Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sebentar lagi, tahun baru akan tiba. 2024 merangkul sahabatnya, 2025.
“Temanku, sebentar lagi aku akan pergi meninggalkanmu. Kau harus hidup dan menanti teman barumu, 2026. Aku akan selalu berada di sisimu, dan menjagamu kapan saja,” kata 2024.
“Tidak, 2024. Aku tidak mau kehilangan dirimu. Kau adalah sahabat terbaikku, aku tak sudi kau meninggalkanku,” jawab 2025.
“Tapi, 2025, aku tak bisa di sini terus bersamamu. Aku harus pergi. Aku ingin bersama temanku, si 2023. Aku rindu dia, rinduuu… sekali. Aku ingin melihat mukanya dan berada di sampingnya.”
Mereka berdua duduk berdampingan, menatap senja bulan Desember yang indah. Dengan wajah pucat, 2024 menggenggam tangan 2025.
“Kau lihat, sebentar lagi senja akan lenyap. Tengah malam nanti, aku akan mati. Kau harus memulai harimu dengan menyenangkan, bersama manusia-manusia di bumi,” pesan 2024.
“2024, bila kau bertemu dengan 2023, sampaikan salamku padanya. Dan katakan, aku akan segera bersamanya,” ujar 2025 dengan suara lirih.
Matahari mulai turun. Mereka berdua menatap keremangan malam yang indah. Bintang menghiasi angkasa, dan bulan juga mulai menampakkan cahayanya.
“Lihatlah, 2025. Manusia-manusia itu sedang menunggu detik-detik tahun baru. Lihatlah betapa tidak sabarnya mereka menunggu kehadiranmu. Bahagiakanlah mereka, temanku. Buatlah hari-hari dalam dirimu dipenuhi dengan kebahagiaan. Aku… aku akan selalu mendampingimu, walau kau tak bisa melihatku.”
Beberapa jam kemudian, ketika para manusia sedang tidur, 2025 berada di kamar 2024. Di sana, 2024 terbaring di atas ranjang, dan selembar selimut menutupi badannya.
“2025, aku tak dapat menahan diriku lagi di sini. Segalanya menjadi gelap. Hanya… hanya kau yang terlihat,” bisik 2024.
“Jangan pergi, 2024, kumohon. Aku… aku sangat takut bila manusia-manusia itu mencacimaki dan mengatakan bahwa diriku adalah tahun yang sial. Aku sangat perlu kehadiranmu,” cegah 2025 sambil menahan tangis. Air matanya mulai berjatuhan.
“Tidak, 2025, aku tak bisa menemanimu lebih lama. Hanya sampai waktu ini aku menemanimu, dan pergi meninggalkan semuanya,” jawab 2024 dengan suara tertahan. “Ah… aduh, badanku sakit semua, dan napasku jadi pendek. Kau… kau harus bisa, temanku. Jadilah tahun yang lebih baik dariku, lebih sempurna dari tahun-tahun sebelumnya.”
Mereka menatap melalui jendela. Tampak manusia-manusia di bawah sedang melirik jam, dan bersiap membunyikan terompet.
“T-tolonglah, pergilah, tinggalkan aku sendirian. Lihat, sebentar lagi pukul dua belas malam. Kurang satu menit lagi, temanku.”
Jarum jam menunjuk ke angka dua belas dan berdentang. 2024 menghela napas, lalu menutup matanya. 2025 menangis terisak-isak sambil mengusap kepala 2024. Secara tiba-tiba, 2024 menghilang, dan ranjang itu kosong. 2025 mengelap air matanya, lalu pergi ke luar dan menampakkan dirinya di kalender-kalender yang diciptakan manusia.
Wajah manusia-manusia itu tampak girang. Mereka membunyikan terompet tahun baru dan bersorak. 2025 menatap ke langit, dan terlihat awan gelap menyerupai sahabatnya, 2024. Sejenak kemudian, 2025 merasakan kekosongan dalam jiwanya. Dia menantikan sahabat barunya, 2026.