Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Rumah Tanpa Pelukan
4
Suka
4,309
Dibaca

Langkahku begitu gontai memasuki rumah yang begitu ramai namun terasa sepi bagiku. Mulai dari depan rumah, sampai ke ruang keluaga, ramai sekali orang. Beberapa orang ku tahu sangat mengkhawatirkan kondisiku. Mereka bergantian menyuruhku untuk makan. Ada pula yang menawarkan ku untuk dibuatkan teh manis panas. Namun aku membalasnya hanya dengan senyuman getir.

“Makan dulu, Nai. Kamu dari semalam belum makan.” Ucap bibiku, adik terakhirnya Mama yang memang sangat dekat dengan kami.

“Nanti Nai makan, Bi. Nai cuma butuh istirahat sebentar, ya.” Jawabku dan kemudian melanjutkan langkahku. Menuju satu-satunya kamar yang tak terjamah oleh satu orangpun yang datang.

Aroma wangi segar karena pewangi ruangan beserta hawa dingin karena AC yang masih menyala menyambut kedatangan ku di kamar.

Pandanganku menyapu seisi ruangan. Sepi. Kosong. Hampa. Aku duduk di pinggir tempat tidur setelah ku mengambil poto Mama berdua Papa yang terpajang rapih di meja rias Mama.

Aku harus apa setelah ini, Ma, Pa? Aku harus pulang ke rumah yang mana kalau aku butuh nasihat Mama dan Papa? Aku harus pulang kemana di saat duniaku tak baik-baik saja? Kenapa harus secepat ini Mama nyusul Papa? Kangen ya, Ma sama Papa?

Bendungan air mata yang ku tahan sejak semalam di depan orang-orang kini pecah juga!

Kata mereka, aku anak yang kuat, Ma. Aku bisa mengantarkan kepulangan Mama ke rumah terakhir Mama dengan begitu tenang. Kata mereka aku hebat, Ma. Bisa menghadapi ini dengan begitu lapang dan ikhlas.

Gak! Aku gak sekuat apa yang mereka kira, Ma. Mama tau serapuh dan sehancur apa aku tanpa Papa saat Papa harus pulang duluan. Aku kuat karena aku punya Mama. Tapi sekarang aku gak punya siapa-siapa untuk membuatku kuat, Ma. Setelah ini aku harus apa, Ma?

Duniaku terasa hancur sejak dokter menyatakan bahwa Mama tak tertolong lagi. Setelah tiga hari Mama berjuang di ruang ICU dengan penyakitnya yang komplikasi, akhirnya Tuhan menyuruh Mama untuk pulang.

Aku beranjak dari tempat tidur Mama. Mengambil baju Mama yang masih menggantung di kapstok samping pintu kamar. Mengendus wangi tubuhnya yang tertinggal. Memeluknya erat. Membayangkan Mama masih ada di dekatku dan memeluk ku erat seperti dulu saat aku kehilangan Papa.

Pewangi ini bisa habis. Wangi tubuh Mama yang tertinggal akan sirna. Tapi, kenangan tentang kalian berdua tidak pernah akan hilang. Aku akan tetap membawa rumah itu ke mana pun aku pergi—sekalipun tanpa atap atau tembok untuk berteduh

Dari segala  kehilangan yang pernah ku rasakan, maka saat ini, kehilangan Mama adalah kehilangan yang paling menyakitkan bagiku. Jika sekarang Mama sudah pulang ke sisi Tuhan, lantas aku harus pulang kemana saat butuh pelukan? Aku harus minta doa ke siapa lagi setelah satu-satunya orang yang doa nya paling mustajab sudah tak lagi aku miliki?

Setelah hari ini, aku harus pulang kemana, Ma Pa? Di saat aku butuh ruang dan tempat untuk mengisi kekuatan menghadapi kehidupan yang sering kali mengajak bercanda dengan sangat keterlaluan. Setelah Papa dan Mama pulang ke sisi Tuhan, aku harus pulang kemana untuk berteduh dari badai ujian yang menerpa ku dengan begitu hebat? Sekarang rumah ini semakin kosong, hampa, dan sepi. Aku tak lagi memiliki rumah utuh seperti dulu. Kasih tau aku, Ma… Pa… aku harus pulang kemana setelah ini?

Aku biarkan air mata deras mengalir di wajahku. Rintiknya satu persatu jatuh di atas figura yang menjaga potret Mama dan Papa yang berada di tanganku.

Aku mengerti sekarang, Ma, Pa… rumah itu ternyata bukan hanya tempat. Rumah itu kalian. Rumah itu adalah pelukan kalian. Rumah ku adalah doa-doa kalian. Dan selama doa-doa kalian menyertaiku dalam hidup, aku tidak benar-benar kehilangan tempat untuk pulang. Lalu sekarang bagaimana?

Dulu aku kira pulang selalu tentang ke mana, tapi ternyata ini tentang kepada siapa. Pulang adalah kembali ke hati orang yang kita cintai. Dan kini, aku tahu aku telah sampai, karena hatiku tetap menyimpan kalian. Pulang bukan berarti memasuki rumah dengan bangunan yang megah nan indah, namun pulang adalah kepada siapa kita bisa melepaskan penat juga berbagi kasih sayang, serta mendapatkan pelukan hangat. Dan sekarang, aku sudah kehilangan alamat untuk pulang, juga kehilangan rumah dengan segala kehangatannya.

Mungkin, setelah hari ini aku tak perlu pulang ke mana pun. Aku hanya perlu meyakini bahwa pelukan kalian telah melekat dalam dadaku, dan itu cukup untuk menjadikanku rumah bagi diriku sendiri.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Gold
The Nutcracker and the Mouse King
Mizan Publishing
Skrip Film
Panggil Aku Karti
TRI SUSANTO
Flash
Rumah Tanpa Pelukan
Rahmi Azzura
Novel
HUSST RAHASIA!
Niar Puji Cayati
Skrip Film
Mata Matarri
Yudhi Herwibowo
Flash
Bronze
JALAN AYAH
Ranang Aji SP
Cerpen
Berlian tanpa Kilau
Tiwi Oktavia
Skrip Film
Perempuan 3 Nama (skrip)
Ayeshalole
Skrip Film
NEAR (script)
Dheajeng Novida
Cerpen
Senja di Dermaga
aniswlndri
Komik
100 Stories to Tell
achaa
Skrip Film
FATIMAH
Ahmad ridho sopan setia
Skrip Film
LITERATUR BERNYAWA ( SCRIPT FILM )
Rainzanov
Skrip Film
Fireworks
Ade Pramoedya Ananta
Flash
Bronze
IMAJINASI
Anjrah Lelono Broto
Rekomendasi
Flash
Rumah Tanpa Pelukan
Rahmi Azzura
Flash
Sejak Kau Tak Ada
Rahmi Azzura
Cerpen
Pertemuan Terakhir
Rahmi Azzura
Cerpen
My Bi
Rahmi Azzura
Flash
Rumah Ilusi
Rahmi Azzura
Flash
Bronze
Titik Kesia-Siaan
Rahmi Azzura
Flash
Bronze
Labirin Kerinduan
Rahmi Azzura
Flash
Ombak Luka yang Tak Surut
Rahmi Azzura
Flash
Di Antara Altar dan Mimbar
Rahmi Azzura
Cerpen
Bronze
After 1550 days
Rahmi Azzura
Flash
Pamit
Rahmi Azzura
Novel
Deep Love; Sekali Lagi Aku Mencintaimu
Rahmi Azzura