Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Yang Tak Tertebak
17
Suka
12,483
Dibaca

Apa yang lebih menyiksa dari duduk berdua, namun dua kepala tak satu irama?

Aku rasa tak ada. Bersama tapi seolah sedang bercengkerama sendirian. Bahkan, makanan kesukanmu yang kubawa dengan susah payah, mesti bertarung melawan dingin malam dan menyusup di antara air langit yang menabrak bumi hanya berakhir utuh tak kausentuh.

Lelaki macam apa yang berhasil memegat rasa di antara kita? Mengapa setiap ucapmu seperti hendak mengusirku minggat dari hidupmu?

“Ini martabak favoritmu,” ujarku menawar pengusiranmu.

Di tengah kota ini, penjual martabak hampir ada di sepanjang jalan. Tapi, semoga kau selalu ingat, cuma martabak di ujung perbatasan kota yang kau suka. Aku pun rela mati-matian mengantri berjam-jam. Juga bersedia menempuh jarak yang tak dekat itu dengan tekad kau akan memaafkan, kemudian lahap memakannya. Dan berakhir tersenyum seperti dahulu.

“Tolong, berhenti menyogokku dengan makanan,” ujarmu. “Kita sudah selesai. Dan tak ada yang bisa dibenahi dari apa-apa yang memang sudah berakhir,” imbuhmu. Aku mendengar nada bicaramu naik.

“Kenapa?” tanyaku kelu. Kau bergeming. “Beritahu aku letak salahku. Baru aku akan pergi.”

Kau berdiri, seolah memberi jarak. “Ada hal-hal yang tak perlu kita cari-cari alasannya, tapi memang harus selesai, Ga.”

“Itu bukan jawaban, Na,” protesku. “Kau berubah. Itulah yang benar.” Aku menatap martabak favoritmu yang mulai mendingin. Sama seperti sikapmu.

“Seperti selera makan, aku juga bisa membenci makanan favoritku seiring berjalannya waktu. Sama halnya dengan cinta. Kita nggak akan pernah tau apa yang dilakukan waktu.”

Hari ini aku percaya perkataanmu itu, martabak dan perjuanganku nyatanya cuma angan yang mustahil mendapatkan kembali hatimu. Kenangan kisah kita yang sebulan lalu masih baik-baik saja, kini berakhir di tempat sampah —bebarengan dengan sebungkus martabak yang kaulempar dengan sembarang di hadapan sepasang mataku. 

Akhirnya, di hadapan makanan kesukaanmu, tak pernah lagi ada dua kepala yang saling mengangguk menikmat renyah martabak sembari tertawa terbahak-bahak menceritakan hari yang sebenarnya biasa saja. Sebab yang tersisa kini cuma remah cerita yang lukanya tak pernah bisa ditebak.

“Aku pergi bukan berarti apa-apa yang kauanggap berakhir juga sudah selesai begitu saja.” Aku menjeda omonganku. Mengambil napas dalam supaya air mataku tak jatuh—aku merasa mendadak menjadi lelaki cengeng. “Asal kau tau, Na. Di dunia ini ada hal-hal yang kita sangka telah berakhir, nyatanya malah diam-diam mendiami isi kepala dan hati kita sampai tak berkesudahan!”

Aku melihatmu mematung. Sebelum akhirnya, aku memilih pergi supaya tidak terjebak dalam pikiran dan emosi yang mulai meletup-letup tak karuan di dalam kepalaku. Hari ini duniaku berpaling—tersisa diriku sendirian dengan banyak tanya dan sangkal yang tak lagi hendak kuutarakan.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (6)
Rekomendasi dari Drama
Skrip Film
Humanisme
Jia Aviena
Flash
Yang Tak Tertebak
Denik a nuramaliya
Novel
Putih di atas Abu
Dinda
Novel
Jejak di Tengah Kerudung
Nabila Ghaida Zia
Skrip Film
CONSCIENCE
Ni Luh Putu Anggreni
Novel
Negeri Enam Musim
Putu Winda K.D
Novel
Gold
My Secret Identity
Bentang Pustaka
Novel
ARADHEA
Rudie Chakil
Novel
Bronze
How to Befriend the So Called Classmate
aoillies
Skrip Film
ALPHA CHAPTER ONE
Delta
Flash
Andai Waktu Bisa Diulang
pelantunkata
Flash
Cerita Baper Paling Absurd!
Hans Wysiwyg
Komik
The Star in Milky Way
Afa Tazkia
Skrip Film
Bianglala
Muhammad Alfi Rahman
Skrip Film
DI BALIK LAYAR
Didiiswords
Rekomendasi
Flash
Yang Tak Tertebak
Denik a nuramaliya
Flash
Hok Lo Pan untuk Tjen
Denik a nuramaliya
Flash
Perihal Cinta di Bawah Pohon Eboni
Denik a nuramaliya
Flash
Sepotong Kenangan di Meja Makan
Denik a nuramaliya
Flash
Di Balik Semangkuk Bawang
Denik a nuramaliya