Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Tunggu! Dre! Tetap di tempat!" Lamia susah payah berlari di sepanjang selasar pertokoan. Sepasang tangannya mendekap pot tanaman baby rose yang belum berbunga. Kelas terakhirnya di semester pertama ini baru saja selesai. Oleh sebab itu ia mengambil pekerjaan sambilan sambil menunggu jadwal ujian.
Dre menghentikan langkah, berbalik, memutar bola mata, lalu mendengus. "Intinya, aku tidak akan merasa bersalah. Paham?"
Lamia melambatkan gerak kakinya. Berdiri dua langkah di depan Dre. "Siapa yang bilang itu salahmu?" Kemudian menipiskan bibir.
"Tatapanmu berkata begitu."
Lamia menghela napas berat. "Aku tidak menyalahkanmu, hanya saja...."
"Hanya saja," Dre sedikit menaikkan intonasi bicaranya, "membenci seseorang bukanlah sikap yang bijak. Hanya saja, jangan sampai diri sendiri dikendalikan oleh kebencian. Hanya saja, seorang pembenci tidak akan berakhir baik. Jadi, kali ini, 'hanya saja' yang mana?" dengan semua 'hanya saja' yang ditekankan kuat-kuat.
.
Lamia mengeratkan dekapan pot pada satu tangan dan memposisikan jari telunjuk di tangan yang lain hingga sejajar muka, lantas menggerakkannya. "Bukan ketiganya." Sambil berusaha tersenyum.
Dre mendengus lagi. Tetapi kali ini dengan tingkat kekesalan yang lebih rendah dari sebelumnya. Kemudian setelah diam belasan detik, ia berkata dengan malas, "Baik. Bicaralah."
Lamia tersenyum lebar sesaat namun segera melunakkan air muka. "Benar, kau berhak membencinya. Apapun alasannya, tidak seharusnya aku marah padamu. Soal itu memang salahku. Maaf...." Ia mengambil jeda sebentar untuk menarik dan menghembuskan napas. "Hanya saja, aku ingin bilang, kau ... tidak berpikir untuk menghasut orang lain agar ikut membenci sosok yang kau benci, kan? Menurutku, dia juga berhak mendapatkan penilaian subjektif dari selain dirimu."
Dre memicingkan mata tanpa mengatakan apa-apa dalam beberapa saat. Membuat Lamia khawatir sampai menggigit bagian dalam bibirnya. "Kau ... mengkhawatirkan itu?" tanyanya.
Lamia terdiam seperempat menit sebelum akhirnya mengangguk ragu. "A ... ku hanya ... tidak begitu yakin kalau ... Ka ... Kahi sejahat itu."
Tawa renyah Dre menguar. "Apakah di matamu ... aku sepicik itu?" Lantas berdeham sekali. "Nona, membencinya adalah urusanku. Tidak ada hubungannya denganmu atau siapapun. Bahkan, kalau mau, kau bisa berinteraksi baik dengannya. Aku tidak akan sok dramatis dengan menunjukkan sikap keberatan." Dre mengangkat bahu singkat.
Lamia menatap lelaki di hadapannya penuh tanya. Bukan tak paham. Hanya merasa aneh. Dre menjelaskan dengan mulutnya sendiri bahwa ia mempersilakan dirinya memperlakukan dengan baik sosok yang dia benci tanpa keberatan. Sebenarnya di satu sisi, ucapan Dre termasuk menenangkan. Tetapi di sisi lain, Lamia tidak dapat mengelak bahwa sudut hatinya tercubit.
Dre tersenyum simpul. "Jangan dipikirkan! Bagaimana pun juga, dia hanya keterlaluan denganku. Selama sikapnya baik padamu, aku tidak akan perhitungan." Ia memajukan kepalanya sedikit. Menatap Lamia dalam sambil berbisik, "Asalkan jangan menyerobot antrian saja." Kemudian kembali menegakkan badan, mengambil alih pot baby rose. "Untuk toko bunga, kan?" Lantas mengambil jalan di sebelah kanan Lamia, melangkah ringan.
Gadis yang baru saja mendapat serangan tanpa aba-aba mematung sesaat, menyentuh pipinya sendiri. Hangat.