Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Horor
Sang Korban
1
Suka
62
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Rio baru saja menerima kejutan luar biasa dari ayahnya, Restu. Sebagai hadiah atas kelulusannya dari SMA dengan nilai yang memuaskan, Restu memberinya sebuah motor baru. Motor itu berwarna hitam mengkilap, dengan desain yang modern dan mesin yang tangguh.

“Selamat, Rio. Kamu sudah bekerja keras. Papa bangga. Semoga motor ini bisa menemani perjalananmu ke depan,” kata Restu, sambil menyerahkan kunci motor itu.

Ketika Rio ingin mengambil kunci itu, Restu menarik tangannya. “Tapi jangan kamu bawa ngebut di jalan raya.”

Rio mengangguk cepat, lalu mengambil kunci dari tangan ayahnya. Dia tidak sabar untuk segera mengendarainya. Tanpa membuang waktu, ia langsung memakai helm dan memulai petualangan barunya.

Dia melaju pelan-pelan mengelilingi kompleks perumahannya. Namun, setelah beberapa putaran, ia merasa motor tersebut tidak cukup cepat. Rasa penasaran mendorongnya untuk membawa motor itu ke jalan raya. Meninggalkan kompleks, ia melaju dengan kecepatan yang semakin meningkat.

Angin menerpa wajahnya dengan keras, membuat matanya terasa perih. Motor itu, meskipun baru, sudah terasa seperti bagian dari dirinya. Setiap putaran gas seolah mendorongnya lebih cepat, lebih jauh. Jantungnya berdegup kencang, dan perasaan seperti terbang menguasai tubuhnya. Dia melaju menembus jalanan yang sepi, merasa seolah dunia ini miliknya.

Rio membungkukkan tubuhnya sedikit, menambah kecepatan. Motor itu melaju kencang, melesat seperti roket. Roda depan terangkat sedikit setiap kali melintasi jalanan yang tidak rata. Rio menyeringai, merasa berkuasa atas aspal yang ia jejakkan.

Namun, semakin cepat ia melaju, semakin ia merasa sesuatu yang ganjil. Seperti ada tarikan kuat yang memaksanya untuk melaju lebih cepat lagi. Jalanan yang tadinya terasa luas kini terlihat semakin sempit. Rio mengerem sejenak, berusaha mengendalikan motor yang semakin liar. Tapi hanya dalam sekejap, ia kembali menambah gas, berbelok zigzag dengan cepat untuk menghindari beberapa lubang di jalan.

"Ini menyenangkan!" Rio berteriak, meski suaranya hampir tertutup oleh suara deru mesin yang bising. Dia meluncur lebih cepat, melewati pohon-pohon yang semakin blur di tepi jalan. Namun, saat sebuah mobil sedan hitam tiba-tiba muncul di depannya, Rio panik. Sekejap ia berbelok tajam ke kanan, hampir menabrak trotoar. Motornya terhuyung-huyung, roda belakangnya sempat terangkat, dan Rio harus memutar setang keras agar tidak terjatuh.

Keringat mulai bercucuran dari dahi Rio. Tubuhnya tegang, napasnya semakin cepat. Nyawanya hampir saja melayang. Meskipun rasa takut menyusup perlahan, ia justru semakin terpacu untuk melaju lebih cepat. Jalanan yang semakin panjang dan lurus seakan menantangnya. Dia menganggap dirinya tak terhentikan. Rasa euforia semakin membara. Dia terus menambah kecepatan, seolah menantang maut yang datang mendekat.

Seiring ia melaju lebih cepat, Rio mulai merasa ada yang aneh. Di kejauhan, ia melihat kerumunan orang yang berdiri di tepi jalan. Penasaran, ia memperlambat motor dan mendekat. Begitu ia sampai lebih dekat, ia terperanjat. Di sana, di dekat kerumunan itu, ia melihat mobil sedan hitam yang tadi nyaris menabraknya. Bemper depan mobil itu remuk. Ternyata itu mobil ayahnya!

Hatinya berdebar. Dia berhenti di dekat kerumunan, dan langsung melihat ayahnya yang sedang menangis histeris. Belum pernah ia melihat ayahnya secengeng itu. Selama ini ia selalu menganggapnya sebagai orang terkuat di bumi. Jangankan meneteskan air mata, bahkan tampak sedih pun sangat jarang. Wajah ayahnya lebih sering terlihat tegar dan optimis.

Restu memeluk seorang remaja pria yang terbaring di tanah. Rambut pria itu acak-acakan, tubuhnya kaku, dan wajahnya pucat. Rio makin penasaran. Siapa anak itu? Kenapa Papa memeluknya begitu kuat dan menangisinya?

Rio mendekat perlahan, rasa takut mulai merayapi dirinya. “Apa yang terjadi?” Rio bertanya kepada seorang pria yang berdiri dekat dengan kerumunan.

Pria itu tidak menjawab pertanyaannya. Bahkan menoleh pun tidak! Tampaknya orang itu terbawa suasana kesedihan Restu yang sangat menyayat hati, sehingga mengabaikan Rio.

Rio menoleh ke arah ayahnya, yang masih terisak. “Papa... kenapa?” tanya Rio. Restu tidak menggubris sama sekali. Suara Rio seperti terbang menembus udara kosong. Apa yang terjadi? Kenapa semua orang seolah tidak peduli padaku?

Rio membelah kerumunan. Rasa penasarannya sudah tak terbendung lagi. Tangannya menyentuh remaja yang terkulai tak berdaya itu. Dingin. Tak ada tanda kehidupan. Remaja itu baru saja meninggal dunia. Rio melihat sepeda motor yang ringsek di dekatnya. Seketika Rio bisa menyimpulkan kalau ayahnya telah menabrak remaja itu hingga tewas. Pantas saja kalau ayahnya merasa bersalah dan mengangis penuh penyesalan.

Tiba-tiba Restu mengangkat kepalanya. Wajah remaja itu kini terlihat jelas. Rio kaget menatap dirinya sendiri yang terbujur dengan luka lebam dan darah segar yang mengalir di kepalanya.  

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Horor
Flash
Sang Korban
Ahmad R. Madani
Cerpen
Bronze
JAMUAN TERAKHIR
Rosi Ochiemuh
Novel
ILAFAT
Topan We
Novel
Bulan Madu Pengantin
Rosi Ochiemuh
Flash
Hati-Hati di Jalan
Ahmad R. Madani
Cerpen
Bronze
Tetangga Pemakan Janin
Vania
Novel
SAMBAT
iqbal syarifuddin muhammad
Novel
SEGEL IBLIS
Miss Green Tea
Novel
Gold
Fantasteen Ghost Dormitory in Den Haag
Mizan Publishing
Novel
MAYDARA
Rudie Chakil
Novel
Bronze
Rumah Amora
Rosi Ochiemuh
Novel
Gold
We Have Always Lived in the Castle
Mizan Publishing
Novel
Bronze
THE EYE: Secret In The Shadow
Bilqis Fatturahman
Cerpen
PEREMPUAN BAYANG KELAM
Rian Widagdo
Cerpen
Setan Jabal Rokok
Eka Nawa Dwi Sapta
Rekomendasi
Flash
Sang Korban
Ahmad R. Madani
Flash
Hati-Hati di Jalan
Ahmad R. Madani
Flash
Suatu Malam di Kuburan
Ahmad R. Madani
Flash
Mimpi Terjatuh
Ahmad R. Madani
Flash
Besok Ada Yang Mati
Ahmad R. Madani
Flash
Makam Keluarga
Ahmad R. Madani
Flash
Dia Tidak Tahu
Ahmad R. Madani