku yang selalu ada di sampingku. Intan adalah wanita yang ceria, dengan mata berkilau seperti air dan tawa yang mengalir seperti sungai. Tapi ada sesuatu tentangnya yang membuatku ragu untuk membuka hati, meski dia sering bilang dia menyukaiku.

Kami duduk di tepi danau kecil di pinggir kota, tempat favorit kami untuk mengobrol. Sore itu, angin membawa aroma air yang membuat sisik di bawah kulitku bergetar. Aku menahan dorongan untuk meluncur ke danau, berpura-pura fokus pada kerikil yang kulempar ke air.

“Kau kelihatan sulit bernapas, Ilham,” canda Intan, suaranya lembut tapi penuh godaan. Dia memandangku dengan senyum nakal, rambutnya berkibar tertiup angin. “Apa kau buaya yang kangen rawa?”

Aku terkekeh, tapi hatiku tersentak. Intan selalu bercanda seperti itu, seolah dia bisa melihat menembus topengku. Aku ingin menepisnya sebagai lelucon, tapi ada kilau aneh di matanya—seperti permukaan air yang menyimpan rahasia. “Kalau aku buaya, kau apa?” balasku, berusaha santai. “Ikan yang nyasar ke darat?”

Dia tertawa, tapi tawanya terdengar gugup. “Mungkin… ikan yang pengen bebas,” katanya pelan, lalu menunduk, memainkan ujung jilbabnya. “Ilham, aku serius, lho. Aku suka sama kamu. Kenapa kamu selalu menghindar?”

Aku terdiam. Jantungku berdetak kencang, tapi bukan karena bahagia. Aku takut. Bukan karena Intan—dia baik, tulus, dan selalu membuatku nyaman. Tapi aku takut dia akan melihat monster di dalam diriku. Aku takut dia akan lari jika tahu aku bukan manusia. “Intan, kita sahabat. Aku… hanya tidak nyaman,” kataku, suaraku serak. Dia hanya tersenyum kecil, tapi aku bisa melihat kekecewaan di matanya.

Malam itu, aku tidak bisa tidur. Pikiranku dipenuhi Intan—caranya bergerak seperti air yang mengalir, kebiasaannya menyentuh air setiap kali kami dekat danau, dan kilau sisik yang pernah kulihat sekilas di pergelangan tangannya saat kami berenang bersama. Apakah dia… seperti aku? Monster?

Keesokan harinya, konflik yang tidak pernah kubayangkan datang. Kami sedang piknik di tepi danau saat badai tiba-tiba mengamuk. Hujan deras mengguyur, dan petir menyambar di kejauhan. Aku merasa insting buayaku bangkit—air yang deras, lumpur yang licin, semuanya memanggilku. Tapi Intan tiba-tiba panik. “Ilham, kita harus pergi!” teriaknya, tapi suaranya gemetar. Aku melihat matanya—bukan mata manusia, tapi mata ikan dengan pupil lebar dan berkilau.

Sebelum aku bisa bereaksi, ombak besar dari danau menghantam kami. Intan terseret arus, dan tanpa berpikir, aku melompat ke air. Di dalam air, topengku lepas. Sisik hijau muncul di kulitku, ekorku mengembang, dan aku berenang seperti predator. Aku menemukan Intan, tapi dia bukan Intan yang kukenal. Tubuhnya bercahaya dengan sisik perak, sirip halus mengembang dari lengannya, dan dia melayang di air seperti makhluk dari dongeng. Dia monster ikan.

Aku menariknya ke permukaan, tapi saat kami sampai di tepi danau, dia menangis. “Kau melihatku… kau tahu sekarang,” isaknya. “Aku takut kau jijik, Ilham. Aku monster.”

Aku terpana. Aku ingin tertawa, ingin menangis, ingin memeluknya. “Intan, aku juga monster,” kataku, suaraku bergetar. Aku menunjukkan sisik di lenganku, yang masih belum sepenuhnya hilang. “Aku buaya. Aku takut kau yang akan lari.”

Dia menatapku, matanya melebar, lalu tertawa di antara air mata. “Kita sama-sama aneh, ya?”

Badai reda, tapi hujan masih gerimis saat kami duduk di tepi danau, basah kuyup tapi lega. Intan menceritakan rahasianya—dia lahir di laut, belajar menyembunyikan sisiknya, dan selalu merasa asing di darat. Aku juga berbagi tentang insting buayaku, tentang rasa takutku bahwa dia akan membenciku jika tahu. Tapi di antara tawa dan cerita, aku menyadari sesuatu: aku tidak lagi ingin menghindar darinya.

“Intan, aku belum bilang aku suka kamu,” kataku pelan. “Bukan karena aku tidak peduli. Aku cuma takut. Tapi sekarang… aku ingin coba.”

Dia tersenyum, dan untuk pertama kali, aku melihat keberanian di matanya. “Aku tunggu, Ilham. Tapi jangan lama-lama, ya. Ikan gampang berenang pergi.”

Kami tertawa, tapi di dalam hati, aku tahu aku tidak akan membiarkan dia pergi. Danau itu menjadi saksi rahasia kami, tempat kami belajar menerima diri sendiri dan satu sama lain.

-Tamat

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Misteri
Flash
Monster
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
KESENDIRIAN
Gita
Cerpen
Rumah Tua dan Buku-buku yang Hilang
Nimas Rassa Shienta Azzahra
Flash
Bronze
Kereta Terakhir
Afri Meldam
Cerpen
Bronze
Risalah Masa
hyu
Cerpen
Bronze
Saksofonis Buruh Tani
Silvarani
Flash
Bronze
Gadis Bergaun Merah
Vena G
Novel
Superpower - Your Life Is The Price
Alexander Blue
Flash
Makan malam spesial
Jasmine23Pramestia
Cerpen
Bronze
Bertemu Setan
Omius
Flash
ACELE
Dira Rahayu
Cerpen
Bronze
SANG EMBAH
Yasin Yusuf
Skrip Film
TOXIC
Cloverbean
Flash
No Blood
Via S Kim
Flash
Menunggu
Ratna Dewi
Rekomendasi
Flash
Monster
Ron Nee Soo
Cerpen
Kenapa Dia tak Pernah Datang?
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Surat dari Jakarta
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Sekiranya Aku adalah Menantunya
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Jejak Sujud dan Lantunan Doa Anak-anak Surau
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Setiap satu sendok bumbu kacang adalah satu kesempatan yang hilang
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
ada cinta luar biasa yang engkau terima tanpa harus bersusah payah mencarinya
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Apakah ada Ruang Untuk Cinta yang Sama
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Rahma, Warnaku Abadi
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Regulator Gas Elpiji
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Apakah Saat Ini, Aku Sedang Patah Hati
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Ketika Musik Box Berhenti Bernyanyi
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Sebuah Cinta dan pesan yang tidak pernah dibalas
Ron Nee Soo
Cerpen
Nyanyian Malam
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Tahta Sunyi Sang Antagonis
Ron Nee Soo