Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Alkisah, seorang budak baru saja kabur dari tuannya. Alkisah, seorang pedagang sedang melintasi padang gurun. Alkisah, seorang pangeran sedang mengejar kijangnya. Alkisah, seorang biksu hendak melewati padang gurun.
Konon, si budak berlari ke padang gurun tanpa membawa bekalnya, sementara si pedagang sedang dilanda oleh—badai pasir. Barulah sang pangeran sadar kalau dia sudah berada di padang—gurun—hijau, sedangkan kaki si biksu membenturi sebuah batu yang amat besar.
Oleh karena itu, si budak memohon pada sang langit untuk dapat memberikannya air, di mana si pedagang mulai berbaring karena pasrah akan nasibnya. Pangeran itu pun menemukan sebuah kota yang amat makmur ketika biksu tersebut melihat berbagai macam kepingan—bebatuan besar—lainnya.
Maka, keluarlah mata air dari dalam tanah, serta tumbuh berbagai macam tanaman. Lalu, datanglah kemudian, di tengah badai, para penimba air untuk menolongnya. Para penduduk setempat senang melihat seorang anak raja, sehingga mereka mengajaknya untuk mengelilingi kota. Sadarlah dia kalau tempat ini sebenarnya adalah sebuah reruntuhan kota.
Budak itu akhirnya memakan buah-buahan itu, serta meminum airnya—selagi pedagang tersebut terus dirawat sampai dia pulih. Namun, ketika sang pangeran melihat sumber mata air mereka, mulailah dia berpikiran jahat untuk merebutnya—selagi si biksu mulai mendengar suara jeritan hingga tangisan di reruntuhan tersebut.
Sejak saat itulah dia menamai tempat itu “Sulga”, lalu tinggal di sana. Sejak saat itu, mulai muncullah “Legenda Sulga” di antara para pedagang. Setelah itu, “Kota Sulga” dijarah olehnya hanya dalam waktu semalam. Setelah menghibur mereka, pergilah dia ke kuil terdekat untuk menceritakan kembali “Kisah Sulga” ini.