Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Tidak sesederhana sebuah ide di kepala. Bahkan ketika coba diimplementasikan itu malah menjadi sulit. Tapi ia tampaknya tidak menyerah. Meski yang ia lakukan hanya memutar - mutar pulpen kesayangannya.
Kasihan sekali temanku ini. Ia terlihat gusar. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Berusaha mencari ketenangan untuk membuat sebuah puisi romantis. Ia semakin panik. Sudah beberapa hari sejak saat itu.
Sembari bermain game bola di ponsel. Aku cermat mengamatinya. Ketika ia merangkai kata, ia terdistraksi dan terlihat lupa. Apalagi, sembari menulis banyak yang ia kerjakan. Mengantar makanan, mengganti air galon, mencuci piring, bahkan menjemur pakaian.
Ia menulis di sebuah leptop yang layarnya sudah bergaris. Sesekali aku mengejeknya guna mencairkan suasana.
Ia tidak termakan ejekanku. Katanya menulis bisa di mana saja. Bisa menggunakan ponsel juga secarik kertas.
Sudah lama sejak sahabatku berhenti menulis. Terakhir kali ia menulis dua tahun lalu untuk mengerjakan naskah skenario film. Namun semenjak tinggal di desa dan diterima kerja di sekolah ia tak punya banyak waktu untuk menulis. Alasan lain guna menutupi kesibukannya menaikkan level rank game bersamaku.
Kini ia berusaha menulis kembali. Saat aku berada di sampingnya, ia nampak serius mengetik banyak teks di leptop lemot itu. Ia meyakini seseorang akan kembali jadi penyair ketika jatuh cinta. Ia terus berusaha mendekati banyak gadis. Katanya perlu menebar beberapa jala agar mendapat ikan.
Anehnya, temanku tidaklah terlihat seperti penyair. Ia justru terlihat seperti lelaki bingung yang raganya di sini, tetapi pikirannya entah ke mana.
Ia menghapus lagi tulisannya yang sudah satu paragraf itu. Lalu menggantinya dengan teks yang lain. Meski kesulitan, mungkin ia memang berusaha membuat seorang gadis terkesan. Hanya saja kali ini ia mencoba sempurna.
Ia meliriku, lalu menutup layar leptopnya.
Merasa terganggu ia pindah ke kursi. Kali ini ia menggunakan ponselnya. Tampak sedikit lebih menjanjikan. Tangannya terus bergerak. Kecepatannya lebih baik di banding menulis di leptop tadi.
Aku mendekat, penasaran dengan apa yang ia tuliskan kali ini. Dengan segera ia mematikan layar ponselnya. Ia benar-benar tidak mau berbagi.
Ia yang semula duduk dengan sikap sempurna, kini mulai berbaring dan rebahan. Lucunya, ketika ia baru menulis beberapa teks, matanya yang semula berbinar perlahan mulai sayu. Lalu tertidur pulas.
Meski tidak berhasil dengan puisinya, dia mungkin berhasil menggerakkan dunia dengan dengkurannya.
Karena penasaran, ku coba buka aplikasi whatsapp di leptopnya. Ada dua pesan dari wanita berbeda. Satu dari Ayna dan kedua dari Leli.
Ayna
Maaf aku sudah punya calon. Kalo mau aku kenalkan ke teman dekatku. Dia juga nyari yang serius.
Leli
ka, aku udah punya pacar. Aku juga belum berencana menikah. Maaf ya ka. Semoga doa baik dari kaka berbalik.
Meski kutahan sesekali tawaku tetap ke luar. Berat sekali pundakmu kawan. Sepertinya tidur lebaik baik untukmu. Selamat beristirahat.
- Tamat