Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sudah lima tahun sejak kau pergi. Tapi waktu, ternyata, bukan penawar, hanya pengingat yang lebih sopan.
Setiap sore, aku masih duduk di bangku taman itu. Bangku tua, tempat kau dulu bercerita tentang mimpi-mimpi kecilmu, tentang membuka toko bunga, tentang punya rumah dengan jendela besar menghadap matahari terbit. Aku masih ingat caramu tertawa sambil berkata, “Kalau kamu jadi langit, aku mau jadi awan. Biar bisa deket terus.”
Sekarang aku benar-benar melihat langit setiap hari. Mencari tanda-tanda keberadaan mu. Tapi langit terlalu luas untuk menyimpan satu rindu saja.
Aku tak pernah tahu apakah rindu bisa menyeberang dunia. Atau apakah namaku masih kau sebut dalam sunyi di sana. Tapi aku ingin kau tahu, aku tak pernah benar-benar berhenti menunggu. Tak pernah berhenti menoleh ke belakang, berharap ada langkah ringanmu mengejar ku dari kejauhan.
Aku menulis surat-surat yang tak pernah terkirim. Kubiarkan mereka menguning dalam laci, seperti hatiku yang diam-diam rapuh. Setiap kata dalam surat itu membawa rasa yang tak pernah selesai: "Aku masih di sini. Masih merindukanmu. Masih menunggumu kembali pulang."
Tapi mungkin, kau tak akan pernah membaca surat itu. Mungkin kau tak akan pernah tahu betapa rindunya aku. Sebab kau sudah jadi kenangan. Dan kenangan tak bisa membaca.
Yang bisa kulakukan hanyalah memeluk udara, berharap itu adalah sisa bayangmu.