Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Thriller
KKSF #9 Lagu Terakhirmu
0
Suka
334
Dibaca

Aku tahu kau sedang melihatku. Melihat entah dari mana. Mungkin dari tempat yang sangat menyenangkan. Mungkin juga dari tempat yang lebih menyedihkan daripada ini.

Kepergianmu begitu cepat dan terlalu menyiksa. Namun, siksaan itu bukan pada dirimu. Melainkan padaku yang kau tinggal sendirian di sini. Bukankah kita sudah berjanji? Kau dan aku, bergandengan tangan, berjalan pelan dengan wajah tersenyum setelah aku mengucap janji suci itu. Kemudian, kita akan pergi ke tempat yang paling indah di dunia. Tempat favorit kita. Tempat yang dipenuhi pasir-pasir putih dan berhiaskan lautan biru yang terbentang luas sampai ke ujung tak terlihat.

Namun, akhirnya, aku hanya tercenung di sini. Di tempat menyesakkan ini. Sambil mendengarkan satu-satunya peninggalanmu. Sebuah lagu patah hati yang sangat cocok menggambarkan kondisiku kini.

Aku tak bisa lagi menahan air mataku. Payah, ya, aku ini. Kau, gadisku, selalu bilang kalau laki-laki itu tak boleh menangis. Tetapi kau tak pernah bilang kalau kehilangan itu rasanya sesakit ini. Asal kau tahu, kepergianmu itu meninggalkan luka yang keterlaluan rasa sakitnya. Jadi, biarkan aku menangis sekarang.

Seharusnya tak pernah ada rahasia di antara kita. Namun kau selalu menyembunyikan sesuatu itu dariku. Bahkan di saat-saat terakhir pun, kau tetap tak mau berkata sebenarnya padaku. Memangnya kau anggap apa aku ini?

Tak terasa, sudah kesembilan puluh sembilan kalinya suara merdumu berputar. Berusaha menyingkirkan kesunyian di tengah malam ini. Usaha yang takkan pernah berhasil tanpa kehadiranmu. Tetes demi tetes air pun jatuh dari langit, menyambut kali keseratus lagumu. Namun, entah kenapa, sekujur badanku terasa begitu panas sekarang. Pun bergetar bukan main seluruhnya.

Aku menengadah. Tersentak. Berteriak sambil kedua tangan meremas rambut sekuatnya. Rasa sakit pada relung hatiku sudah menjalar hingga ke otak. Kepalaku seperti siap meledak kapan saja.

Sementara lagumu tiba di bagian terbaiknya, tetes-tetes air di luar sana semakin deras bercucuran. Guntur pun menyambar tak mau kalah, menyerukan suara menggelegar. Pun suara merdumu yang berubah parau, seakan memarahiku yang masih meringis sendu.

Hentikan.

Aku tahu kau sedang melihatku. Melihat dari lagu terakhirmu. Kuyakin kalau sekarang kau berada di tempat yang jauh lebih menyedihkan daripada ini. Aku tertawa getir, berusaha menikmati rasa sakitnya.

Memori-memori indah tentangmu menyeruak dari relung hati terdalamku. Satu per satu menghantam pikiranku, mengikuti irama lagumu. Tidak ada yang salah dengan itu, aku menyukainya. Namun tidak dengan caramu kini menatapku.

Di tengah kesendirian ini, sengaja aku mematikan semua terang. Menyisakan cahaya bulan yang menyusup enggan lewat jendela. Biar begitu, kedua mata ini tak dapat berbohong. Kebencian bergelora dari tatapanmu.

Hentikan.

Lagumu yang keseratus tiga terlalu bergema, hingga menusuk kedua gendang telinga. Aku menutupnya. Namun terlalu tajam suara itu hingga menembus telapak tanganku. Meraunglah aku. Bukan main rasa sakitnya.

Kuyakin kalau lantunan lagumu bukanlah seperti ini. Ini terlalu menyiksa. Bahkan lebih menyiksa daripada kehilanganmu. Ini terlalu tajam. Bahkan lebih tajam dari bilah pisau yang tepat menusuk jantungmu.

Oh, mengingat tajamnya pisau itu membuatku tubuhku kian bergetar. Aku meraung lagi. Teringat kembali saat cairan merah itu menembus piyama putihmu. Lalu gema jantungku bergemuruh. Begitu cepat. Begitu keras. Begitu panas.

Hentikan!

Memori-memori indah tentangmu perlahan lenyap entah ke mana, berganti satu tragedi berdarah itu. Tangisku pecah lagi. Berkali-kali aku menampar pipi ini hingga mengenai hidung. Lalu tetesan darah mengalir dari sana. Tak ingin aku mengingat lagi tragedi itu, tapi lagu terakhirmu seakan memaksaku. Lagu yang bahkan tak terdengar oleh orang lain selain aku. Lagu yang hanya ada di dalam pikiranku.

Aku tak bisa menghentikannya. Walau acapkali kedua tanganku yang mengepal juga memukul-mukul kepala ini. Pun dengan tragedi berdarah yang berputar semakin cepat dan berulang-ulang di otakku.

Kubilang hentikan!

Kepergianmu begitu cepat. Secepat kau memulai semua itu. Akhirnya aku mengingat apa yang telah kau perbuat. Yang membuatku harus rela kehilanganmu. Alasan tragedi berdarah itu terjadi. Alasanku melakukan … oh, singkirkan tatapan itu!

Ini semua salahmu. Akan kubuat dia bertemu lagi denganmu. BERTEMU DI NERAKA![]

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Thriller
Flash
KKSF #9 Lagu Terakhirmu
Adnan Fadhil
Novel
The Copycat
Claresta Elysia
Komik
Bronze
Where Are You
its RAP
Flash
ANOMALI
Mr. Nobody
Skrip Film
El Jamal : Kota, Darah, & Kejahatan Di Dalamnya
Bruno
Flash
PIL-KA-DES
M. Yofi Prayoga
Novel
Hocus-Pocus: Kebenaran yang Tersembunyi
Febri Purwantini
Novel
Meja Bundar
Hendra Purnama
Flash
Kemah dan Air Mata
Adnan Fadhil
Novel
Kami (bukan) Tinta Berdasi
Martha Z. ElKutuby
Novel
Gold
The Woman in the Window
Noura Publishing
Novel
Blind And Bad Rivalry
Madina_hld
Novel
Bronze
ARSENIK
Dito Aditia
Skrip Film
WELCOME HOME
Ahmad Gali Prayoga Nasution
Cerpen
Papa Gue GENDERUWO
Teguh Santoso
Rekomendasi
Flash
KKSF #9 Lagu Terakhirmu
Adnan Fadhil
Flash
Kemah dan Air Mata
Adnan Fadhil
Cerpen
Bronze
KKSF #5 Desir Angin, Gemuruh, Langkah Kaki
Adnan Fadhil
Flash
Sungguh
Adnan Fadhil
Cerpen
Nama Kode: B-5
Adnan Fadhil
Cerpen
Rahasia Kotak Perhiasan
Adnan Fadhil
Novel
Bronze
Lukisan Kematian
Adnan Fadhil
Cerpen
Bronze
KKSF #7 Dalam Keputusasaan
Adnan Fadhil
Cerpen
Bronze
KKSF #1 Cermin Pengulang Takdir
Adnan Fadhil
Flash
Boo si Boneka Kelinci
Adnan Fadhil
Flash
Santap Malam Terakhir
Adnan Fadhil
Cerpen
Bronze
Tragedi yang Indah
Adnan Fadhil
Novel
Memori Berdarah
Adnan Fadhil
Flash
Buku Harian Nana
Adnan Fadhil
Cerpen
KKSF #3 Mahakarya Terakhir
Adnan Fadhil