Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Pesawat yang Melintas di Depan Jendelaku
1
Suka
681
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Saat itu usiaku belum genap empat tahun, ketika sebuah pesawat terbang cepat menuju jendela dan menghantam wajahku. Tak menangis, alih-alih aku bahagia. Rasa sakit yang teramat sangat tiba-tiba hilang. Pesawat yang sering kulihat tampak kecil dari jauh ternyata benar-benar kecil seukuran telapak tangan bapakku. Pesawat itu kusimpan sebagai kebanggaanku.

***

"Brmmm ... Ngennggg." Mulutku terus berceloteh menirukan suara yang pernah kudengar dari luar jendela sambil menunggu Bapak pulang.

Bapak pergi pagi pulang sudah gelap. Setiap hari meninggalkanku dalam kesepian. Pernah suatu saat aku protes tentang keadaan ini.

"Bapak, kenapa kita terus di sini?" tanyaku.

"Karena di sinilah rumah kita." Selalu seperti itulah jawaban Bapak.

"Pak, di bawah sana aku sering melihat anak kecil bermain. Aku boleh ikut gak?"

"Hanya di sini tempat yang aman buat kita."

Semenjak dilahirkan tak ada kebahagiaan lain selain melihat pesawat melintas di depan jendelaku. Suaranya gagah menderu menerbangkan imajinasiku -- kira-kira mahluk seperti apa di dalamnya. Mungkinkah isinya adalah sekumpulan jin sehingga membuat benda itu mampu terbang tinggi. Otakku yang terjebak dalam ruang gelap tak mampu mencernanya.

Sama gelapnya dengan ruangan di balik pintuku. Lorong panjang dan kamar-kamar tak berpenghuni membuatku enggan untuk melaluinya. Bapak memang selalu berpesan supaya aku tidak keluar dari kamar. Selain gelap dan kotor, tangga menuju lantai satu sudah banyak yang rusak. Padahal sebenarnya yang ingin Bapak ungkapkan, dunia luar kejam. Bapak sering pulang dengan tergesa dan ketakutan. Wajah lelah penuh peluh adalah warna dari hari-harinya.

Sekali waktu, Bapak pulang dengan semangat. Membawa sebungkus kebahagiaan untuk kami nikmati semalaman. Lain waktu, hanyalah ketakutan dan kelelahan. Lalu pulang dengan terlambat dan pada akhirnya tidak pulang sama sekali. Entah ke mana.

Aku menunggu. Aku kelaparan lemas tak ada pertolongan. Di gedung tua besar ini tak ada penghuni selain kami berdua. Aku menatap jauh dari balik jendela ke arah sekumpulan mahluk hijau lumut di luar. Tidak seseram yang diceritakan Bapak. Mungkin aku bisa meminta bantuan pada si cantik yang berjoget tik tok di sana.

Aku mencoba merangkak mendekati jendela. Keringat dingin terus menerus menerobos pori-pori kulitku. Pada sisa-sisa napasku, aku merelakan pesawat kebanggaanku, untuk terbang melintasi jendela keluar. Dengan tulisan seadanya, 'tolong'. Satu tulisan ini yang paling kuhapal karena Bapak terus menerus mengajarkannya. Setelah aku terbangkan, aku lemas. Ruangan makin gelap.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
AIR MATA DOA
ANNISA JAHRA
Komik
Kenangan
Billy Yapananda Samudra
Skrip Film
BFF (Script)
Ariesta Mansoer
Flash
Pesawat yang Melintas di Depan Jendelaku
Tia Sulaksono
Cerpen
Bronze
ILMU NABI MUSA
Iman Siputra
Novel
Talambek Pulang
Zahir
Novel
Kalut
Abe Ruhsam
Flash
Gerbong Kereta No 3
Sika Indry
Flash
Bronze
Menunggu Moment
Lisnawati
Cerpen
Bronze
Langkah Ratu
Kemal Ahmed
Novel
Gold
Hotelicious
Bentang Pustaka
Novel
World Sparkling
Fasa Earlene
Novel
fall in love with my enemy
Uwiyma
Flash
Titisan Dewi Sri
Matrioska
Novel
Gold
Cinta dalam 99 Nama-Mu
Republika Penerbit
Rekomendasi
Flash
Pesawat yang Melintas di Depan Jendelaku
Tia Sulaksono
Flash
Percakapan Tepi Jalan
Tia Sulaksono