Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Hidup Pak Wiryo mendadak heboh sejak pagi itu, ketika Pak Pos mengantarkan surat tanpa alamat pengirim. Di amplop cokelat lusuh itu hanya tertulis: Untuk Pak Wiryo, RT 03 Desa Kedungmiri. Dari tahun 2050.
“Lha, ini dari mana? Luar negeri kah? Amerika? Jepang?” tanya Pak Wiryo sambil membolak-balik surat yang sudah nyaris sobek.
Sambil mengunyah gorengan, ia membukanya. Isinya satu lembar surat dan sebuah benda kecil hitam dengan tutup yang bisa dilepas—benda yang menurut surat bernama “flesdis”.
---
Yth. Bapak Wiryo,
Kami dari Masa Depan. Bapak akan menjadi orang kaya jika mengikuti petunjuk ini.
Benda yang terlampir adalah flashdisk. Isinya berisi strategi memenangkan undian berjuta-juta rupiah. Mohon dijaga baik-baik. Jangan sampai disalahgunakan. Rahasia ini hanya untuk Bapak.
Salam hormat dari tahun 2050.
~ Cucu Anda dari Masa Depan
---
“Cucuku? Dari masa depan? Wah, jangan-jangan aku ini titisan orang penting,” gumam Pak Wiryo dengan bangga. Ia segera memanggil warga RT 03 untuk rapat darurat.
Bu Jum, Ketua PKK, datang tergopoh-gopoh membawa keripik singkong. Pak Darsono, ketua RT, membawa kertas dan pulpen, siap mencatat sejarah.
Pak Wiryo mengangkat benda kecil hitam itu tinggi-tinggi. “Ini! Flesdis dari masa depan! Di dalamnya ada cara jadi orang kaya!”
Warga melongo. Pak Tarno berseru, “Coba colokkan ke radio, Pak!”
Pak Wiryo langsung menyambungkan benda itu ke radio tua miliknya. Alhasil, radio bunyi cetek dan langsung mati total. “Nah lho! Tanda-tanda rejeki besar mau datang!”
---
Besoknya, desa heboh.
Bu Tini menaruh flesdis di bawah bantal anaknya, katanya biar anaknya pinter matematika. Pak Slamet mencoba mencelupkannya ke air kopi, berharap sinyal rejekinya larut dan bisa diminum. Bahkan Bu Darsih menanam benda mirip flesdis (padahal itu korek gas rusak) di sawah, berharap bisa panen uang.
Cucu Pak Wiryo, si Bowo, pelajar kelas 6 SD yang sebenarnya lebih paham teknologi, hanya mengelus dada.
“Simpenan USB dibawa-bawa kayak jimat...” gumamnya, frustrasi.
Akhirnya, Bowo mencuri waktu saat kakeknya tidur siang dan membawa flesdis itu ke sekolah. Ia colokkan ke komputer perpustakaan dan membuka satu-satunya file di dalamnya: TUGAS_SEJARAH_KELAS_12.docx.
Bowo membaca keras-keras:
---
Judul: Reaksi Sosial Masyarakat Pedesaan terhadap Teknologi yang Belum Mereka Kenal.
Nama: Dimas Wiryo Putra
Kelas: XII IPS 3
Tahun: 2050
Proyek eksperimen sosial ini bertujuan untuk mengamati bagaimana masyarakat tahun 2024 merespon benda yang tidak mereka mengerti, serta apakah mereka akan menghubungkannya dengan hal-hal magis atau mistis. Eksperimen dilakukan dengan mengirim satu unit flashdisk dan surat rekayasa kepada subjek utama (kakek saya sendiri), untuk melihat bagaimana rumor berkembang secara organik di lingkungan RT 03 Desa Kedungmiri.
Kesimpulan awal:
Warga menanam flashdisk, menyiramnya dengan kopi, dan menyambungkannya ke radio. Proyek dinyatakan berhasil.
---
Bowo menatap layar itu dengan mulut terbuka. “Jadi… ini semua cuma eksperimen tugas sekolah?”
Ia pulang membawa flashdisk itu kembali. Tapi sesampainya di rumah, ia mendapati Pak Wiryo sedang diwawancarai oleh wartawan koran lokal yang diberitahu oleh Pak Darsono bahwa “seorang warga desa akan jadi milyarder karena benda dari masa depan”.
“Wartawan, Bow! Aku masuk koran! Katanya nanti bisa diliput TV juga!”
Bowo menghela napas. “Kakek… itu cuma tugas sejarah dari anak SMA tahun 2050. Isinya ngibul.”
Pak Wiryo terdiam.
“Lha, jadi… aku bukan penerima wasiat masa depan?”
“Enggak. Kakek cuma jadi bahan eksperimen.”
Hening.
Lalu, Pak Wiryo berdiri, menepuk pundak cucunya.
“Ya sudah, yang penting sudah masuk koran. Kalau di masa depan aku jadi contoh penelitian, itu juga berarti aku bersejarah, to?”
Bowo ingin protes, tapi akhirnya ikut tertawa.
---
Keesokan harinya, warga RT 03 mulai menyadari kenyataan. Tapi alih-alih marah, mereka malah menjadikan kejadian itu sebagai festival tahunan. Flashdisk asli disimpan di balai desa, diletakkan dalam kotak kaca bertuliskan: “Benda Keramat dari Tahun 2050”.
Setiap tahun, warga mengadakan lomba “Menebak Isi Flesdis” dan menjual keripik singkong edisi masa depan. Anak-anak berdandan seperti alien, dan Bowo ditunjuk jadi MC acara.
Pak Wiryo? Ia tetap jadi bintang. Dalam setiap festival, ia duduk di kursi khusus dengan selempang bertuliskan: Duta Masa Depan.
Dan yang paling mengejutkan—dari festival itu, desa benar-benar mendapatkan pemasukan tambahan. Sampai-sampai pemerintah kabupaten datang dan mengusulkan kerja sama promosi wisata.
Pak Wiryo menyeringai pada cucunya. “Tuh kan, siapa bilang aku gak bakal kaya dari flesdis itu?”
Bowo hanya bisa mengangguk. Mungkin masa depan memang tak bisa ditebak—termasuk dari tugas sejarah murid SMA yang jadi legenda lokal.