Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Aku menghentakkan kaki seirama dengan lagu yang kudengar melalui earphone nirkabel. Sekitar dua puluh menit aku berjalan. Berdebar-debar hatiku memulai hari dengan suatu kegiatan yang bukan kebiasaanku. Di sisi lain aku merasa bahagia sebab mengalahkan kemalasan saat bangun pagi ini.
Hari ini sepertinya matahari tidak bersahabat. Awan mendung menghiasi langit. Menyembunyikan sinar matahari. Kurasa, binar hatiku yang membuat hari ini terasa lebih spesial.
Ada rasa lelah mendera. Seperti memberitahu bahwa inilah batas tubuhku. Setelah bertahun-tahun meringkuk di dalam rumah yang tak seperti rumah. Rasanya bagai bangkit dari tidur panjang.
Meski dipenuhi awan abu-abu, entah mengapa memandang langit justru terasa menenangkan. Menengok sungai yang memantulkan awan mendung, dihiasi dengan pepohonan yang seperti pembatas di tepinya. Indah. Mataku terpana. Sekian tahun tinggal di daerah ini, tetapi hampir tak pernah aku mengamati pemandangan seindah ini. Hatiku menghangat.
Keringat membasahi pelipis, aku mengusapnya dengan tangan kosong. Ini lagu ke sepuluh yang kuputar, musiknya membuatku merasa keren. Padahal tak bisa kuucapkan kalimat-kalimat berbahasa Inggris itu. Namun, aku tetap menikmatinya.
Enam meter dari tempatku berjalan, seorang lelaki memakai pakaian olahraga tengah berjalan menuju ke arahku. Atau lebih tepatnya dia salah jalur. Seharusnya dia berjalan di sebelah kanan. Tetapi kesalahannya itu membuat hatiku berdebar. Namun, lagu yang membuatku merasa keren itu mengingatkan agar tak kecentilan pada orang. Hingga akhirnya aku pun menunduk saat jarak kami semakin dekat.
Tepat begitu kami berpapasan, aku sama sekali tidak melirik, meski di hati ada rasa penasaran bergemuruh. Di sisi lain ada rasa lega sebab bisa mencegah diri melakukan hal yang memalukan. Lantas aku kembali berjalan. Sesekali terkejut sebab motor serta mobil yang menyalip terlalu dekat denganku, hingga aku merinding dibuatnya. Terlintas di benak jika diri ini terserempet. Namun, cepat-cepat kuurungkan pemikiran aneh itu.
Sesekali pula aku bertemu kucing-kucing liar di pinggir jalan. Mengais-ngais sampah, mengeong-ngeong, mencakar-cakar ban motor milik tuannya, bahkan menggeliat di atas pasir. Makhluk berbulu itu, selalu membuatku waspada. Rasa geli dan takut menjalar di sekujur tubuh. Namun, bertemu anjing di jalan jauh lebih menakutkan. Aku selalu terburu-buru merapal doa begitu melihat anjing dari kejauhan.
Tiga puluh menit lebih berlalu, aku pun memutuskan pulang. Melewati warung ayam bakar tadi sungguh menyiksa lambungku. Asap dari ayam yang sedang dibakar menguar bersama bau sedapnya. Membuat orang-orang yang berlalu lalang di depannya menikmati ayam bakar melalui aromanya saja.
Di tikungan dekat rumah, tak sengaja aku melihat lelaki yang tadi berpapasan denganku. Aku tak melihat wajahnya. Yang kulihat hanyalah kakinya, wajahnya tertutup dahan pohon. Sebab aku menunduk tadi, aku jadi tau kalau itu adalah dia hanya dari sepatunya. Inikah rumahnya?
Aku mulai menenangkan hati lagi, walau hampir mustahil. Dan, dari banyaknya hal yang aku temui di jalan tadi, mengapa hanya orang itu yang melekat di benakku?