Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Religi
GERAK DALAM KABUT
2
Suka
194
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Usai hujan sepanjang malam, pagi tergelar juga di luar pintu. Selain dingin, Abdun mendapati jejaknya di udara. Entah, berapa liter air menguap dan merendah sebagai kabut. Meskipun jangkauan mata menciut, namun hal itu bukan masalah bagi Abdun. Tak perlu baginya mencari dan menyalakan lampu kabut. Karena dia tahu, itu hanya akan sia-sia. Lantaran barang itu belum pernah ada tersimpan di rumahnya.

Tak perlu juga menyalakan mesin sepedamotor butut. Lantas mengendarainya dengan tarikan kuat-kuat pada gas. Menembus dingin di permukaan aspal jalan yang menggigil. Ke kota hanya untuk membeli kacamata kabut. Tak perlu. Selain tak pernah terekam dalam daftar pengeluaran tak terduga—yang biasanya ditambal dengan menjual kambing—, pasar dan toko-toko di kota umumnya masih belum buka. Namun yang terpenting dari semuanya, Abdun merasa kedua matanya sehat dan baik-baik saja.

Yah, tak ada yang rumit dalam kabut. Tak ada yang perlu dibesar-besarkan secara keterlaluan dari semua kejadian. Sederhana saja. Proporsional, demikian istilah populernya. Karena itu, Abdun pun menikmatinya.

Kabut yang jarang-jarang tergelar di hadapannya. Menyamarkan pepohonan, pematang sawah, dan segala yang setiap hari dilihatnya. Kini, semua itu muncul dalam ingatannya. Melompat-lompat, menjangkau sebuah kalimat. Mengingatkan pada ungkapan Mbah Mad, gurunya, yang kerap diulang-ulang.

“Kalam Tuhan tak pernah berhenti. Maka pandanglah semuanya sebagai ayat.”

Lantas, untuk siapakah semua ayat ini?! Apa hakikat dan tujuannya?!

***

Perlahan kabut mengudar. Tak jauh dari arah depan, Abdun melihat Mbah Saleh dan istrinya tengah berjalan menyusuri pematang sawah. Entah, apa tujuan sepasang kakek-nenek berusia tujuhpuluh tahun plus itu. Setiap hari selalu pergi ke sawah. Pagi-pagi selalu. Berjibaku dengan lumpur. Juga, dengan bongkah.

Abdun tahu. Semua anak dari keduanya telah menjadi “orang” di luar kota. Setiap lebaran, mereka pulang dengan mobil sendiri-sendiri. Setiap bulan, tak lupa mengirim uang untuk kedua orang tua. Bahkan, tak jarang mereka ber-infaq untuk biaya pembangunan masjid dan mushala di kampung halaman.

Ah, mungkin bagi keduanya, bekerja di sawah adalah gerak dan penyaksian dalam hidupnya. Terlebih di sepuh usia. Demikian, gumam Abdun. Terdiam dengan pikiran yang masih menduga-duga. (*)

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Religi
Flash
GERAK DALAM KABUT
Syauqi Sumbawi
Novel
Gue Santri
Fitriani
Flash
Bronze
Sebutir Kurma dan Seorang Pencuri Kesiangan
Abdi Husairi Nasution
Novel
Bronze
Grace
Nuel Lubis
Novel
Gold
Menyusuri Jalan Cahaya
Bentang Pustaka
Cerpen
Bronze
Sobrot
Dewanto Amin Sadono
Novel
Gold
Cinta yang Seharusnya
Mizan Publishing
Novel
Gold
Slilit Sang Kiai
Mizan Publishing
Novel
Gold
Islam Itu Ramah Bukan Marah
Noura Publishing
Cerpen
Bronze
History of A City
DMRamdhan
Cerpen
Bronze
Syahid Tak Bernama
Oyenoyenmpus
Cerpen
Perjalanan Hidup
Erlani Puspita
Novel
Bronze
RANGGAS
Abdul Khalim
Skrip Film
Sang Avonturir Nihilisme
KOJI
Novel
Bahasa Langit
Syafi'ul Mubarok
Rekomendasi
Flash
GERAK DALAM KABUT
Syauqi Sumbawi
Novel
9
Syauqi Sumbawi
Novel
Bronze
Waktu; di pesisir utara
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Laki-laki dari Pulau Salju
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Di Ombak Pasir Papuma
Syauqi Sumbawi
Flash
TAFSIR POHON CEMARA
Syauqi Sumbawi
Flash
ZIARAH LORONG ASING
Syauqi Sumbawi
Novel
Bronze
Dunia Kecil; panggung & omongkosong
Syauqi Sumbawi
Flash
NING NONG NING GUNG
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Bronze
Kado Spesial
Syauqi Sumbawi
Flash
LANGGAR MBAH MAD
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Saya Telah Difitnah
Syauqi Sumbawi
Flash
SEBUAH KORAN HALAMANNYA TERBUKA
Syauqi Sumbawi
Flash
SETEGUH POHON DI SEPANJANG TEPIAN SUNGAI
Syauqi Sumbawi
Flash
Ayat-ayat Kopi, yang pekat lagi nikmat
Syauqi Sumbawi