Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Di antara denting mesin cetak yang menjadi simfoni hariannya, Joko merenung. Aroma tinta dan kertas baru, yang dulu hanya ia hiraukan sebagai bagian dari rutinitas pekerjaan di percetakan yang mulai berkembang, kini terasa memiliki aroma yang berbeda. Sebuah nama terukir samar di benaknya: Rahma.
Bertahun-tahun lalu, di tahun pertamanya mengajar, Rahma hanyalah satu dari sekian banyak wajah polos yang menimba ilmu darinya. Ia hanya setahun menjadi gurunya, sebelum Rahma memilih heningnya pesantren. Kenangan tentang Rahma nyaris pudar, terkubur dalam tumpukan memori masa lalu.
Kini, di usia yang mulai menuntut sebuah kehangatan di sisi, Joko mulai mencari dambaan hati. Ia sesekali melihat unggahan teman-teman lamanya di media sosial, termasuk Rahma. Suatu malam, Rahma mengunggah sebuah story di Instagram dengan latar belakang pemandangan indah sebuah danau. Joko, tanpa banyak berpikir, meninggalkan komentar singkat, "Pemandangannya menenangkan."
Tak disangka, Rahma membalas pesannya secara pribadi. Obrolan singkat terjalin, membahas kabar masing-masing setelah bertahun-tahun tak bersua. Dalam percakapan itu, Joko berkeluh kesah tentang keinginannya untuk segera menemukan pendamping hidup. Ia bahkan bergurau, "Sepertinya harus dicarikan kenalan dari pondokmu, yang sudah siap menikah dan secantik Rahma."
Rahma membalas dengan emoji tertawa, lalu mengetikkan kalimat yang membuat jantung Joko berdebar tanpa alasan yang jelas, "Kalau begitu, mengapa tidak denganku saja, Joko?" Sebuah gurauan tanpa sengaja, terucap ringan di dunia maya, namun mampu menanamkan benih harapan di hati Joko yang sedang mencari.
Waktu berlalu setelah percakapan singkat itu. Joko sesekali melihat aktivitas Rahma di media sosial. Ia tampak semakin dewasa dan anggun. Joko tahu, teman-teman Rahma satu per satu telah menemukan dermaga cinta setelah lulus dari pondok. Namun, ia tak mampu membaca pikiran Rahma. Apakah di hatinya juga terukir kerinduan untuk menyusul jejak mereka?
Beberapa waktu lalu, sebuah kebetulan kecil terjadi. Rahma datang ke percetakan tempat Joko bekerja untuk mencetak beberapa lembar foto. Orang tua Joko, yang melihat interaksi singkat mereka, menggoda, "Gadis secantik ini siapa, Nak? Calonmu ya?" Joko hanya tersipu, menyembunyikan debar jantungnya di balik senyum pura-pura tak dengar. Namun, keberaniannya belum terkumpul untuk menyapa Rahma lebih dari sekadar basa-basi. Ia bahkan menitipkan foto-foto itu melalui adik Rahma yang kebetulan tinggal tak jauh dari sana.
Kini, sebuah pesan singkat dari nomor Rahma tertera di layar ponselnya. "Assalamualaikum, Joko. Masih ingat novel yang dulu pernah kupinjam?" Jantung Joko berdegup kencang. Sebuah janji untuk bertemu terukir di antara barisan kata itu. Rahma ingin mengembalikan novelnya. Pertemuan pertama setelah bertahun-tahun berlalu, dipicu oleh sebuah komentar iseng di story Instagram. Rasa gugup dan penasaran bercampur aduk dalam benaknya. Bolehkah ia menyimpan harapan lebih dari sekadar pertemuan biasa ini? Bolehkah benih-benih perasaan yang tak sengaja tersiram di dunia maya, kini berpeluang untuk tumbuh dan bersemi di dunia nyata? Joko, sang stoik yang berusaha menerima garis takdir, kini berdiri di ambang sebuah babak baru, menanti pertemuan dengan masa lalu yang mungkin saja menjadi masa depannya.
-Tamat