Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Aksi
Sudah ku bilang, jangan main-main denganku...!
1
Suka
44
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Di balik batang pohon besar, di dalam hutan rimbun, di pinggiran kota Baubau. Ikal meringkuk dalam keremangan malam. Matanya nyalang, telinga dipaksa menyimak. Sial, cuaca tidak berpihak padanya kali ini. Bermodalkan aplikasi pengamat cuaca, ikal sukses menipu diri sendiri. Seharusnya turun hujan sekarang tapi apa yang dia dapati adalah cahaya rembulan di setiap celah dedaunan. Di puncak malam, bulan semakin gagah di singgasana angkasa. Apes memang.

Dari kejauhan, bayangan beberapa orang terlihat berlari menembus belukar berduri. Matanya tak kalah nyalang, beringas menghantam setiap penghalang jalan dengan senjata tajam siap menghantam mangsanya.

“Kurang ajar, cepat temukan bocah ingusan itu. Akan kukuliti dia hidup-hidup!” teriak salah satu orang dan terdengar samar di telinga Ikal.

“Sial, mereka semakin dekat.” Ikal meringis merasakan legam di tubuhnya. Sejak sore mereka sudah berlari dalam hutan. Tapi tidak ada tanda-tanda lelah dari para pemburu itu.

"Seharusnya kudengar nasihat kau waktu itu, Rambo.”

Ikal perlahan bangkit, memaksa kaki jenjangnya menjauh dan segera meninggalkan belantara. Dia harus tiba di pinggir pantai sebelum dini hari pergi.

Di bawah purnama, Ikal berlari terseok-seok membelah malam, hampir limbung digigit angin serta para binatang malam yang menatapnya tajam tidak membuat Ikal mengalah dengan keadaan. Nyatanya, dia akan binasa jika tertangkap para preman itu.

Sementara di kejauhan, tiga orang preman bertenaga kuda mulai terkikis tenaganya. Berhenti sebentar mengambil rokok dari saku jaket kulitnya.

“Sudahlah, Bos. Sebaiknya kita lepaskan saja anak itu,” pria ceking bernapas bau mulai mengambil tempat dan menarik dalam-dalam setiap nikotin yang hendak masuk dalam tubuhnya.

“Betul juga kata Jarot, Bos. Dari sore kita kejar, tapi batang hidungnya tidak terlihat. Barangkali dia tidak lari ke sini, Bos,” sambung salah satunya. Dalam sekejap, rokok sebatang sudah berpindah ke lain mulut.

“Heh, kecoak, kalian pikir saya buta. Jelas-jelas tadi saya lihat si kampret itu masuk ke sini. Dia membawa serta barangku, Goblok. Enak saja main lepas sembarang. Bahaya. Jika dia tidak mati malam ini, kepala kita bertiga yang jadi gantinya. Kalian mau?” Seseorang yang mereka panggil bos itu terlihat getir, amarahnya semakin menjadi.

Mereka kembali berlari menembus malam demi mendapatkan buruannya.

Jauh di depan sana, Ikal sudah hampir sampai di batas kekuatannya. Sedikit-sedikit terjungkal, sesekali menabrak pohon besar. Pandangannya sudah buram, tapi dia harus tetap bergerak. Demi hidupnya. Jika saja hujan turun, ceritanya tidak akan seperti ini. Jebakan demi jebakan yang sudah dia rancang menjadi tak berguna. Napas tersengal, rambut gondrong sebahunya sudah tidak karuan. Matanya berbinar ketika kakinya menginjak pasir pantai yang begitu halus. Saat itu, tubuhnya rubuh, lutut menghantam pasir, Ikal begitu lelah sekaligus lega. Bias cahaya purnama menghantam lautan. Ikal menangis dalam keremangan.

Tidak mau membuang waktu terlalu lama, Ikal mengumpulkan tenaga yang tersisa. Bangkit, kemudian berjalan perlahan menuju perahu yang memang telah disediakan untuknya.

Sebelum berlayar, Ikal berbalik sebentar, menatap rimba belantara yang menemani pelariannya. “Terima kasih.” Hanya itu kata yang terdengar sebelum pandangan gelap dan kesadarannya hilang kemudian tumbang ke sembarang arah. Bersamaan dengan itu, darah segar mengalir dari bagian perutnya.

“Sudah kubilang, jangan main-main denganku, Anjing.”

Cuih. Preman-preman itu meludahi tubuh ringkih Ikal dan langsung melempar sembarang jasad Ikal ke dalam perahu. Mereka bergegas kembali ke hutan dengan tawa besar sambil menenteng barang yang susah payah dipertahankan Ikal dengan korban nyawa.

“Sukses, Bos. Kita harus berpesta hari ini.”

“Sudahlah, kita kembali ke markas sebelum bos besar tiba di sana.”

***

Beberapa minggu setelah insiden pengejaran di hutan, seorang pemuda berusaha membuka mata, pandangannya masih buram. Perlahan tapi pasti, jarak pandangnya semakin jauh dan jernih.

“Ikal, kau sudah sadar, Kal. Ikal, ini aku Rambo, kau bisa mengenaliku, kan? Tunggu sebentar, akan kupanggil Bang Dara, dia harus melihat kondisimu. Tunggu!”

Ikal bangkit pelan sekali, kepalanya masih pening. Matanya menyipit kala mendapati potongan koran dengan judul besar, “Tiga Orang Lelaki yang diduga Pengedar Narkoba ditemukan Tewas Tanpa Kepala di Pinggir Hutan. "

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Aksi
Flash
Sudah ku bilang, jangan main-main denganku...!
Evie
Flash
iLeR Lu!
Zi Chaniago
Novel
Gasing Bambu
bomo wicaksono
Novel
Bhairava
Ghozy Ihsasul Huda
Flash
Bronze
Smell of Blood
Khay khay
Novel
Mendadak Gangster
budi kurniapraja
Cerpen
Bronze
TARUNG
Maldalias
Cerpen
BADRI BERHANTU dan Kisah-Kisah Pabrik Padi Syereem!
Hans Wysiwyg
Flash
Bronze
Tropis Membeku, Subtropis Terbakar
Karlia Za
Cerpen
Bronze
Tentang Kawanku Bob Si Anak Pasar
Habel Rajavani
Cerpen
Antara Musik dan Adik
Nurul Adiyanti
Novel
Siasat Orang Buangan
Dedy Tri Riyadi
Cerpen
Bronze
Sang Penakluk Naga
M. Tri Bakti Utama
Skrip Film
The good detectiv
fasya aditya
Novel
Hilang: dalam Mega Mendung
Ikhsannu Hakim
Rekomendasi
Flash
Sudah ku bilang, jangan main-main denganku...!
Evie
Cerpen
Tato Kupu-Kupu
Evie