Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Religi
REMBULAN BERGARIS DAHAN
0
Suka
4
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Rembulan bergaris dahan. Abdun melihatnya pada amben bambu di bawah pohon kersen depan rumah. Wujudnya yang purnama bersama benderang cahaya, menciptakan bayang-bayang segala yang dikenainya di permukaan tanah.

Memperhatikan bayang dedaunan digoyangkan angin, Abdun teringat pada rekaman pagelaran wayang kulit yang biasa ditontonnya melalui siaran televisi lokal. Dan tadi, “Jimat Kalimasada” adalah lakon yang baru saja ditontonnya. Kini, entah lakon apa yang dimainkan oleh bayang-bayang di pelataran rumahnya itu. Tak ada suara manusia—ki dalang—memainkan cerita. Hanya suara berulang jangkrik yang meng-krik di sunyi malam, serta desir angin menebar dingin.

Menyudahi imajinasinya mencari lakon dari bayang-bayang itu, Abdun pun tersenyum. Seperti menertawakan diri sendiri.

“Menungso… menungso…” katanya di sela dengus tawa. “Ah, ada-ada saja…”

Akan tetapi, agaknya memang demikianlah manusia. Makhluk yang suka mengada-adakan. Suka aneh-aneh. Suka dan selalu berusaha menafsirkan segala suatu yang disaksikan dalam hidupnya. Laiknya Abdun yang berusaha memaknai bayang-bayang dedaunan yang bergoyang.

Kalau saja apa yang dilakukan ini diketahui istrinya, pasti dia akan menertawakan Abdun. Mungkin juga akan berkata: “Kok aneh-aneh panjenengan. Yang pasti, bayang-bayang itu ada karena ada cahaya purnama, ada hembusan angin, ada daun-daun, dan ada permukaan tanah.”

Kemudian, barangkali Abdun akan menanggapinya, “Yah, kalau itu sudah tahu saya…”

“Lha, terus… apa?!”

“Itu membuktikan bahwa suamimu ini kreatip…”

“Kreatif apa mengada-ada?!” Istrinya tertawa. Menggodanya dengan canda.

“Lho, malah ngajak pringisan.” Abdun sebal dalam pura-pura.

“Nggih, sampun. Tapi, empun jeruh-jeruh… —Ya, sudah. Tapi, jangan terlalu dalam…—

“Enak jeruh. Lebih terasa.”

“Maksudnya…. biar nggak kesambet,” jelas istrinya tertawa nyekikik. Lantas ngelonyor masuk rumah.

“Wee…, ngajak gulat ini…”

Akan tetapi, tidak. Istri dan kedua anaknya telah tidur ketika Abdun memindah channel televisi untuk menonton wayang. Tadi, sekitar pukul sembilan malam. Dan kini, waktu telah jatuh dari tengah malam. (*)

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Religi
Flash
REMBULAN BERGARIS DAHAN
Syauqi Sumbawi
Novel
I Drew the Lines in the Sky
Irna Gayatri
Novel
FII AMANILLAH
Husnulispedia
Novel
Bronze
Sekisah tentang Mualim dengan Fatimah
Andriyana
Novel
Gold
Merajut Rahmat Cinta
Bentang Pustaka
Cerpen
Bronze
Perahu Nuh
Bisma Lucky Narendra
Flash
MENJADI MANUSIA
Siti Sarah Madani
Novel
Bronze
Katamu Aku Cantik
Farida Zulkaidah Pane
Novel
Senja di Istanbul
Mellyana Dhian
Novel
Gold
On the Way to Jannah
Bentang Pustaka
Novel
Bronze
Senandung Bukit Cinta
Dudun Parwanto
Flash
Bronze
Ramadhan Sederhana
Budi Sunarko
Cerpen
Di Akhir Bulan Fitri
Dwiend
Novel
Cokelat dan Arloji
Respati
Novel
Ayam Kampus Story
Sukma Maddi
Rekomendasi
Flash
REMBULAN BERGARIS DAHAN
Syauqi Sumbawi
Novel
Dunia Kecil; panggung & omongkosong
Syauqi Sumbawi
Flash
LANGGAR MBAH MAD
Syauqi Sumbawi
Flash
TAFSIR POHON CEMARA
Syauqi Sumbawi
Novel
Waktu; di pesisir utara
Syauqi Sumbawi
Novel
9
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Di Ombak Pasir Papuma
Syauqi Sumbawi
Flash
ZIARAH LORONG ASING
Syauqi Sumbawi
Flash
SETEGUH POHON DI SEPANJANG TEPIAN SUNGAI
Syauqi Sumbawi
Flash
NING NONG NING GUNG
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Laki-laki dari Pulau Salju
Syauqi Sumbawi
Flash
GERAK DALAM KABUT
Syauqi Sumbawi
Flash
PADA KORIDOR, KENANGAN DAN KEYAKINAN TERGAMBAR
Syauqi Sumbawi