Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Religi
REMBULAN BERGARIS DAHAN
0
Suka
786
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Rembulan bergaris dahan. Abdun melihatnya pada amben bambu di bawah pohon kersen depan rumah. Wujudnya yang purnama bersama benderang cahaya, menciptakan bayang-bayang segala yang dikenainya di permukaan tanah.

Memperhatikan bayang dedaunan digoyangkan angin, Abdun teringat pada rekaman pagelaran wayang kulit yang biasa ditontonnya melalui siaran televisi lokal. Dan tadi, “Jimat Kalimasada” adalah lakon yang baru saja ditontonnya. Kini, entah lakon apa yang dimainkan oleh bayang-bayang di pelataran rumahnya itu. Tak ada suara manusia—ki dalang—memainkan cerita. Hanya suara berulang jangkrik yang meng-krik di sunyi malam, serta desir angin menebar dingin.

Menyudahi imajinasinya mencari lakon dari bayang-bayang itu, Abdun pun tersenyum. Seperti menertawakan diri sendiri.

“Menungso… menungso…” katanya di sela dengus tawa. “Ah, ada-ada saja…”

Akan tetapi, agaknya memang demikianlah manusia. Makhluk yang suka mengada-adakan. Suka aneh-aneh. Suka dan selalu berusaha menafsirkan segala suatu yang disaksikan dalam hidupnya. Laiknya Abdun yang berusaha memaknai bayang-bayang dedaunan yang bergoyang.

Kalau saja apa yang dilakukan ini diketahui istrinya, pasti dia akan menertawakan Abdun. Mungkin juga akan berkata: “Kok aneh-aneh panjenengan. Yang pasti, bayang-bayang itu ada karena ada cahaya purnama, ada hembusan angin, ada daun-daun, dan ada permukaan tanah.”

Kemudian, barangkali Abdun akan menanggapinya, “Yah, kalau itu sudah tahu saya…”

“Lha, terus… apa?!”

“Itu membuktikan bahwa suamimu ini kreatip…”

“Kreatif apa mengada-ada?!” Istrinya tertawa. Menggodanya dengan canda.

“Lho, malah ngajak pringisan.” Abdun sebal dalam pura-pura.

“Nggih, sampun. Tapi, empun jeruh-jeruh… —Ya, sudah. Tapi, jangan terlalu dalam…—

“Enak jeruh. Lebih terasa.”

“Maksudnya…. biar nggak kesambet,” jelas istrinya tertawa nyekikik. Lantas ngelonyor masuk rumah.

“Wee…, ngajak gulat ini…”

Akan tetapi, tidak. Istri dan kedua anaknya telah tidur ketika Abdun memindah channel televisi untuk menonton wayang. Tadi, sekitar pukul sembilan malam. Dan kini, waktu telah jatuh dari tengah malam. (*)

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Religi
Flash
REMBULAN BERGARIS DAHAN
Syauqi Sumbawi
Flash
Bronze
Berhati Emas
Dewi Fortuna
Novel
Gold
Di Bawah Bendera Sarung
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Ayat Cinta sang Mawar Putih
Icha Azzahra
Novel
Gold
Psikologi Kebahagiaan
Noura Publishing
Flash
Sang Pemanggil
Andriyana
Novel
Gold
Melampaui Mimpi Bersama Anies Baswedan Twitterland
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Bidadari Kiriman Tuhan
Nurhidayah Ade Triana
Novel
Gold
Bisnis ala Nabi: Teladan Rasulullah Saw. dalam Berbisnis
Bentang Pustaka
Novel
Gold
Love & Happiness
Mizan Publishing
Novel
Izinkan Aku Menjadi ImamMu
Amalia Nur Hidayah
Novel
SAYAP-SAYAP DOA
Fendi Hamid
Novel
Gold
Cinta Dalam Diam
Coconut Books
Novel
Gold
No More Broken Heart
Mizan Publishing
Flash
Makam Pahlawan
Noor Kayyis
Rekomendasi
Flash
REMBULAN BERGARIS DAHAN
Syauqi Sumbawi
Novel
Bronze
Waktu; di pesisir utara
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Bronze
Kado Spesial
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Laki-laki dari Pulau Salju
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Di Ombak Pasir Papuma
Syauqi Sumbawi
Flash
NING NONG NING GUNG
Syauqi Sumbawi
Flash
Ayat-ayat Kopi, yang pekat lagi nikmat
Syauqi Sumbawi
Flash
TAFSIR POHON CEMARA
Syauqi Sumbawi
Flash
SETEGUH POHON DI SEPANJANG TEPIAN SUNGAI
Syauqi Sumbawi
Flash
ZIARAH LORONG ASING
Syauqi Sumbawi
Flash
LANGGAR MBAH MAD
Syauqi Sumbawi
Flash
SEBUAH KORAN HALAMANNYA TERBUKA
Syauqi Sumbawi
Flash
PADA KORIDOR, KENANGAN DAN KEYAKINAN TERGAMBAR
Syauqi Sumbawi
Flash
GERAK DALAM KABUT
Syauqi Sumbawi
Novel
9
Syauqi Sumbawi