Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Horor
Lorong Tanpa Akhir
2
Suka
4,311
Dibaca

Langit malam itu kelabu, dan angin meniup daun-daun kering yang berserakan di jalanan desa tua bernama Wening. Raka, seorang mahasiswa jurusan arsitektur, baru saja tiba di desa itu untuk menyelesaikan tugas akhirnya: mendokumentasikan bangunan bersejarah yang konon sudah ditinggalkan puluhan tahun.

Desa Wening bukan desa biasa. Warga sekitar percaya, ada lorong di salah satu rumah tua yang tidak pernah membawa siapa pun kembali.

Raka, tentu saja, menganggapnya cuma mitos.

---

Malam itu, dengan senter di tangan dan kamera tergantung di lehernya, ia melangkah memasuki rumah tua yang ditunjuk warga: sebuah bangunan kayu besar, berwarna kelam, yang tampak hampir runtuh. Daun pintu berderit pelan saat ia mendorongnya, menimbulkan suara yang lebih nyaring daripada niat hatinya.

"Dokumentasikan, ukur, pulang," gumam Raka, mencoba menenangkan dirinya.

Di dalam, suasana lebih menyeramkan. Udara dingin menusuk, padahal musim panas. Debu menari di udara, berkilauan dalam sorot senter. Raka memotret beberapa sudut, mencatat dimensi ruangan, lalu berhenti di depan sebuah lorong sempit yang terletak di belakang rumah.

Lorong itu gelap. Sangat gelap, seolah-olah menyedot cahaya di sekitarnya.

Penasaran, Raka menyalakan senter lebih terang. Tapi aneh, cahaya itu malah lenyap di ujung lorong, tidak pernah menyentuh dinding belakang.

Ia menelan ludah. "Lorong kayak gini biasanya ke dapur," katanya keras-keras, menghibur dirinya.

Namun, semakin dia menatap lorong itu, semakin kuat perasaan tidak enak menjalari tulang punggungnya. Udara terasa lengket. Seperti ada sesuatu... yang menunggu.

Meski alarm tubuhnya berteriak, rasa ingin tahunya menang. Raka melangkah ke dalam lorong.

Satu langkah.

Lorong terasa lebih panjang.

Dua langkah.

Dinding-dinding tampak berdenyut, seperti makhluk hidup.

Tiga langkah.

Senter bergetar di tangannya. Bayangan aneh berkelebat di ujung penglihatannya.

Empat langkah.

Ia mencoba menoleh ke belakang—tetapi yang ia lihat hanya kegelapan total. Pintu rumah, cahaya luar, semua lenyap.

"Pasti cuma ilusi optik," katanya, mencoba logis. Ia mengangkat kamera dan memotret lorong.

Jepret.

Kilatan lampu memperlihatkan sesuatu: sesosok bayangan tinggi, berdiri membelakanginya hanya beberapa meter di depan.

Raka membeku.

Kilatan lampu membuat tubuhnya gemetar. Ia membalikkan badan cepat—tidak ada apa-apa.

Tetapi saat ia menengok ke depan lagi, sosok itu lebih dekat.

Wajahnya tidak jelas, hanya mata hitam kosong menatap dalam.

Tanpa pikir panjang, Raka berlari. Ia berlari ke arah berlawanan, berharap menemukan pintu atau apapun. Tapi lorong itu terus memanjang, memutar, menyesatkan.

Nafasnya memburu. Ia mendengar suara bisikan—ribuan, jutaan bisikan—memenuhi lorong, mengulang-ulang satu kata:

"Tinggal."

"Tinggal."

"Tinggal."

Tiba-tiba, lorong berakhir.

Di depannya berdiri sebuah pintu kayu tua, penuh goresan kuku. Dengan panik, Raka membanting pintu itu terbuka—dan menemukan dirinya kembali di dalam rumah tua, tepat di depan pintu masuk.

Hanya ada satu perbedaan: rumah itu tidak kosong lagi.

Ratusan orang berdiri di dalam ruangan—wajah mereka pucat, mata kosong, tubuh setengah transparan. Semuanya menatap Raka.

Raka mundur perlahan, tapi kakinya terasa berat, seolah lengket di lantai.

Salah satu dari sosok itu melangkah maju. Wajahnya setengah hancur, seperti membusuk dalam waktu. Ia membuka mulutnya, dan dari sana keluar suara serak:

"Selamat datang."

Tangan-tangan mulai terulur ke arahnya. Raka berusaha berteriak, tapi suaranya lenyap.

Dalam sekejap, dunia menjadi gelap.

---

Pagi harinya, warga menemukan rumah tua itu tampak berbeda. Pintu terbuka lebar. Di depan pintu, kamera Raka tergeletak di tanah, lensanya pecah.

Tidak ada tanda-tanda Raka di mana pun.

Namun, saat salah satu warga berani mengintip ke dalam, mereka melihat sesuatu yang membuat mereka membeku ketakutan: foto terakhir yang dipotret Raka terproyeksikan di dinding kayu.

Dalam foto itu, tampak ratusan sosok gelap berdiri, dengan satu sosok baru di antara mereka: Raka, dengan mata kosong, menatap lurus ke arah siapa pun yang melihat.

Lorong itu tetap ada.

Menunggu mangsa berikutnya.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Horor
Flash
Lorong Tanpa Akhir
Penulis N
Novel
AIN
Almaira Fatimatul Mufida
Novel
ADA
Nunu
Novel
Bronze
Tembung Lakar
Keefe R.D
Novel
Bronze
Tumbal Majikan
Diani Anggarawati
Flash
Hantu di bawah tempat tidur
Bluerianzy
Cerpen
Bronze
Bayangan Di Cermin Kedua
Christian Shonda Benyamin
Novel
Keluarga Darayan, Misteri Rumah Gadai
Sisca Wiryawan
Novel
Yang Sebenarnya
Aozora Jenee
Novel
Di Antara Rumah yang Kosong
Imajiner
Komik
Bronze
REBORN
Aitzuga
Cerpen
Bronze
Mana Paket Saya?
Jasma Ryadi
Novel
Tempat Terlarang
Dilla Rahmadhani
Novel
Gold
Fantasteen The Escapist
Mizan Publishing
Cerpen
Bronze
Dinding Tertawa
Christian Shonda Benyamin
Rekomendasi
Flash
Lorong Tanpa Akhir
Penulis N
Novel
Still Breathing
Penulis N
Flash
Suara dari Lantai Dua
Penulis N
Flash
LANGIT SETELAH HUJAN
Penulis N
Cerpen
Pencuri Waktu (I)
Penulis N
Cerpen
Alamat yang Tak Pernah Ada
Penulis N
Novel
Fading Heartbeats
Penulis N
Flash
Kampung Suka Salah
Penulis N
Novel
Kisah Protokol X
Penulis N
Novel
Neon Drift
Penulis N
Cerpen
Senja & Luka
Penulis N
Novel
Bintang di Hari Selasa
Penulis N
Flash
Langkah Kecil, Perubahan Besar
Penulis N
Flash
Cap Jempol dari Kartasura
Penulis N
Novel
Afterimage
Penulis N