Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Aksi
Labirin Bawah Tanah
3
Suka
42
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Langit gelap dan hujan deras mengguyur permukaan tanah, saat sekelompok peneliti itu berdiri di depan pintu besar yang terkubur di bawah reruntuhan bangunan tua. Mereka telah melakukan perjalanan jauh, melewati hutan lebat, hanya untuk menemukan sesuatu yang jauh lebih mengerikan dari yang mereka bayangkan.

Dokter Rina Aulia, pemimpin tim, menatap dengan cemas pintu besi yang tertutup rapat itu. Pintu yang setelah puluhan tahun tertutup akhirnya ditemukan oleh timnya berkat peta kuno yang mereka gali dari arsip militer Perang Dunia II. Pintu ini seharusnya membawa mereka ke kompleks bawah tanah rahasia yang kabarnya dibangun oleh Nazi untuk eksperimen eksperimen gelap. Rina merasa ada sesuatu yang tidak beres, tetapi keingintahuannya lebih besar dari rasa takutnya.

“Semua peralatan sudah siap?” tanya Rina pada timnya.

“Ya, Dokter,” jawab Tom, seorang ahli teknologi dan komunikasi, sambil mengatur perangkat pemancar sinyal.

Di belakang mereka, dua anggota tim lainnya, Maya dan Arif, memeriksa peta dan dokumen-dokumen lama yang mereka bawa. Semua tampak siap, meskipun ada ketegangan yang menyelimuti mereka. Tidak seorang pun berbicara tentang rasa takut yang mereka rasakan.

Rina memerintahkan Tom untuk memulai membuka pintu. Dengan bunyi gemeretak keras, pintu itu akhirnya terbuka perlahan. Udara dingin dan lembab menyusup keluar dari celahnya, membawa aroma tanah basah dan busuk. Mereka melangkah masuk ke dalam lorong sempit yang terhubung ke labirin bawah tanah.

Di dalamnya, udara terasa padat dan sesak. Dinding bata yang dingin menambah kesan suram yang tidak tertahankan. Lampu senter mereka memantulkan cahaya kuning yang lemah hanya cukup untuk menerangi langkah-langkah mereka yang penuh kehati-hatian.

“Mari kita cepat menyelesaikan ini,” kata Rina, sambil melangkah lebih dalam ke dalam terowongan yang semakin gelap.

Namun, saat mereka berjalan, suara-suara aneh mulai terdengar. Suara berderak, langkah kaki yang tampaknya mengikutinya, meskipun mereka tahu pasti mereka hanya berempat di sana.

"Apakah ada yang mendengar itu?" Maya bertanya, suaranya bergetar.

“Apa itu?” Arif menoleh ke belakang dengan cemas.

Tom yang lebih banyak mengamati peralatan teknisnya, mengangkat bahu. “Sistem komunikasi stabil. Tidak ada gangguan.”

“Ini pasti halusinasi kalian,” jawab Rina, berusaha menenangkan mereka, meskipun dia sendiri mulai merasa janggal.

Semakin dalam mereka memasuki labirin bawah tanah itu, semakin jelas bahwa ada sesuatu yang salah. Dinding-dindingnya tampak tidak biasa. Seperti dipoles dengan zat yang tidak dikenali. Suhu udara turun lebih drastis. Yang paling mengganggu, ada simbol-simbol aneh yang terpahat di beberapa bagian dinding.

Maya merasa cemas. "Ini bukan eksperimen Nazi biasa, kan?" tanyanya, dengan suara bergetar.

“Tapi apa ini?” Tom menunjuk ke sebuah ruang besar yang mereka temui, ruang yang tampaknya seperti sebuah ruang laboratorium tua. Di dalamnya terdapat beberapa meja laboratorium dan di sudut ruangan ada sebuah mesin besar yang terlupakan dengan selubung logam yang berkarat.

Ketika mereka mendekat, Arif menemukan sesuatu di meja. Sebuah dokumen yang sudah lapuk, bertuliskan dalam bahasa Jerman kuno. Rina mendekat untuk membaca terjemahannya.

“Mereka datang. Mereka bukan manusia.”

Tiba-tiba, sebuah suara berderak keras mengganggu ketenangan. Semua anggota tim menoleh dengan ngeri, melihat di ujung lorong sebuah pintu terbuka, mengarah ke ruang gelap yang lebih besar. Mereka berjalan menuju pintu itu, langkah mereka kini penuh kewaspadaan.

Rina memimpin jalan, tetapi ketika mereka melangkah lebih jauh, suara itu semakin dekat. Sebuah derap langkah yang aneh dan berirama. Dari balik kegelapan, muncul bayangan sosok manusia tinggi besar dengan tubuh yang tampaknya cacat dan tidak wajar. Wajahnya tampak tumpul, seperti tidak memiliki mata, tetapi seolah bisa melihat mereka dengan jelas.

Semua anggota tim terdiam, mencekam.

“Lari!” teriak Rina, memecah ketegangan. Mereka berlari menuju lorong yang lebih sempit, mencari jalan keluar, tetapi sosok itu terus mengikuti mereka, seolah tahu persis kemana mereka akan pergi. Ketika mereka berlari, lorong-lorong itu semakin sempit, membingungkan arah mereka. Labirin itu seolah hidup, berubah-ubah dengan cepat, mengejar mereka ke tempat yang lebih gelap.

Maya berteriak, terjatuh di lantai, dan ketika Arif mencoba menariknya, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Arif tiba-tiba menghilang. Hanya ada suara teredam yang datang dari kegelapan. Seperti suara tubuh yang terjatuh, tetapi tidak ada yang terlihat.

"Arif! Arif!" teriak Maya, suaranya panik.

“Tidak!” Tom berlari, mencoba mencari Arif, tetapi tanpa hasil. Yang ada hanya gelap dan kegelapan yang tak berujung.

Mereka terperangkap.

Rina, Tom, dan Maya akhirnya sampai ke sebuah ruangan besar yang tampak lebih kosong. Lantai ruangan itu dipenuhi dengan tulisan-tulisan kuno yang membingungkan dan di tengahnya ada sebuah altar besar yang tertutup darah yang mengering.

Di sekitar altar, ada meja yang berisi tubuh manusia yang tampaknya baru saja dipotong. Rina merasakan ada yang salah.

“Mereka... mereka melakukan eksperimen dengan... manusia?” bisik Maya, suaranya penuh ketakutan.

Tiba-tiba, suara langkah berat terdengar lagi, lebih dekat, lebih nyata.

“Sesuatu yang lebih buruk dari yang kita bayangkan,” kata Tom, matanya penuh rasa takut.

Kemudian, saat mereka berbalik, sosok itu muncul di depan mereka.

Namun, kali ini, wajah sosok itu tidak cacat seperti yang mereka lihat sebelumnya. Itu adalah wajah Rina, wajahnya sendiri. Tanpa ekspresi, tanpa perasaan, hanya senyum lebar yang menyeramkan.

“Mereka datang,” bisik sosok itu, suaranya terdengar seperti gema dari masa lalu yang jauh. “Dan kalian akan menjadi bagian dari eksperimen selanjutnya.”

Sebelum mereka bisa berlari, sosok itu meraih mereka, menutup jalan satu-satunya.

Mereka tidak pernah keluar dari labirin itu.

Beberapa bulan kemudian, sebuah tim penyelamat yang baru menemukan mereka. Di antara puing-puing kompleks bawah tanah itu, mereka menemukan rekaman video terakhir yang ditinggalkan oleh tim peneliti. Sebuah rekaman yang menunjukkan wajah Rina, Tom, dan Maya, terperangkap selamanya dalam sebuah eksperimen yang tidak pernah mereka pahami.

Dan di layar itu, suara yang datang dari mesin yang tidak bisa dijelaskan hanya berkata satu hal, “Eksperimen ini sudah selesai.”

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (1)
Rekomendasi dari Aksi
Flash
Labirin Bawah Tanah
Allamanda Cathartica
Flash
HITS
Affa Rain
Flash
BUKU TUA
Ahmad Karim
Skrip Film
CHERISH & RUELLE
Reiga Sanskara
Novel
Bronze
Mimpi dibalik layar
Bangbooszth
Flash
Pahlawan Tanpa Sejarah
Alwinn
Skrip Film
Hanya Cerita Sebuah Keluarga
Alim Alghani Achmad Winardi
Cerpen
Paradoks
Varenyni
Flash
Reverse # 3 : Gelombang
Yesno S
Novel
past in London life
Owl blue
Cerpen
Bronze
SRIGALA BERDZIKIR DI AKHIR WAKTU
Ranang Aji SP
Skrip Film
Lady Advocate (Script)
Didik Suharsono
Novel
Tolong Nafkahi Aku Mas
Ika Marisa
Flash
Hidung buntu
Mahmud
Skrip Film
THE REST OF THE FIGHTERS
Andri wananda
Rekomendasi
Flash
Labirin Bawah Tanah
Allamanda Cathartica
Cerpen
Bronze
Luca Matthijs van der Zee
Allamanda Cathartica
Flash
Bayangan Kasus 99
Allamanda Cathartica
Novel
Siluet Kematian
Allamanda Cathartica
Flash
Kasus 99
Allamanda Cathartica
Flash
Sandiwara Berdarah
Allamanda Cathartica
Cerpen
Bronze
Annelise van Dijk
Allamanda Cathartica
Flash
Refleksi Terakhir
Allamanda Cathartica
Flash
Jangan Percaya Siapa Pun
Allamanda Cathartica
Flash
Tamu Tak Diundang
Allamanda Cathartica