Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Halo Sayang!
Apa kabar kau hari ini? Masih ingat aku? Perempuan yang kau temukan saat ia tak terlihat oleh siapapun. Kau tahu, sekarang ia bersinar, begitu cerah hingga diinginkan banyak orang. Tapi, hatinya telah kau bawa pergi, dan ia tak tahu lagi caranya mencintai. Ah, lupakan soal itu.
Saat surat ini sampai kepadamu, artinya aku telah merelakan dengan siapapun nanti kau berlabuh.
Sayang, aku tulis ini bukan untuk mengenang kisah manis yang pernah kau ukir dalam hidupku. Apa yang akan aku tulis ini, aku tujukan kepada kekasihmu. Hanya saja aku tidak tahu dia siapa, jadi aku alamatkan kepadamu, sebab di manapun kau berada aku tahu surat ini pasti akan sampai, hatiku menuntunnya.
Aku harap kau sudah bertemu perempuan beruntung itu, perempuan yang kau pilih sepenuh yakin dan setulus hati. Jika ia belum ada, simpanlah untuk kau beri saat nanti telah erat ia kau abadikan dalam pelukmu. Meski satu dari milyaran kesempatan, aku tetap berharap kelak kepadaku kau memberikannya.
Halo teman, aku bukan seseorang yang kau gantikan. Kau adalah keutuhan yang tak pernah mampu aku wujudkan. Dan aku anggap saja informan, yang akan sedikit memberi cerita tentang lelaki yang sama-sama kita cintai.
Aku yakin kau lebih mengenalnya dari pada aku. Seperti makanan kesukaannya, buah-buahan yang dia benci, olahraga favoritnya, kebiasaannya yang buruk, hobinya yang menyenangkan, bahkan seleranya yang aneh terhadap seni. Kau tahu, aku selalu mengatakannya sok tahu setiap kali ia mengomentari dekorasi tempat-tempat yang kami datangi. Meski sebenarnya diam-diam aku setuju bahwa dekorasi tempat-tempat itu terlalu monoton.
Teman, aku harap kau tak melihat apa yang pernah aku lihat dari sorotnya di masa lalu. Saat dinding benci dan dendam itu menyatu dalam gelap matanya. Tanpa air mata, lensa itu selalu terlihat kelabu. Pandangan itu adalah yang aku peluk bertahun-tahun, berharap aku punya kekuatan ajaib untuk meruntuhkannya, dan kau bisa tebak aku tak pernah punya kemampuan itu.
Sepanjang tangan kami saling menggenggam, maka akulah yang selalu menjadi pihak yang dilindungi, diberikan rasa nyaman sebanyak mungkin. Sedangkan ia selalu bersembunyi dalam dinding rahasia tanpa pernah mengungkap pilunya. Aku membuka diri, lebih banyak daripada apa yang aku tahu tentangku, dan ia menutup rapat, bahkan tidak sejengkal saja untuk aku memahami sesak dalam dadanya.
Aku tahu ia lelaki kuat, kau juga tahu itu bukan? Tapi yang terlambat aku sadari kala itu adalah, ia juga butuh seseorang untuk segala resahnya, yang kelak aku mampu terima bukan aku seseorang itu.
Sekarang, kau adalah seseorang itu. Maka, izinkan aku sampaikan ini. Setiap malam sebelum ia tidur, ajak ia bicara hingga tak ada baginya kesempatan untuk mengingat luka. Setiap kali ia merasa sepi, dan kau tak bisa ada, kirim ia suaramu berdurasi panjang, ceritakan saja kisah paling lawas yang semua orang sudah tahu isinya. Setiap kali ia mengeluh tentang kehidupan, jangan beri ia petuah, maki-maki saja kehidupan, nanti ia yang akan memberikanmu petuah.
Aku katakan ini mungkin kau telah tahu, karena kau yang ia cintai sepenuh jiwa. Tapi, aku tetap ingin memastikan kau tahu, sebab laki-laki itu benci menceritakan kelemahannya.
Teman, kesalahan paling fatal yang pernah aku lakukan dalam mencintainya adalah bergantung. Di mana seluruh lemahku ingin dia kuatkan, di mana seluruh mimpiku ingin ia dukung, di mana seluruh perihku ingin ia peluk. Sedangkan hidupnya saja penuh dengan goresan di mana-mana.
Sialnya, aku tak punya kemampuan melakukan hal yang sama kepadanya. Aku seolah menjadi benalu yang harus dituntaskan inginnya tanpa tahu caranya mengulurkan tangan dengan benar. Padahal, dalam banyak kesempatan aku tahu lelah di ujung pelupuknya. Tapi aku malah memilih diam, hanya karena terlatih tak memberikan cinta kepada siapa saja.
Aku mencintainya, dia tahu melebihi siapapun di muka bumi ini. Aku bahkan percaya diri jika aku lebih mencintainya daripada cintamu kepadanya. Namun itu menjadi tak berarti karena aku tak pernah paham cara kerja cinta itu bagaimana. Atau barangkali kata-kata bijak itu benar, jika pun aku tahu caranya, tetap aku tak punya kesempatan. Sebab, seseorang itu tak pernah menjadi aku
Teman, untuk sampai padamu dia telah melalui banyak hal dalam hidup. Memilihmu, artinya adalah akhir dari sebuah perjalanannya atas nama hati. Maka, tolong jaga ia, tolong jaga ia melebihi dari apa yang aku lakukan.
Aku sudah tak punya akses melakukannya, dan kau satu-satunya yang punya. Maka, tolong terima ia, peluk ia, seluruh dirinya. Luka di sekujur jiwa dan raganya, jangan lepaskan dia teman.
Nanti, jika suatu hari, kita punya kesempatan untuk bertemu. Tolong pahami satu hal, aku hanya manusia yang jika bertemu dengan laki-laki yang ia cinta maka akan menatapnya dengan memuja. Jangan tersinggung, hanya untuk satu hal ini. Melebihi ini, tak akan ada yang akan aku lakukan, saat aku bisa pastikan denganmu ia bahagia.
Mungkin ini sedikit aneh, tapi aku ucapkan terima kasih. Karena kau membacanya hingga akhir.
Sayang, jangan marah, aku hanya ingin mengatakan sedikit yang ingin aku sampaikan. Jika kau berkenan, kelak akan aku kirim lagi surat untuknya. Barangkali, saat itu ia akan memberikan alamatnya, dan kau tak perlu mengetahui apa yang akan dibicarakan dua perempuan yang mencintaimu sepenuh jiwa.
Jika surat ini telah kau sampaikan, kau boleh melupakan apapun tentangku. Sebab tugasku sudah purna berurusan denganmu, meski dalam urusan mencintaimu akan aku emban sepanjang hidup.
Peluk hangat
Dari yang mencintaimu tanpa batas. Perempuan secerah mentari pukul delapan pagi.