Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Waktu tidak mau berjalan disekitarku, aku terengah-engah seperti seseorang yang berlari ratusan kilometer. kemudian aku menatap Liam.
"Habis ini kemana?"
"Kenapa tanya aku?" tanya Liam, " kau yang memimpin disini, aku bahkan tidak punya tubuh."
Benar juga, aku melupakan itu. ia tidak punya tubuh dan jiwa. Lalu aku beralih ke Bharat, ia yang paling bijak diantara kami berdua.
"Apa yang harus kulakukan?" Suaraku bergetar, aku mencoba untuk mengatur nafasku," aku sudah mengikuti petunjuk, tapi kenapa aku masih tersesat?"
"Aku bukan penasihatmu, aku tidak punya wewenang untuk mengambil alih, terserah mau kemana, seterjal apapun jalannya, kami selalu dibelakangmu," Bharat mencoba meyakinkanku.
Karena terlalu lama berdiskusi, ruangan yang saat ini kutempati entah kenapa menjadi sangat dingin, sampai terasa menusuk dikulitku. Suara kabel terputus terdengar sangat kencang.
" Sepertinya terjadi korsleting listrik lagi," ujar Liam.
"Iya, lebih tepatnya ia sedang meledak sekarang, lebih parah dari sebelumnya," Bharat menatap padaku, yang kini terdiam penuh ledakan emosi. Dadaku terasa sesak dan kerongkonganku juga semakin menyempit dan pasokan oksigenku mulai menipis. Namun, kasih sayang Tuhan masih ada disini dan aku masih hidup meski entah sejak kapan, bayangan hitam itu lebih banyak daripada sebelumnya.
"Kali ini, nama apa yang cocok untuk mereka?" Aku menatap kosong.