Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kawanku bernama Josi, yang merupakan murid sekolah menengah atas yang sama denganku. Tidak seperti kebanyakan kenalanku yang supel, dia merupakan orang yang sulit untuk diketahui. Dan kurasa ia memang sengaja melakukannya.
_____
Jelaskan alasan mengapa orang lain sangat menjaga kerahasiaan dirinya kepada kenalannya sendiri. Tentu karena dia tak sepenuhnya percaya. Andai kata dia memiliki kenalan yang benar-benar dekat, lantas apa yang akan dia lakukan dengan itu.
Selama 3 bulan terakhir, aku benar-benar layak dicap sebagai kenalannya yang dapat dipanggil 'dekat' olehnya. Itulah alasan mengapa aku percaya diri menggunakan kata 'kawan' padanya.
Sebelum kelas tiga, kami tidak sedekat itu. Menempuh pendidikan di sekolah menengah atas negeri tak membuatnya berlaku secara inklusif. Bahkan dia tak menonjolkan dirinya pada bidang apa pun, baik akademi, atau olahraga. Jika kukatakan, dia hidup bagai 'angin lalu'.
_____
Tiga Bulan Yang Lalu.
Sebelum ujian tengah semester, ujian yang akan menutup semester 1, Josi yang tengah menarik tasnya dan bergegas meninggalkan kelas di siang hari yang panas tepat setelah bel pulang berbunyi, tak sengaja meninggalkan buku catatan berharganya. Aku mengetahui itu barang berharganya, sebab dia selalu menulis pada buku itu di setiap saat. Saat belajar dan jam istirahat, aku akan melihat bahu kanannya bergolak, menyaksikan ia dari belakang khidmat menulis.
Aku mengejarnya, namun dia tak terkejar, sudah berada saja di atas jok belakang motor ojek online yang ia pesan. Sejauh yang kuketahui, dia jarang pergi atau pulang bersama orangtuanya ke sekolah, hanya saat tertentu saja kebersamaan mereka terlihat di sekolah ini.
Kupikir ada baiknya untuk memberikan buku catatannya esok lusa, saat hari senin tiba—hari itu adalah sabtu—atau lebih baik menyimpan buku itu di mejanya. Dari kedua pilihan bagus itu, aku memutuskan sesuatu di luar kehendakku, yaitu membawa pulang buku ini. Buku catatan Josi benar-benar menarik minatku, apa yang dia tulis di sini? Apa yang dia simpan di tiap-tiap lembarnya? Dan apa yang membuatnya menjadi pribadi tertutup?
Tanpa kusadari, aku melampaui batas dan semena-mena. Aku menatap buku itu, berjalan menuju parkiran sekolah. Diam di atas sepeda dan menatap lama sampul buku itu, aku mulai terhasut untuk membuka buku itu. Lembaran demi lembaran aku buka dan lihatlah apa yang kutemukan!
_____
Tangan seseorang memegang bahu kananku, meremas bahuku sampai terasa sedikit sakit. Di benakku hanya satu orang yang akan melakukan hal ini, melakukan hal seperti ini kepada pembaca buku catatan rahasia miliknya, ini pasti Josi.
Dengan kepala menunduk sambil memasang raut wajah memelas, aku berbalik badan dan mendapati... Riko, teman dekatku sejak SMP.
Sedikit lega, namun juga kesal. Dia membuat jantungku menaiki rollercoaster adrenalin. Hampir saja saraf yang menyuplai darah menuju jantungku terhimpit selamanya, seakan diriku siap untuk dijemput oleh sang maut.
Riko ini sangat bawel dan terkesan mengesalkan. Sangat berbanding terbalik dengan Josi. Dia selalu mengetahui orang banyak, lalu berkata kepadaku bahwa dia tak bisa hanya memiliki satu teman. Sejauh yang kupikir, mereka semua hanya orang-orang yang mengetahuinya, bukan yang mengenal dirinya selayak teman.
Dia keheranan melihat tingkahku yang ambigu sejak bel pulang berdering, karena itu dia mencoba menghampiriku. Aku beri dia alasan yang bagus untuk menyanggah. Dia tidak mudah percaya dan kembali bertanya mengenai hal yang tak perlu diketahui jawabannya, oleh karena itu aku anggap dia mengesalkan. Sampai pada akhirnya, ia menatap buku itu dan bertanya tentang itu. Maka kujawab, "Ini adalah nyawa seseorang!"
_____
Riko mana mungkin percaya, namun saat kukatakan kalau itu adalah buku catatan pribadi milik seseorang... Dia mulai percaya.
"Entah mengapa kau mau menjadi kriminal?" Riko melebih-lebihkan. Aku tidak peduli dengan pertanyaannya, hanya saja aku masih perlu kehadirannya untuk membuktikan sesuatu.
Aku kembali membaca buku itu, satu—delapan lembar habis terbaca dalam satu kali duduk, menyisakan beberapa lembar lagi. Air mukaku memucat. Lalu, kuberi pertanyaan kepada Riko.
"Bagaimana jika kau hidup hanya di atas kertas saja?"
Tentu Riko tidak serta-merta paham dengan pertanyaanku. Dia segera merogoh buku itu, membacanya, meneliti sekitar tiga menit. Cukup menghabiskan dua lembar lebih banyak dari yang kubaca, dia mulai paham dengan pertanyaanku.
"Seharusnya kau mengubah pertanyaanmu." Dia melempar buku itu ke atas telapak tanganku dengan sembarang, lalu kembali berkata, "... Pertanyaannya harusnya: Mengapa harus di atas kertas?"
_____
Esok senin aku menghampiri meja Josi, dia baru saja masuk ke dalam kelas pada pagi hari. Kebetulan aku adalah murid rajin yang selalu masuk lebih pagi dari kebanyakan murid.
Tentu hal yang pertama dilakukan Josi saat tiba di hadapan mejanya adalah mencari keberadaan buku catatan pribadinya. Aku memberikannya. Dia menerimanya. Dia menatapku tidak ramah. Aku tidak peduli dan kembali menuju tempat dudukku.
Dia tak terima, dia mendekat, dia mulai bertanya pertanyaan yang sudah kuprediksi: Kau membacanya?—aku jawab iya. Dia marah. Tapi sudahlah, semuanya sudah kuketahui. Dia mengancam akan melaporkanku ke bimbingan konseling. Aku kembali mengancamnya untuk menyebar isi catatan pribadinya.
Dia kalah. Aku tidak merasa menang, cukup prihatin kepadanya.
"Kau jangan terlalu gugup. Walau kau menyimpan banyak rahasia. Orang lain juga sama denganmu." Aku mengulurkan tangan.
"Apa yang kau mau?" Josi ketus bertanya.
"Hidupmu kelihatan bebas, terlihat hidup tanpa beban, tanpa drama pertemanan atau tanpa perdebatan karena berbeda pendapat dengan teman. Tapi kau harus kasihan dengan pikiranmu yang kau sembunyikan. Karena itu carilah seorang teman yang bisa kau percaya. Kau pasti tidak kuat menyimpan semuanya sendirian."