Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kaiiiing, kaing! “Cup, cup, cup. Dasar Luna, anak manja.”
Kapan-kapan, kalau mau datang lagi, telepon, yaahh?
“Iya, bu…. Hehehe, nanti aku dan Rita bisa hubungi.”
“Dadah Lunaaa!!!! Dadah Bu Des!!!!!”
“Nih, aku ada foto-foto si guk. Mau tidak?”
Pik,... puk…. “Belum diperbaiki juga lampu jalanannya?”
“Orang sini mungkin lebih suka barang antik buat kenang-kenangan.”
“Buat apa? Malah merusak pemandangan.” Pik,—puk….
“Yah, yang berlalu seharusnya memang sudah berlalu.”
“....” Kring-kring. “Hng?”
Permen-permen! Rasa coklat atau mangga! Juga kopi—pahit—!
“Pak De? Masih jualan juga?”
Eh, A–klis. Yah, iya nih, sampai agak malam mungkin baru mau pulang.
“Padahal anak-anak sekolah sudah pada libur, pak.”
Yyeeee, memangnya bapak jualan hanya untuk kalian? Nanti kalau sudah besar, baru tahu deh rasanya mencari nafkah!
“Kalau sudah wisuda, sudah besar dong, paaakkk.”
Oh,... iya, yah? Hahaha.
“Semangat terus buat jualannya, pak! Daahh!”
“...Terakhir, aku baru melamar kerja sebagai kasir.... Apa nanti bakal sejenuh itu?”
“Aku saja masih status volunteer.”
…Bip!—Bip! “Wah, macet.” Pip!... Pip!
“Tempo doeloe jalan ini masih lancar.”
“Tetapi sekarang? Semua mau jalan sendiri-sendiri, maka jadilah.”
“Seperti Budi yang sudah ke Singapura, sementara Amoi melanjutkan usaha orang tuanya.”
“....” Tttuuuutttt, tttuuuutttt.
“Waduh! Sudah berangkatkah?”
Ting, tong. Perhatian, perhatian, kereta yang menuju Sayonara akan segera datang.
“Baru sepuluh menit, kok. Makan roti dulu saja.”
“Hhuuufff—” Ngik. “Bangkunya—”
“Nyam-nyam, nyam-nyam!!! Uhuk!!!”
Set. “Minum?”
“Gluk-gluk-gluk! Aaaahh, makasih.”
“....” Ngik. “Ngomong-ngomong,——selamat yah buat Aklis.”
“Hm? Dalam hal apa?”
“Tinggal di tempat idaman dengan banyak peluang di sana.”
“Ooohh, di metropolis?” Ngik. “Biaya hidupnya bakal lebih tinggi.”
“Tetapi, dapat fasilitas dan tunjangan, kan?” Ngik.
“Heh, kalau bukan demi uang mah, aku sih maunya ke hutan, sepertimu.”
“Eh, i-itu–habisnya—profesor meminta bantuan untuk penelitian di desa.”
“Bagus, dong? Itu artinya Rita mulai dipercaya.” Ngik.
“Halah, mending kalau dijadikan asis—auw!”
“Jangan lagi dong berpikir yang negatif.”
“Tch, siapa duluan yang begitu?”
“Hhhmmm???”
“Maaf, maaf. Hanya saja.”
“Iya?”
“Ini mungkin untuk yang terakhir kalinya kita akan—”
Ting, tong. Perhatian, perhatian. “....”
Kereta yang menuju Jiayou akan segera datang.
“...Enam menit lagi untukmu, Klis.”
“Rit?”
“Iya?”
“Maaf jika kamu harus melalui semua ini.”
“Eh? Memangnya ada apa?”
“Seandainya waktu itu kita berlima—”
“Berempat.”
“Berempat… atau bahkan bertiga masuk penjurusan yang sama—”
“ ‘Mungkin bakal lebih gampang saling mengontaknya?’ ”
“....” Ngik. Bip,... bip,... pip.
“...Hhaaahh, entahlah, Klis. Aku hanya bisa melihat kenyataan yang sekarang….”
“Oh,... baiklah…. Aduh!”
“Sudaahh, jangan terlalu dipikirkan. Ini bukan salahmu, kok.”
“Aku tahu.”
“Aku sendiri juga tidak tahu bakal jadi begini.”
“Soalnya waktu terasa begitu cepat.”
“....” Ngik.
“Atau terlalu cepat.”
“...Bisalah janjian ketemuan lagi.”
“Amoi sudah sibuk dan aku pun bakal susah datangnya—dari jauh.”
“...Heh, mungkin kamu benar. Harusnya kita sama-sama penjurusan.”
“Halah, Si Budi yang sudah sepenjurusan denganmu, tetap saja—”
“Yah, aku hanya memikirkan apa yang menurutku yang terbaik.”
“...Harapanku.”
“Hng???”
“Harapanku satu-satunya—adalah—untuk terus melangkah.”
“ ‘...Seolah-olah melakukannya demi kita—’ “
“ ‘Bersama.’ “
“....” Pat, pat. “Ya, bersama….”
—...Ting, tong. Perhatian, perhatian.
“Pelan sekali makanmu.”
Kereta menuju Sayonara sudah tiba.
“Gluk, gluk. Hhaaahhh, se-gaarr!”
“Jangan lupa bawa tasnya.”
“Iyyaaa! Oh, ngomong-ngomong.”
“Iya?”
“Terima kasih buat foto-foto Lunanya.”
“...Heh, semoga dapat menyemangatkanmu.”
“Sukses selalu buatmu juga.”
“....” Ting, tong. “Di mana pun kita berada.”
Perhatian, perhatian. “Akan selalu damai.”
“Sejahtera….”
—Kereta menuju Jiayou sudah tiba.
—————.∞∞∞∞∞∞∞.—————