Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Religi
REMBULAN BERGARIS DAHAN
0
Suka
1,111
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Rembulan bergaris dahan. Abdun melihatnya pada amben bambu di bawah pohon kersen depan rumah. Wujudnya yang purnama bersama benderang cahaya, menciptakan bayang-bayang segala yang dikenainya di permukaan tanah.

Memperhatikan bayang dedaunan digoyangkan angin, Abdun teringat pada rekaman pagelaran wayang kulit yang biasa ditontonnya melalui siaran televisi lokal. Dan tadi, “Jimat Kalimasada” adalah lakon yang baru saja ditontonnya. Kini, entah lakon apa yang dimainkan oleh bayang-bayang di pelataran rumahnya itu. Tak ada suara manusia—ki dalang—memainkan cerita. Hanya suara berulang jangkrik yang meng-krik di sunyi malam, serta desir angin menebar dingin.

Menyudahi imajinasinya mencari lakon dari bayang-bayang itu, Abdun pun tersenyum. Seperti menertawakan diri sendiri.

“Menungso… menungso…” katanya di sela dengus tawa. “Ah, ada-ada saja…”

Akan tetapi, agaknya memang demikianlah manusia. Makhluk yang suka mengada-adakan. Suka aneh-aneh. Suka dan selalu berusaha menafsirkan segala suatu yang disaksikan dalam hidupnya. Laiknya Abdun yang berusaha memaknai bayang-bayang dedaunan yang bergoyang.

Kalau saja apa yang dilakukan ini diketahui istrinya, pasti dia akan menertawakan Abdun. Mungkin juga akan berkata: “Kok aneh-aneh panjenengan. Yang pasti, bayang-bayang itu ada karena ada cahaya purnama, ada hembusan angin, ada daun-daun, dan ada permukaan tanah.”

Kemudian, barangkali Abdun akan menanggapinya, “Yah, kalau itu sudah tahu saya…”

“Lha, terus… apa?!”

“Itu membuktikan bahwa suamimu ini kreatip…”

“Kreatif apa mengada-ada?!” Istrinya tertawa. Menggodanya dengan canda.

“Lho, malah ngajak pringisan.” Abdun sebal dalam pura-pura.

“Nggih, sampun. Tapi, empun jeruh-jeruh… —Ya, sudah. Tapi, jangan terlalu dalam…—

“Enak jeruh. Lebih terasa.”

“Maksudnya…. biar nggak kesambet,” jelas istrinya tertawa nyekikik. Lantas ngelonyor masuk rumah.

“Wee…, ngajak gulat ini…”

Akan tetapi, tidak. Istri dan kedua anaknya telah tidur ketika Abdun memindah channel televisi untuk menonton wayang. Tadi, sekitar pukul sembilan malam. Dan kini, waktu telah jatuh dari tengah malam. (*)

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Religi
Flash
REMBULAN BERGARIS DAHAN
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Bronze
Mikhaila
Xavier Benedick
Novel
Bronze
Manusia Yang Telah Ditakdirkan
Relung Fajar Sukmawati
Flash
Bronze
Lingkaran Bodoh dan Sikap Apatis Tanpa Titik
Bai Ruindra
Novel
Dua surat cahaya
ani__sie
Novel
Balerina yang Kesepian
Chely Nizwar
Flash
Bronze
Semua Hari Baik
Sulistiyo Suparno
Novel
Gold
KHADIJAH:PEREMPUAN TELADAN SEPANJANG MASA (REPUBLISH)
Mizan Publishing
Flash
Rumah Besar Di Surga
Vitri Dwi Mantik
Skrip Film
Nirwana Pratima
Gombalamoh
Novel
LE SOLEIL DE MA VIE
Ravistara
Novel
Bronze
Gadis Kolong Sampah
Kuni 'Umdatun Nasikah
Cerpen
Kisah kucing yang Malang , pengorbanan yang tak terlihat
MUHAMMAD ROFIK
Flash
Manusia
Mahmud
Novel
Bronze
Cinta Tanpa Kata
Nita Permata Sari
Rekomendasi
Flash
REMBULAN BERGARIS DAHAN
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Di Ombak Pasir Papuma
Syauqi Sumbawi
Flash
LANGGAR MBAH MAD
Syauqi Sumbawi
Flash
ZIARAH LORONG ASING
Syauqi Sumbawi
Novel
Bronze
Waktu; di pesisir utara
Syauqi Sumbawi
Flash
SETEGUH POHON DI SEPANJANG TEPIAN SUNGAI
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Bronze
Kado Spesial
Syauqi Sumbawi
Flash
NING NONG NING GUNG
Syauqi Sumbawi
Flash
Ayat-ayat Kopi, yang pekat lagi nikmat
Syauqi Sumbawi
Flash
PADA KORIDOR, KENANGAN DAN KEYAKINAN TERGAMBAR
Syauqi Sumbawi
Flash
TAFSIR POHON CEMARA
Syauqi Sumbawi
Flash
SEBUAH KORAN HALAMANNYA TERBUKA
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Laki-laki dari Pulau Salju
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Saya Telah Difitnah
Syauqi Sumbawi
Flash
GERAK DALAM KABUT
Syauqi Sumbawi