Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Horor
Malaikat Maut
1
Suka
37
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Susan adalah wanita cantik dan berpendidikan tinggi. Hidupnya sempurna, namun hatinya terikat pada Tama, seorang tukang gali kuburan yang sederhana. Cinta mereka berawal pada suatu malam saat Tama menyelamatkan Susan dari seorang pria bertato Malaikat Maut yang mencoba merampoknya. Pria itu mengancam dengan senjata tajam, namun Tama datang entah dari mana dan melindungi Susan, mengusir penyerang tersebut. Sejak itu, Susan jatuh cinta pada Tama. Namun, cinta mereka ditentang oleh ayah Susan, Sigit.

“Tama itu tukang gali kuburan. Tak ada masa depan bagi orang seperti dia!” kata Sigit dengan keras.

Susan yang terluka hanya bisa menunduk. Cinta antara mereka tampaknya mustahil. Namun, Susan tidak bisa memaksakan hatinya untuk berhenti mencintai Tama. Dia berdoa kepada Tuhan, berharap ada keajaiban yang bisa mengubah keadaan.

Suatu malam, keajaiban itu pun datang. Ketika hujan deras turun, mobil Sigit mogok di jalan yang sepi. Sigit keluar untuk memperbaikinya, dan tiba-tiba seseorang muncul di tengah hujan. Setelah membantu menyalakan mesin mobil, pria itu berbalik dan menyerang Sigit. Pisau tajam menancap di tubuh Sigit, dan dengan kejam, pria itu membuang tubuh Sigit ke tepi jalan sebelum menghilang membawa kabur mobil. Wajahnya tidak asing. Dialah pria bertato Malaikat Maut!

Susan duduk termenung di ruang tamu yang hampa, matanya kosong menatap pintu yang tertutup rapat. Semua terasa suram, seperti bayangan gelap yang menyelimuti seluruh hidupnya. Kabar kematian ayahnya datang begitu mendalam dan memukul hatinya.

Susan merasa seperti ada lubang besar yang menganga di dadanya, dan rasa kehilangan itu lebih dari sekadar kehilangan seorang ayah. Itu juga perasaan kehilangan harapan, kehilangan masa depan. Semua yang pernah dia perjuangkan kini terasa sia-sia.

Airmatanya jatuh, tak bisa dibendung lagi. Dia menangis tanpa suara, tubuhnya gemetar. Perasaan hancur itu seolah tak akan pernah bisa sembuh. Dia merindukan ayahnya meskipun tahu bahwa selama ini mereka selalu berbeda pandangan. Dia merasa sendiri, tanpa dukungan siapa pun, hanya dengan kenangan-kenangan yang kini terasa pahit.

Tama muncul, perlahan, seperti bayangan yang hadir di tengah-tengah kesedihannya. Dia berdiri di ambang pintu, memandang Susan yang masih terisak dalam keheningan. Wajahnya memancarkan rasa iba yang mendalam, dan meskipun dirinya tidak diinginkan oleh Sigit, ia tahu betul betapa berat yang sedang dirasakan oleh Susan. Tanpa berkata apa-apa, Tama berjalan mendekat dan duduk di sampingnya.

Susan menoleh, matanya merah dan bengkak dari tangisan. "Aku merasa begitu kosong, Tama. Ayahku... pergi begitu saja. Semua yang dia perjuangkan, semua yang dia harapkan untukku... hilang." Suaranya tercekat, seperti ada sesuatu yang menghalangi setiap kata yang keluar.

Tama memegang tangan Susan dengan lembut, memberikan ketenangan yang tidak terucapkan. "Aku tahu ini sangat sulit, Susan. Tapi aku di sini untukmu, sekarang dan selamanya," katanya pelan, dengan nada yang penuh kasih dan kepastian.

"Terima kasih, Tama," bisiknya. "Aku tak tahu apa yang akan terjadi ke depan, tapi aku tidak ingin melewati ini sendirian."

Tama mengangguk dan tetap di sampingnya, tanpa banyak bicara. Terkadang, dalam kesedihan yang mendalam, tidak ada kata-kata yang bisa menenangkan. Hanya kehadiran yang tulus dan cinta yang memberikan kekuatan untuk terus melangkah maju.

Malam itu, udara dingin dan sunyi. Hujan yang turun perlahan menyisakan genangan air di tanah yang becek. Hanya suara gemericik air hujan yang terdengar, mengisi keheningan yang seakan menekan. Tama berdiri di samping gundukan tanah, tangan kirinya memegang sekop yang sudah penuh dengan tanah basah.

Dia menggali kuburan itu sendirian, di bawah cahaya rembulan yang samar. Tanah yang digali kering dan keras, menyulitkan setiap gerakan. Setiap sekop tanah yang diangkat terasa semakin berat.

Tama menarik napas panjang, menggali lebih dalam. Setiap ayunan sekop terasa lebih berat dari sebelumnya. Tanah yang basah dan berlumpur itu menempel di ujung sekop, membuat tangannya semakin kotor dan basah. Namun ia tidak berhenti. Wajahnya penuh dengan kelelahan. Sesekali, ia menatap ke atas, mencari ketenangan dalam keheningan malam. Hujan makin deras, membuat tanah semakin sulit digali.

Tama berhenti sejenak, menatap gundukan tanah yang semakin dalam. Dia merasakan dingin yang menyusup ke tubuhnya, tapi ia tak peduli. Dia terus menggali, menggali lebih dalam, mengubur semua perasaan yang berkecamuk di dalam dadanya.

Air hujan semakin deras, dan tangan Tama mulai terasa kaku. Namun, ia tak pernah berpaling. Dengan penuh kesabaran, ia terus menggali tanah itu, hingga akhirnya mencapai kedalaman yang cukup. Kuburan untuk Sigit pun selesai. 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Horor
Flash
Malaikat Maut
Ahmad R. Madani
Flash
Hutan Angker
Nunik Farida
Novel
Bronze
Teror Jam 12 Malam
Maghfira Izani
Novel
Bronze
Tingkah Aneh Istriku
Diyah Islami
Cerpen
Bronze
Jejak Terakhir di Hutan Mutiara
Ridwan Albakri
Novel
Peti Mati Suruhan
Yovinus
Novel
Misteri Caraka
Sisca Wiryawan
Novel
Selasa Pukul 03.00
Anggi Gayatri Purba
Novel
Gold
Fantasteen Scary Soul Eater
Mizan Publishing
Flash
Bronze
Ojek Online
Bakasai
Cerpen
Bronze
Rahasia Hamidah
Jariah Publishing
Novel
Bronze
Are You Ready?
Naia Novita
Flash
Wanita Tua dan Tangisnya
Lebah Bergantung
Novel
The Fifth Sense
Iqsal Anaqi Santosa
Novel
Bronze
Misteri Dendam Widuri
Jasmine23Pramestia
Rekomendasi
Flash
Malaikat Maut
Ahmad R. Madani
Flash
Membayar Dendam
Ahmad R. Madani
Flash
Hati-Hati di Jalan
Ahmad R. Madani
Flash
Mimpi Terjatuh
Ahmad R. Madani
Flash
Suatu Malam di Kuburan
Ahmad R. Madani
Flash
Makam Keluarga
Ahmad R. Madani
Flash
Dia Tidak Tahu
Ahmad R. Madani
Flash
Besok Ada Yang Mati
Ahmad R. Madani
Flash
Sang Korban
Ahmad R. Madani