Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Di sebuah kota kecil yang selalu diselimuti kabut, Ana duduk di bangku taman, memegang surat usang yang baru saja ia temukan di bawah sebuah pohon tua. Surat itu tertulis dengan tangan yang rapi, namun usianya jelas telah lama. Tanggal di pojok kanan atas mencatatkan 15 tahun yang lalu, tepat pada hari yang sama, ketika Ana berusia 15 tahun.
"Dari siapa?" pikirnya, mencoba menebak nama pengirim yang tak ia kenali. Namun tak ada nama yang tertulis selain "Untuk Ana".
Dengan rasa penasaran yang membuncah, ia membuka surat itu perlahan:
Ana,
Jika kamu membaca surat ini, itu berarti aku tidak bisa lagi bersamamu. Jangan menangis, Ana. Aku tahu kamu selalu merasa kita akan bertemu lagi suatu hari. Namun, aku harus pergi sekarang.
Ingatlah, apa pun yang terjadi, aku selalu menyayangimu. Aku akan selalu ada di hatimu, dan kamu tidak akan pernah sendirian.
Selalu, R
Ana terdiam membaca kalimat terakhir itu. "R?" Siapa R? Kenapa ia tidak ingat siapa orang ini? Sebagai seorang remaja dulu, ia merasa bahwa hidupnya penuh dengan kenangan yang mengalir deras. Tetapi surat ini, yang seolah-olah datang dari masa lalu yang terlupakan, mengganggu pikirannya.
Selama berhari-hari, ia mencari-cari petunjuk tentang siapa "R" itu. Ia menemui teman-teman lama, mencari di album foto, bahkan memeriksa arsip surat-surat lamanya. Namun, tak ada petunjuk apapun. Hingga suatu hari, saat berkunjung ke rumah orang tuanya, ia menemukan kotak kecil di loteng yang penuh dengan barang-barang lama.
Di dalam kotak itu, terdapat sebuah foto lama. Sebuah foto yang menunjukkan Ana dan seorang anak lelaki yang duduk bersama di bangku taman yang sama, tertawa dengan riang. Di belakang foto itu tertulis sebuah nama: "Rudi". Ana tersentak. Rudi, teman masa kecilnya, sahabat yang selalu ada, sebelum ia tiba-tiba menghilang tanpa jejak.
"Rudi... apakah ini surat darinya?" Ana bergumam dengan suara bergetar. Semua kenangan mulai kembali—bagaimana mereka bermain bersama di taman itu, bagaimana Rudi selalu menjadi orang pertama yang hadir ketika ia membutuhkan dukungan.
Namun, ingatan itu segera berubah menjadi kabut tebal. Ana tidak pernah mendengar kabar tentang Rudi setelah ia menghilang. Selama bertahun-tahun, dia merasa kehilangan tanpa tahu penyebabnya.
Dengan penuh harap, Ana membuka surat itu lagi. Kali ini, ia membaca setiap kata dengan lebih teliti. Tiba-tiba, kata-kata itu terasa berbeda. Ada sesuatu yang aneh, sesuatu yang salah.
Saat sampai pada kalimat terakhir, Ana merasa darahnya membeku.
Aku akan selalu ada di hatimu, dan kamu tidak akan pernah sendirian.
Ana menatap foto itu sekali lagi. Sesuatu yang sangat mengganggu mendalamkan rasa takut di hatinya. Rudi... tidak pernah menghilang. Rudi tidak pernah pergi.
Rudi adalah adik laki-lakinya yang sudah lama meninggal. Kecelakaan itu terjadi begitu cepat, begitu mendalam. Ana hanya ingat, pada usia 15 tahun, Rudi meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil, dan itu adalah kenangan yang selalu ia coba lupakan.
Dia tak pernah tahu bahwa surat itu adalah surat terakhir yang ia tulis kepada dirinya sendiri, dari dirinya yang belum bisa menerima kenyataan, yang mencoba berkomunikasi dengan adiknya dengan cara yang sangat aneh—dengan tulisan yang seolah datang dari orang lain.
Dan kini, setelah 15 tahun, dia baru menyadari siapa pengirimnya.