Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Salma sedang mandi ketika seorang tamu datang ke rumahnya.
“Halo, Bu Risa! Saya Bu Nia,” panggil tamu tersebut sambil mengetuk pintu.
Salma tentu saja tidak mendengar apa-apa. Keran di bak mandi terus mengucur. Dia menyabuni kulitnya sendiri sambil bersiul-siul.
“Bu Risa, Bu Risa!” tamu itu memanggil kembali.
Orangtua Salma telah pergi bekerja, dan Salma sendirian di rumah. Meskipun si tamu mengetuk pintu cukup keras, tetapi Salma tetap tak dapat mendengarnya.
“Bu Risa? Saya Bu Nia, mengantarkan pesanan Ibu,” teriak si tamu sambil memencet bel.
Krik, krik.
“Mungkin Bu Risa sedang bekerja,” tamu itu bergumam. “Tapi mengapa saya mendengar suara keran air mengucur? Apakah…”
Dia mendorong pintu dan langsung terbuka. Dijelajahinya ruang tamu rumah itu.
“Pintunya terbuka, suara keran makin dekat. Saya juga melihat tanda-tanda ada seseorang menempati rumah ini. Tapi, kok, nggak ada suara, ya?”
Salma saat itu baru saja selesai mandi. Dia berjalan ke ruang tamu, hendak menonton TV. Saat itulah, dia bertubrukan dengan tamu itu.
Si tamu mengaduh, dan Salma buru-buru meminta maaf. “S-saya minta maaf, ya, Bu. Saya juga kaget tiba-tiba Ibu ada di sini. Seharusnya Ibu mengetuk pintu atau memencet bel terlebih dahulu.”
“Huh, dasar. Dari tadi saya memencet bel dan mengetuk pintu keras-keras, tapi nggak ada tanggapan,” si tamu berdiri tegak, sambil menatap lurus-lurus ke arah Salma. “Kamu siapa?”
Salma memiringkan kepala. “Ibu bilang apa?” tanyanya.
“Saya tadi bertanya, namamu siapa?” teriak tamu itu sambil menjitak kepala Salma.
Salma memicingkan mata. “Saya nggak bisa mendengar kata-kata Ibu. Apakah Ibu mau menuliskan apa yang Ibu ucapkan tadi?”
“Huh, dasar budek. Pantas aja tadi nggak ada tanggapan,” si tamu melempar bungkusan pesanan kepada Salma. “Nih, baju pesanan ibumu. Maaf kalau saya masuk rumah tanpa izin.”
Salma tahu wanita itu mengumpat, tapi dia tidak dapat mendengar apa yang diumpatkannya. Setelah wanita itu pergi, Salma menyimpan bungkusan tersebut dalam lemari ibunya dan menonton TV.
***
Keesokan harinya adalah libur bagi karyawan di kantor Bu Risa. Wanita itu berada di rumah bersama Salma. Setelah sarapan dan mandi bersama anak itu, Bu Risa pergi ke rumah tamu yang kemarin datang, Bu Nia.
“Bu Risa, tahu nggak, anak Ibu ternyata budek. Dia pura-pura nggak bisa dengar ketukan pintu dari saya, padahal bisa,” cerita Bu Nia kepada ibu Salma.
“Maksud Ibu, si Salma?” tanya Bu Risa.
“Saya tidak tahu namanya. Yang jelas, anak itu berada di dalam rumah Ibu.”
Mata Bu Risa mendadak berkaca-kaca. Bu Nia menjadi heran.
“Kenapa, Bu? Apa saya punya salah ucap?” tanya Bu Nia.
“B-Bu, sebenarnya putri saya itu tuli, Bu. Sejak sebulan yang lalu. Saya sengaja enggak memberitahukan kepada para tetangga karena saya malu,” terang Bu Risa. “Waktu itu kami main di pantai. Anak saya berenang di laut. Dia menyelam terlalu lama, sehingga telinganya kemasukan air banyak. Untungnya dia bawa tabung oksigen. Tapi telinganya nggak bisa diselamatkan. Sudah dibawa ke dokter, dan hasilnya nihil. Salma menjadi anak tunarungu sekarang.”
Bu Nia terdiam. Dia sadar ucapannya kepada Bu Risa salah, dan umpatannya kemarin juga sangat menyakitkan hati Salma meskipun anak itu tidak dapat mendengar.
“S-saya minta maaf, Bu Risa. Ucapan saya yang salah. Saya… menyesal telah mengumpat anak itu kemarin,” sesal Bu Nia.
“Nggak apa-apa. Bu Nia memang belum tahu,” Bu Risa tersenyum ramah.
Ketika Bu Nia minta maaf kepada Salma, anak itu tersenyum lembut dan bercakap menggunakan bahasa isyarat.