Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Self Improvement
Ayu dan Canang yang Tak Sempurna
4
Suka
771
Dibaca

Setiap pagi, Gita membuka jendela kamar menghadap laut. Udara asin menempel di kulit, tapi di balik desir ombak, bisik-bisik itu selalu datang: suara tawa lelaki di lorong sekolah yang menyempit, derit engsel pintu gudang usang, dan tangan-tangan yang mengoyak tubuhnya seperti kain lapuk. Di Bali, dia mencoba bernapas tanpa menahan dada. Bibirnya masih sering mengatup rapat saat ingatan itu menggedor—seperti tadi siang, ketika seorang lelaki di warung tersenyum, matanya menyapu tubuhnya dari ujung rambut hingga jari kaki.

Tante Ayu tak pernah memaksa. Perempuan separuh baya itu hanya menata canang sari di beranda, merajut kamboja, melati, dan kuntum kenanga di atas daun pisang. “Lihat, Git,” bisiknya suatu senja, jemarinya menunjuk kelopak mawar yang layu di antara sesapuan dupa. “Siapa bilang kita harus utuh untuk dihaturkan ke langit? Yang patah pun punya doanya sendiri.”

Gita mulai duduk di samping Ayu, menyusun canang. Jarinya gemetar. Setiap helai bunga terasa seperti potongan dirinya yang dulu dirampas—wangi yang dibungkam, warna yang diinjak. Tapi Ayu menenangkan: “Kau yang pilih di mana menaruh bunga ini. Di sini, kau pemilik upacaranya.” Perlahan, Gita menempatkan kelopak yang sobek di sudut canang, lalu sejumput beras kuning di atasnya. Seperti merajut kembali diri dari yang tersisa.

Suatu malam, ia berdiri di tepi pantai. Kain kebayanya berkibar, diterpa angin yang menggigit. Ombak menyapu kakinya, dinginnya menusuk tulang, tapi ia tak mundur. Dari kejauhan, Ayu memandang sambil memegang sanggul hitam yang sudah dihiasi uban. “Berteriaklah,” bisiknya, suaranya lirih seperti doa. Gita menengadah. Langit gelap, tapi bintang-bintang berkelip.

Ia menjerit. Suaranya pecah, hancur, bercampur dengung laut. Tapi kali ini, jeritannya tak terperangkap di gudang usang—ia terbang, dibawa angin, dihanyutkan ombak ke ujung samudra.

Esok pagi, Ayu meletakkan canang baru di beranda. Ada kamboja yang patah tangkai, melati yang layu separuh, dan sejumput garam laut. “Persembahan untuk diri sendiri,” katanya. Gita tersenyum tipis.

Bali tak menghapus luka. Tapi di sini, di antara bunga yang tak sempurna dan doa yang tersekat, ia belajar: kadang penyembuhan hanya perlu ruang untuk bernapas.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (3)
Rekomendasi dari Self Improvement
Flash
Ayu dan Canang yang Tak Sempurna
Margita Kirana Cindy Wulandari
Flash
Ketika Diam Menjadi Rumah
Asep Saepuloh
Novel
Berdiri Di Ambang Dunia
Asep Saepuloh
Novel
Perjalanan 25
Aviskha izzatun Noilufar
Cerpen
Bronze
Pelangi di Senja Hari
Karang Bala
Flash
Senyap dalam Kepala
Ika nurpitasari
Cerpen
Dari Lelah Menuju Lega
Penulis N
Cerpen
Alasan Orang Indonesia Beremigrasi Keluar Negeri
Yovinus
Cerpen
Bronze
Aroma rezeki depan Mesjid
Bang Jay
Novel
Percakapan yang tak pernah selesai
Asep Saepuloh
Novel
Antara mesin produksi dan hati yang remuk
Bang Jay
Novel
Setelah Diam Ada Langkah Baru
Asep Saepuloh
Cerpen
Putus, Tapi Nggak Putus Asa
Tresnaning Diah
Cerpen
Roti Manis dan Kenangan Ibu
Hasbullah
Cerpen
Bronze
Bukan Pencuri
Titin Widyawati
Rekomendasi
Flash
Ayu dan Canang yang Tak Sempurna
Margita Kirana Cindy Wulandari