Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Nita, gadis kecil berusia 7 tahun, sedang duduk-duduk di teras bersama dengan kakaknya, Fajar. Sang kakak sedang sibuk membaca komik, sedangkan Nita hanya bermain-main dengan boneka kelincinya.
“Nita, apakah kamu tahu benda tertajam di dunia?” tiba-tiba Fajar bertanya.
Nita tersentak. Dia berpikir sebentar, lalu menjawab, “Tahu, Mas. Jawabannya pisau.”
“Ups, salah,” Fajar menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Kalau begitu… kapak.”
“Salah juga.”
“Gergaji?”
“Masih salah, Nita.”
“Apa, yaa? Hmm… jawabannya pasti gunting!”
“Salah.”
“Aduh, yang benar apa, dong, Mas Fajar? Nita menyerah, deh!”
“Oke,” sahut Fajar sembari menutup komiknya. “Mau tahu jawabannya?”
“Iya,” ujar Nita bersemangat.
“Jawabannya… mulut!”
“Haah? Kok, mulut? Mulut, kan, anggota tubuh, bukan benda!”
“Hihihi… kali ini kamu benar. Mulut memang bukan benda, tapi mulut diibaratkan seperti setajam pisau. Paham maksudku?”
Nita menggeleng kuat-kuat sampai kedua kuncirnya saling terkait.
“Nita pernah, tidak, diejek sama teman di sekolah?” tanya Fajar.
“Iya, sih, pernah. Dulu, sewaktu awal-awal masuk SD. Nita diejek sama teman laki-laki Nita karena wajah Nita punya banyak bintik-bintik. Kata mereka, rambut Nita yang dikuncir dua juga jelek, seperti… culun,” jelas Nita.
“Nah, betul, kan? Mulut seseorang itu sangatlah tajam seperti pisau. Bahkan, bisa lebih tajam dari pisau, kapak, dan lain sebagainya. Mulut itu mengeluarkan kata-kata yang menusuk hati kita. Sama seperti pisau, yang bisa menusuk atau membunuh orang dengan sekali tancap.”
Nita mengangguk-angguk pelan. Dipeluknya bonekanya lebih erat.
“Tidak jarang kata-kata itu membuat kita frustrasi atau stres. Bahkan, sampai ada yang bunuh diri gara-gara diejek,” tambah Fajar.
“Mas, semua itu sama dengan bullying, ya?” tanya Nita.
“Iya, benar. Bullying atau perundungan itu sangat berbahaya, loh, Nita. Hal itu bisa merugikan orang lain, bahkan mencelakai. Nita pernah, tidak, dirundung pakai kekerasan?” ucap Fajar.
“Tidak pernah, tapi kalau pakai kata-kata iya,” sahut Nita dengan suaranya yang mungil.
“Nah, mau pakai kekerasan, mau pakai kata-kata, sama semua. Kita tidak boleh mem-bully seseorang hanya karena dia berbeda dari kita. Walaupun niatnya bercanda, tetapi itu bisa melukai hati seseorang,” lanjut Fajar. “Ada contoh lain dari bullying. Kamu tahu media sosial, kan? Seperti Tiktok, Instagram, Facebook, dan sebagainya.”
“Tahu, tahu,” balas Nita.
“Orang itu bisa saja mengeluarkan komentar jelek yang hanya akan menjatuhkan harga diri seseorang. Nita tahu kegiatan kita selama liburan, yakni rekreasi ke pantai?”
“Tahu. Kita berenang-renang sampai ke lautnya, terus Mas Fajar terpeleset. Untungnya ada pemandu wisata yang menolong Mas Fajar.”
“Iya, betul. Rekaman saat aku jatuh itu ternyata ada, dan semua videonya aku posting di Tiktok. Tahu apa balasan netizen?”
“Tidak.”
“Mereka bilang, ‘Kenapa kamu tidak hati-hati, sih, Dik? Berenang di laut saja tidak becus!’.”
“Aduh, jahatnya!” seru Nita agak marah. “Tapi… bukannya itu namanya kritik, ya? Mas pernah bilang begitu.”
“Iya, itu namanya kritik, Nita. Tetapi, jangan sampai kritik itu menyakiti hati orang lain. Mengkritik seseorang itu harus dengan sopan, supaya orang itu mau belajar dari kesalahannya dengan baik-baik,” kata Fajar sambil tersenyum.
“Ooh… oke, oke, Nita paham. Ngngng… Mas, kalau menggosipi seseorang itu termasuk… perundungan juga, ya?”
“Iya. Bullying dengan kata-kata itu disebut bullying verbal. Menggosipi seseorang, mengejek, memfitnah, mengolok-olok, mengancam, itu semua masuk perundungan. Kekerasan fisik juga. Pokoknya Nita hati-hati saja, jangan sampai ada yang melukai hati Nita atau mencelakai Nita. Paham?”
“Ya, ya, Nita paham,” sahut Nita. “Terima kasih penjelasannya, ya, Pak Guru! Nita paham, kok!”
“Enak saja! Aku bukan guru. Aku cuma kakakmu!” Fajar pun mengulurkan tangan, hendak mencubit paha Nita.
“Eits, tidak boleh mencubit, ya. Kan, itu termasuk bullying. Pak Guru ini bagaimana, sih, lupa sama nasihatnya sendiri!” Nita menghindar, sambil menepis tangan kakaknya.
“Dasar!” seru Fajar sambil tersenyum malu.