Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Mengapa Kau Menekuk Wajahmu Wahai, Pak Tua?
0
Suka
2,844
Dibaca

Sumpah serapah melambung silih berganti seperti bola yang dioper tanpa henti. Suara melengking Ibu Kepala Sekolah bak paku menusuk telinga, dan setelah hening beberapa saat salah satu wali murid menimpalinya dengan nada datar namun tajam.

“Kami sudah menyelesaikan prosedur dari sekolah, kami juga telah mengisi formulir sejak awal masuk, tetapi Anda tidak memberitahu hal apapun soal dana bantuan yang seharusnya kami terima.”

“Betul!” Teriakan mengombak. Seorang lelaki bertopi putih mengangkat dokumen yang ada di genggaman.

“Semua datanya ada di sini, dan ini valid. Valid sevalid-validnya!”

Ibu Kepala Sekolah terlihat gusar, membelakangi sambil berkacak pinggang. Para wali murid masih meneriakkan yel-yel sambil bertepuk tangan. Antara lautan manusia itu ada seorang lelaki berjalan dengan kaki lemas. Wajahnya penuh gurat usia, rambutnya putih kusam direnggut oleh masa.

Doa itu tak akan terkabul tanpa usaha, maka ia menunjuk lelaki bertopi putih untuk menyampaikan sepatah kata.

“Mas ... THR saya dan gaji... belum dibayar...”

“Iya, mas! THR saya juga belum dibayar!” timpal perempuan di belakang lelaki tua. Geram terkuas di wajah lelaki bertopi putih. Suasana kembali riuh. Cekcok mulai memanas. Kedua belah pihak saling memberikan bukti, tetapi ia tak sendiri. Ada 3 guru honorer yang senasib dengannya, mendesak sekolah untuk bertanggung jawab atas penyelewengan dana yang baru sekarang terendus bangkainya.

***

Terik matahari tak menyurutkan langkah lelaki tua menelusuri jalan, berhati-hati melangkah, dan sampai di sebuah pusara yang terlihat masih segar. Ia mengambil plastik dari tas yang berisi tiga genggam bunga tabur. Mahkota mawar merah dan putih serta hijau pupus kenanga mewarnai pusara. Penuh haru lelaki tua mengusap nisan kayu sambil berbisik.

“Ibu, ini sudah ada uang buat sekolah Yusuf. Ibu tunggu sebentar, ya. Biar Yusuf sukses dulu, baru bapak menyusul.” Lelaki tua itu mengusap air mata. Setelah memanjatkan doa, ia berdiri, melanjutkan esok yang penuh misteri. Bila saja uang gajinya cair, istrinya tak perlu berjualan donat keliling dan meregang nyawa sia-sia.  

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
SAMPAI NANTI SAATNYA TIBA
sbwjsnd
Flash
Mengapa Kau Menekuk Wajahmu Wahai, Pak Tua?
Kiiro Banana
Cerpen
Bronze
UNTUKMU...
Iman Siputra
Novel
Prolog Epilog
Devi Wulandari
Cerpen
Bronze
Angka Dalam Duka
Feilia Song
Cerpen
Hanggada
Lily N. D. Madjid
Cerpen
Bronze
Rendra dan Tulisannya
Donny Setiawan
Cerpen
Bronze
PERSAHABATAN DI TENGAH RIMBA
Nisa
Skrip Film
Rumah Tangga
Wulan Witriyanti
Flash
Kalau Jalanan Bisa Menangis...
Shabrina Farha Nisa
Skrip Film
Roti Lapis: The Story of Mbak-Mbak SCBD
layarkata
Flash
Teman Kampret!
Luca Scofish
Cerpen
Bronze
Nasi Megono Mak Kudung
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Gagal Memahami Perasaan Ini Terhadapmu, Akhirnya Penyesalan
Mochammad Ikhsan Maulana
Novel
Bronze
Jalan Keluar
Magwa Hanggara
Rekomendasi
Flash
Mengapa Kau Menekuk Wajahmu Wahai, Pak Tua?
Kiiro Banana
Flash
Intimasi Imitasi
Kiiro Banana
Cerpen
Kereta Api
Kiiro Banana
Skrip Film
Lakon
Kiiro Banana
Cerpen
Paduka Yang Mulyo
Kiiro Banana
Cerpen
Bronze
Manasik
Kiiro Banana
Flash
Gula
Kiiro Banana
Flash
Pelabuhan
Kiiro Banana