Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Arya seorang suami yang workaholic. Setiap hari, ia tak pernah meninggalkan kantor sebelum larut malam, bahkan kadang tertidur di meja kerjanya. Pekerjaan menjadi hidupnya. Dia tak peduli dengan apa yang terjadi di luar dunia kerjanya, bahkan dengan rumah yang dulu selalu penuh kehangatan bersama istrinya, Feby.
Namun, belakangan ini ada yang aneh. Setiap kali Arya pulang ke rumah, ia mendapati ada yang tidak beres. Meja makan terbalik, kursi-kursi berserakan, barang-barang pecah di lantai, dan seluruh rumah berantakan seperti habis diterjang badai.
Arya bingung. Siapa yang melakukan semua itu? Tak ada yang bisa memberinya penjelasan. Dia sudah mengecek setiap sudut rumah, mencari jejak kaki atau tanda lain yang bisa menjelaskan kerusakan itu. Namun, nihil. Semua tampak seperti hilang tanpa jejak.
Suatu pagi, ketika Arya sedang duduk di teras depan rumah sambil menikmati secangkir kopi, seorang tetangga, ia lupa siapa namanya—maklum, ia tidak pernah bergaul dengan warga sekitar—datang menghampiri.. Wajah pria tua itu tampak cemas, seperti ada sesuatu yang ingin disampaikan, tapi ragu.
“Mas Arya, saya... Saya harus memberitahu Anda sesuatu," kata Pak Tono dengan suara bergetar.
“Ada apa, Pak?” Arya menatap tetangganya, bingung dengan ekspresi yang muncul di wajahnya.
“Kemarin sore saya melihat Feby... Dia ada di dalam rumah,” Pak Tono menjawab, nada suaranya seakan mengandung keraguan. Antara bingung dan takut.
Arya terdiam sejenak. “Feby? Istri saya?"
Pak Tono mengangguk. “Dia... dia terlihat sangat marah, Mas. Marah sekali. Dia membanting dan melempar semuanya. Saya mendengar dia teriak.”
Arya merasa seolah ada yang salah dengan seluruh pembicaraan itu. “Bapak yakin?”
Pak Tono mengangguk lagi. Kali ini tanpa keraguan sedikit pun. “Saya hanya melihat apa yang saya lihat. Tidak lebih.”
Setelah itu ia pergi meninggalkan Arya yang semakin kebingungan.
Malam itu, Arya kembali terlambat pulang. Dia mendapati rumahnya dalam kondisi berantakan lagi. Meja makan terbalik, barang-barang berhamburan di lantai, dan suasana itu membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Namun kali ini, ada yang berbeda. Di sudut ruang tamu, di antara reruntuhan, ada sesuatu yang mencuri perhatian.
Sebuah foto lama, yang sudah lama disimpannya di rak, tergeletak di lantai. Foto itu menunjukkan dirinya bersama Feby, saat mereka baru saja menikah. Namun ada satu hal yang membuat Arya merasa sangat gelisah. Dalam foto itu, wajah Feby tampak...berbeda. Seperti seorang wanita yang kelelahan, dengan mata yang kosong dan tanpa kehidupan.
Arya mendekatkan foto itu ke wajahnya. Hatinya mulai berdebar kencang. Dia merasa ada sesuatu yang mengerikan yang belum ia ketahui.
Di saat itulah, suara penuh amarah terdengar di belakangnya, memecah kesunyian malam. “Kenapa kau meninggalkan aku, Mas?” Suara itu adalah suara Feby, namun sangat berbeda, seperti berasal dari dalam kegelapan itu sendiri.
Arya menoleh, ia melihat bayangan seorang wanita di ujung ruangan. Bayangan itu bergerak mendekat, perlahan, dengan langkah-langkah yang berat. “Kau tak peduli padaku,” suara itu terus terdengar, semakin jelas. “Aku hanya ingin perhatianmu, Mas. Hanya itu!”
Arya merasakan ketakutan yang luar biasa, yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dia berlari ke pintu, mencoba melarikan diri, namun pintu itu terkunci dengan sendirinya! Rumah itu seolah menahannya. Arya berusaha sekuat tenaga untuk membuka. Dia berteriak sampai kehabisan suara. Dia menjerit minta tolong, tapi tak ada satu kata pun yang keluar. Semua hanya gema dalam kepalanya. Di tengah ketakutan yang kian memuncak ia terbangun. Ternyata hanya mimpi…
Esok paginya sebelum berangkat kerja Arya mencari Pak Tono. Dia menemukan pria itu sedang menggali kuburan. Dengan terengah Arya menceritakan mimpinya semalam. Pak Tono mendengarkan dengan serius, sesekali mengangguk.
“Jadi benar bapak melihat istri saya kemarin?” tanya Arya seolah ingin memastikan.
Pak Tono menatap Arya, lalu menghela napas berat. “Saya tahu itu tidak mungkin. Feby istrimu sudah meninggal seminggu yang lalu akibat kecelakaan. Saya sendiri yang menguburnya.”
“Tapi… tapi kenapa istri saya mengamuk di dalam rumah?”
“Kamu terlalu sibuk bekerja. Dia hanya minta perhatianmu sedikit.”
“Saya tahu saya salah… Tapi sekarang dia sudah meninggal. Kenapa dia masih marah?”
“Karena dia tidak tahu kalau dirinya sudah meninggal.”