Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Romantis
Mira & Skuter Tua
0
Suka
7,731
Dibaca

Naik skuter tua? Ogah! Mira menolak ketika kakek mengajaknya keliling kota naik skuter tua. Kakek memang anggota penggemar skuter. Setiap malam Minggu mereka berkumpul di alun-alun, lalu biasanya dilanjutkan dengan konvoi keliling kota. Nah, malam Minggu ini kakek ingin mengajak Mira.

“Sori, Kek. Mira ada acara,” kata Mira.

“Acara apa? Pacar saja kamu ndak punya,” sahut kakek tersenyum.

“Ih, kakek kok usil, sih? Seperti nenek saja.”

“Benar ndak mau, nih? Di sana banyak cowok keren, lho. Ada Yudi juga,” kata kakek.

Yudi. Selalu nama itu yang kakek sebut. Yudi memang beberapa kali pernah main ke rumah kakek. Biasa, sesama penggemar skuter tua saling berkunjung. Suatu kali ketika Mira main ke rumah kakek, eh di sana juga ada Yudi.

“Eh, kamu anak XII IPS 3, kan?” Sapa Yudi.

“Iya. Kok kamu tahu?” sahut Mira.

“Aku XII IPS 2. Ruang kelas kita berdekatan, kan?”

Sebenarnya Mira pura-pura saja tidak tahu. Siapa sih yang tidak kenal Yudi? Cowok keren yang jadi idola cewek-cewek di sekolah.

Sejak itu Yudi beberapa kali kirim salam untuk Mira melalui kakek. Sejak itu pula kakek punya alasan untuk menggoda Mira.

“Tadi malam Yudi kirim salam buat kamu,” sering kakek berkata begitu.

“Oya? Terimakasih, deh,” jawab Mira cuek.

“Dibalas ndak salamnya?”

“Terserah kakek.”

***

Skuter tua. Mira benci bila melihat motor butut yang suara knalpotnya seperti kaleng ditabuh itu. Sering Mira melihat di pinggir jalan orang sedang mengutak-atik skuter tua karena mogok. Coba bayangkan, kalau Mira membonceng skuter tua, lalu motor tua itu mogok? Malu, kan?

Sudah begitu, secara logika nih, motor tua pasti tidak nyaman dinaiki. Sokbreker pasti sudah keras, kalau melewati jalan bergelombang atau jalan berbatu, pasti bikin pinggang sakit. Alasan yang logis, kan, kalau Mira ogah naik skuter tua?

***

“Kamu dapat salam, tuh?” sambut Icha ketika Mira sampai ruang kelas.

“Dari siapa?”

“Yudi. Siapa lagi?”

“Oya? Terimakasih, deh,” sahut Mira cuek.

“Dibalas nggak salamnya?”

“Terserah kamu,” sahut Mira sambil merapikan rambut sebahunya.

Yudi. Sebenarnya Mira suka sama cowok itu. Di saat para cewek berharap menjadi pacarnya, tapi Yudi lebih menaruh perhatian pada Mira. Bukankah itu sebuah anugerah?

“Mir, sebenarnya kamu suka nggak sih sama Yudi?” tanya Icha.

“Kamu mau jawaban jujur atau jawaban bohong?” Mira balik tanya.

“Jawaban jujur.”

“Jujur saja, sebenarnya aku suka sama Yudi. Tapi skuter tuanya itu lho ....”

“Memang ada apa dengan skuter tuanya?” tanya Icha.

“Jujur saja, aku tuh ingin punya cowok yang punya mobil. Ya minimal punya Vario atau Miolah.”

“Ih, kok kamu matre, sih?” sahut Icha.

“Aku nggak matre. Cuma berpikir logis dan realistis. Cowok saja suka impian punya cewek cantik, modis, seksi. Wajar dong kalau aku, kita kaum cewek, juga punya impian dapat cowok cakep, kaya, punya mobil. Adil, kan?”

“Benar juga, ya?” ujar Icha manggut-manggut. “Terus, jawaban bohongnya apa?” lanjut Icha.

Mira tersenyum.

“Rahasia, dong,” kata Mira, lalu tertawa.

***

“Cepat, Mira! Hampir jam tujuh!” teriak papa dari depan rumah.

“Iya, Pa. Sebentar,” sahut Mira berlari keluar rumah. Sigap, ia duduk di boncengan Supra X 125 papa. Duduk menghadap samping karena Mira memakai rok panjang.

“Pakai helm dulu,” kata papa menyerahkan helm warna pink. Helm favorit Mira.

“Oke, bos,” sahut Mira.

Motor melaju. Tapi baru sekitar satu kilometer melaju, motor papa oleng. Papa berhenti, menoleh ke ban belakang.

“Ban belakang bocor, Mira,” kata papa.

“Terus gimana, Pa?”

“Kita cari tempat tambal ban dulu.”

“Tapi, Pa, nanti Mira terlambat sampai sekolah? Nambal ban itu kan lama, Pa?”

Papa tampak berpikir. Papa mengeluarkan ponsel. Papa menghubungi seseorang.

“Kakek, bisa antar Mira ke sekolah? Ban belakang bocor, Kek.”

Apa? Papa meminta kakek mengantar Mira ke sekolah? Berarti Mira harus membonceng skuter tua kakek? Oh, tidak!

“Skuter kakek mogok? Ya sudah. Ndak apa-apa, Kek,” kata papa lalu menutup ponselnya.

Oh, terimakasih Tuhan. Kakek batal mengantar Mira, karena skuter tuanya mogok. Tuh, motor tua pasti jago mogok, kan?

Tiba-tiba seseorang pengendara berhenti di dekat mereka. Yudi!

“Ada apa, Mir?” tanya Yudi.

Mira gugup.

“Kebetulan Nak Yudi datang,” papa menyela. “Tolong, biar Mira ikut Nak Yudi. Ban belakang motor Om bocor.”

“Ya, Om.”

Apa? Papa kok tega sih menyerahkan Mira pada Yudi? Papa kan tahu kalau Mira benci naik skuter tua? Tetapi protes itu hanya tersimpan dalam hati Mira.

“Tapi, papa ....”

“Sudah, jangan banyak tanya. Nanti kamu terlambat sampai sekolah. Apa kamu mau membersihkan WC sekolah?” kata papa.

Membersihkan WC sekolah? Oh, tidak. Mira tidak mau terlambat sampai sekolah. Mira tidak mau menerima hukuman mengerikan itu.

Sigap, Mira segera duduk di jok boncengan skuter butut Yudi. Mira terkejut dalam hati. Jok boncengan skuter Yudi ternyata empuk sekali.

Sepanjang perjalanan, Yudi bercerita tentang skuter bututnya. Katanya, skuter itu buatan tahun 1970-an.

“Ada teman yang nawar skuter ini duapuluh juta rupiah,” kata Yudi. “Tapi tidak aku berikan,” lanjut Yudi menoleh ke belakang sejenak.

Masa sih semahal itu harga skuter butut yang warnanya ungu norak ini? Tapi Mira hanya terdiam.

“Skuter ini memang tua, tapi aku selalu merawatnya. Kadang juga mogok, tapi aku bisa memperbaikinya,” Yudi melanjutkan cerita.

Banyak cerita yang Yudi beberkan tentang skuternya. Tapi Mira hanya diam saja. Sejujurnya, Mira sedang menikmati kenyamanan membonceng skuter butut itu. Meski butut, ternyata skuter Yudi empuk seperti motor keluaran terbaru. Sokbrekernya lembut.

“Gimana? Enak nggak skuterku?” tanya Yudi menoleh ke belakang cukup lama.

Aduh, Mira harus menjawab apa? Haruskah menjawab jujur? Gengsi, dong!

“Eh, sudah sampai,” kata Mira. Syukurlah, Mira menemukan jawaban pengalih.

Setelah mengucapkan terimakasih, meski dengan wajah tertunduk, Mira segera menuju ruang kelasnya. Di depan pintu ruang kelas, tampak Icha tersenyum-senyum.

“Akhirnya ...,” kata Icha.

“Akhirnya apa?” sahut Mira tersipu malu.

Hari ini Mira merasakan sesuatu yang aneh di hatinya. Sesuatu yang gimanaaaa gitu.

***SELESAI***

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Romantis
Flash
Mira & Skuter Tua
Sulistiyo Suparno
Novel
PENCIL 2B
Donquixote
Novel
Gold
Ijo Tomat: Ikatan Jomblo Terhormat
Falcon Publishing
Novel
Cinta Dunia Maya
Aisyah swan
Novel
He Was My Last Love
Nur Muslimah
Novel
The Right Shoes
No One Knows
Novel
Imagine about Her
Siji Getih
Novel
you were never mine
Erika Angelina
Novel
Good Morning, Bos!
Bella
Skrip Film
CINTA PUTIH TRUFFLE
Renata yohana nurak
Novel
Purnama
Nur Rohmah DS
Novel
Everything in Between
TYSPS
Novel
In The Whiteness of love
Mursal fahrezi
Novel
Bronze
Bintang Di Langit Abu-Abu
kound
Cerpen
Bucin Tanpa Nama
Kingdenie
Rekomendasi
Flash
Mira & Skuter Tua
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Merpati Putih
Sulistiyo Suparno
Flash
Matahari Tak Pernah Lelah
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Skripsi
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Pengangguran
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Nasi Megono Mak Kudung
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Mengampuni Maling
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Pembunuhan yang Sempurna
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Balas Dendam Seorang Pengarang Yunior
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Cinta yang Tak Mungkin Bersatu
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Menonton Televisi di Losmen
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Ternyata Begini Rasa Cemburu
Sulistiyo Suparno
Flash
Pengkhianat
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Beruang Lapar
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Anak-anak Suka Mencuri Permen
Sulistiyo Suparno