Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Religi
GERAK DALAM KABUT
2
Suka
236
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Usai hujan sepanjang malam, pagi tergelar juga di luar pintu. Selain dingin, Abdun mendapati jejaknya di udara. Entah, berapa liter air menguap dan merendah sebagai kabut. Meskipun jangkauan mata menciut, namun hal itu bukan masalah bagi Abdun. Tak perlu baginya mencari dan menyalakan lampu kabut. Karena dia tahu, itu hanya akan sia-sia. Lantaran barang itu belum pernah ada tersimpan di rumahnya.

Tak perlu juga menyalakan mesin sepedamotor butut. Lantas mengendarainya dengan tarikan kuat-kuat pada gas. Menembus dingin di permukaan aspal jalan yang menggigil. Ke kota hanya untuk membeli kacamata kabut. Tak perlu. Selain tak pernah terekam dalam daftar pengeluaran tak terduga—yang biasanya ditambal dengan menjual kambing—, pasar dan toko-toko di kota umumnya masih belum buka. Namun yang terpenting dari semuanya, Abdun merasa kedua matanya sehat dan baik-baik saja.

Yah, tak ada yang rumit dalam kabut. Tak ada yang perlu dibesar-besarkan secara keterlaluan dari semua kejadian. Sederhana saja. Proporsional, demikian istilah populernya. Karena itu, Abdun pun menikmatinya.

Kabut yang jarang-jarang tergelar di hadapannya. Menyamarkan pepohonan, pematang sawah, dan segala yang setiap hari dilihatnya. Kini, semua itu muncul dalam ingatannya. Melompat-lompat, menjangkau sebuah kalimat. Mengingatkan pada ungkapan Mbah Mad, gurunya, yang kerap diulang-ulang.

“Kalam Tuhan tak pernah berhenti. Maka pandanglah semuanya sebagai ayat.”

Lantas, untuk siapakah semua ayat ini?! Apa hakikat dan tujuannya?!

***

Perlahan kabut mengudar. Tak jauh dari arah depan, Abdun melihat Mbah Saleh dan istrinya tengah berjalan menyusuri pematang sawah. Entah, apa tujuan sepasang kakek-nenek berusia tujuhpuluh tahun plus itu. Setiap hari selalu pergi ke sawah. Pagi-pagi selalu. Berjibaku dengan lumpur. Juga, dengan bongkah.

Abdun tahu. Semua anak dari keduanya telah menjadi “orang” di luar kota. Setiap lebaran, mereka pulang dengan mobil sendiri-sendiri. Setiap bulan, tak lupa mengirim uang untuk kedua orang tua. Bahkan, tak jarang mereka ber-infaq untuk biaya pembangunan masjid dan mushala di kampung halaman.

Ah, mungkin bagi keduanya, bekerja di sawah adalah gerak dan penyaksian dalam hidupnya. Terlebih di sepuh usia. Demikian, gumam Abdun. Terdiam dengan pikiran yang masih menduga-duga. (*)

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Religi
Flash
GERAK DALAM KABUT
Syauqi Sumbawi
Novel
KARYA-NYA KONTRIBUTOR NURANIKU: Edisi 2023
Nuraniku UNJ
Flash
Sabar
Lia
Novel
Feeling of Being an Enemy
AivAtko31
Novel
Menjemput Cinta
Daud Farma
Cerpen
Undangan Misterius Kazumi Untuk Hiroshi
Hadis Mevlana
Skrip Film
Melamar Mas Ammar (Script)
Sri Sulastri
Novel
PECI HAJI... (sujud sunyi sang birokrat)
Riyanto El Harist
Novel
PEREMPUAN SURGAWI
ChumeyOks
Novel
Tuhan di Persimpangan Jalan
Endang Hadiyanti
Novel
Gold
Pemimpin yang Tuhan
Bentang Pustaka
Novel
Bronze
Temaram: Ada Cinta di Balik Cinta!
Imajinasiku
Novel
Gold
Sinau Bareng Markesot (Daur VII)
Bentang Pustaka
Novel
Gold
Kuntum-Kuntum Surga
Mizan Publishing
Cerpen
Bronze
Tidak Mengenal Usia
Rafi Asamar Ahmad
Rekomendasi
Flash
GERAK DALAM KABUT
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Bronze
Kado Spesial
Syauqi Sumbawi
Novel
Bronze
Waktu; di pesisir utara
Syauqi Sumbawi
Flash
NING NONG NING GUNG
Syauqi Sumbawi
Flash
Ayat-ayat Kopi, yang pekat lagi nikmat
Syauqi Sumbawi
Flash
SEBUAH KORAN HALAMANNYA TERBUKA
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Di Ombak Pasir Papuma
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Laki-laki dari Pulau Salju
Syauqi Sumbawi
Flash
TAFSIR POHON CEMARA
Syauqi Sumbawi
Flash
LANGGAR MBAH MAD
Syauqi Sumbawi
Flash
REMBULAN BERGARIS DAHAN
Syauqi Sumbawi
Flash
ZIARAH LORONG ASING
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Saya Telah Difitnah
Syauqi Sumbawi
Flash
SETEGUH POHON DI SEPANJANG TEPIAN SUNGAI
Syauqi Sumbawi
Flash
PADA KORIDOR, KENANGAN DAN KEYAKINAN TERGAMBAR
Syauqi Sumbawi