Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Rumah Tanpa Pelukan
3
Suka
259
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Langkahku begitu gontai memasuki rumah yang begitu ramai namun terasa sepi bagiku. Mulai dari depan rumah, sampai ke ruang keluaga, ramai sekali orang. Beberapa orang ku tahu sangat mengkhawatirkan kondisiku. Mereka bergantian menyuruhku untuk makan. Ada pula yang menawarkan ku untuk dibuatkan teh manis panas. Namun aku membalasnya hanya dengan senyuman getir.

“Makan dulu, Nai. Kamu dari semalam belum makan.” Ucap bibiku, adik terakhirnya Mama yang memang sangat dekat dengan kami.

“Nanti Nai makan, Bi. Nai cuma butuh istirahat sebentar, ya.” Jawabku dan kemudian melanjutkan langkahku. Menuju satu-satunya kamar yang tak terjamah oleh satu orangpun yang datang.

Aroma wangi segar karena pewangi ruangan beserta hawa dingin karena AC yang masih menyala menyambut kedatangan ku di kamar.

Pandanganku menyapu seisi ruangan. Sepi. Kosong. Hampa. Aku duduk di pinggir tempat tidur setelah ku mengambil poto Mama berdua Papa yang terpajang rapih di meja rias Mama.

Aku harus apa setelah ini, Ma, Pa? Aku harus pulang ke rumah yang mana kalau aku butuh nasihat Mama dan Papa? Aku harus pulang kemana di saat duniaku tak baik-baik saja? Kenapa harus secepat ini Mama nyusul Papa? Kangen ya, Ma sama Papa?

Bendungan air mata yang ku tahan sejak semalam di depan orang-orang kini pecah juga!

Kata mereka, aku anak yang kuat, Ma. Aku bisa mengantarkan kepulangan Mama ke rumah terakhir Mama dengan begitu tenang. Kata mereka aku hebat, Ma. Bisa menghadapi ini dengan begitu lapang dan ikhlas.

Gak! Aku gak sekuat apa yang mereka kira, Ma. Mama tau serapuh dan sehancur apa aku tanpa Papa saat Papa harus pulang duluan. Aku kuat karena aku punya Mama. Tapi sekarang aku gak punya siapa-siapa untuk membuatku kuat, Ma. Setelah ini aku harus apa, Ma?

Duniaku terasa hancur sejak dokter menyatakan bahwa Mama tak tertolong lagi. Setelah tiga hari Mama berjuang di ruang ICU dengan penyakitnya yang komplikasi, akhirnya Tuhan menyuruh Mama untuk pulang.

Aku beranjak dari tempat tidur Mama. Mengambil baju Mama yang masih menggantung di kapstok samping pintu kamar. Mengendus wangi tubuhnya yang tertinggal. Memeluknya erat. Membayangkan Mama masih ada di dekatku dan memeluk ku erat seperti dulu saat aku kehilangan Papa.

Pewangi ini bisa habis. Wangi tubuh Mama yang tertinggal akan sirna. Tapi, kenangan tentang kalian berdua tidak pernah akan hilang. Aku akan tetap membawa rumah itu ke mana pun aku pergi—sekalipun tanpa atap atau tembok untuk berteduh

Dari segala  kehilangan yang pernah ku rasakan, maka saat ini, kehilangan Mama adalah kehilangan yang paling menyakitkan bagiku. Jika sekarang Mama sudah pulang ke sisi Tuhan, lantas aku harus pulang kemana saat butuh pelukan? Aku harus minta doa ke siapa lagi setelah satu-satunya orang yang doa nya paling mustajab sudah tak lagi aku miliki?

Setelah hari ini, aku harus pulang kemana, Ma Pa? Di saat aku butuh ruang dan tempat untuk mengisi kekuatan menghadapi kehidupan yang sering kali mengajak bercanda dengan sangat keterlaluan. Setelah Papa dan Mama pulang ke sisi Tuhan, aku harus pulang kemana untuk berteduh dari badai ujian yang menerpa ku dengan begitu hebat? Sekarang rumah ini semakin kosong, hampa, dan sepi. Aku tak lagi memiliki rumah utuh seperti dulu. Kasih tau aku, Ma… Pa… aku harus pulang kemana setelah ini?

Aku biarkan air mata deras mengalir di wajahku. Rintiknya satu persatu jatuh di atas figura yang menjaga potret Mama dan Papa yang berada di tanganku.

Aku mengerti sekarang, Ma, Pa… rumah itu ternyata bukan hanya tempat. Rumah itu kalian. Rumah itu adalah pelukan kalian. Rumah ku adalah doa-doa kalian. Dan selama doa-doa kalian menyertaiku dalam hidup, aku tidak benar-benar kehilangan tempat untuk pulang. Lalu sekarang bagaimana?

Dulu aku kira pulang selalu tentang ke mana, tapi ternyata ini tentang kepada siapa. Pulang adalah kembali ke hati orang yang kita cintai. Dan kini, aku tahu aku telah sampai, karena hatiku tetap menyimpan kalian. Pulang bukan berarti memasuki rumah dengan bangunan yang megah nan indah, namun pulang adalah kepada siapa kita bisa melepaskan penat juga berbagi kasih sayang, serta mendapatkan pelukan hangat. Dan sekarang, aku sudah kehilangan alamat untuk pulang, juga kehilangan rumah dengan segala kehangatannya.

Mungkin, setelah hari ini aku tak perlu pulang ke mana pun. Aku hanya perlu meyakini bahwa pelukan kalian telah melekat dalam dadaku, dan itu cukup untuk menjadikanku rumah bagi diriku sendiri.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Tentang Kita
Yaa_Rhaa
Novel
TURBULENCE
Annisa Dewi Maharani
Flash
Rumah Tanpa Pelukan
Tulisan Rahmi
Novel
Bronze
Akar Masalah
yurisa
Novel
Bronze
Sekar yang Mekar di Kanvas itu
Inggita Hardaningtyas
Komik
Bronze
Mimpi ku
Novita javanese
Novel
Bronze
Please, Come Back
Ica
Novel
Someday
Weni Dwi Susanti
Novel
Bronze
Kebelet Bisnis
Donny Barnesi
Novel
Gold
Call Me Miss J
Noura Publishing
Novel
Sketsa Juwita
hatentea
Novel
Lanun
Jatnika Wibiksana
Flash
BIMANTARA
I | N
Flash
Bronze
Permintaan Maaf
Alfian N. Budiarto
Novel
KAKTUS
L.Biru
Rekomendasi
Flash
Rumah Tanpa Pelukan
Tulisan Rahmi
Flash
Labirin Kerinduan
Tulisan Rahmi
Flash
Pamit
Tulisan Rahmi