Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
*****
Beep beep...
Beep beep...
Rembulan mengucek kedua matanya saat bunyi alarm menyapa telinga. Ia bangun dengan malas dengan mata yang masih sayu dan rambut berantakan. Jam manual bulat yang terletak di nakas samping tempat tidur ia raih lalu ia guncang keras-keras. Jam weker aneh memang! Terdapat tombol lengkung di bagian atas untuk mematikan alarm, tapi sepertinya tak berfungsi. Giliran sebuah guncangan atau pukulan pasti selalu berhasil.
"Hantu gak modal! Ngerasukin kok jam murahan!" Dumel Rembulan. Jam weker itu kembali berdering. Lebih keras. Seolah ia tak terima dikatain murahan oleh si gadis tomboy.
"Astaga! Ngambek ini ceritanya?" Kali ini Rembulan melempar jam tersebut ke lantai hingga pecah berserakan. Dan mati, bunyi beepnya.
Rembulan hanya menatap pecahan onderdil jam sekilas kemudian memilih bangun dan melangkah keluar. Jam dinding menunjukan pukul satu dini hari di hari jumat. Hari dimana sang Bunda libur dalam berjualan pecel keliling. Di hari ini, semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar, secara rutin ia mengambil alih tugas sang Bunda. Bebersih, memasak dan menyiapkan keperluan sang nenek sebelum berangkat ke sekolah. Rembulan ingin Bundanya sedikit bersantai di hari liburnya. Kasihan, Bunda Titis adalah seorang single mother, suaminya meninggal karena kecelakaan di saat Rembulan masih berumur tujuh tahun. Peristiwa pilu inilah yang menyebabkan sang nenek sangat terpukul hingga terkadang ia linglung.
Rembulan menyeret ember kecil berisi pakaian kotor sebelum ia menutup pintu. Ia sedikit berteriak dari balik pintu, "Hantu murahan! Jangan lupa bersihin tuh jam! Capek gue ngeladenin loe yang sering ngambek!"
Ajaibnya, dalam sekejab jam weker itu sudah nangkring manis di atas nakas tanpa cacat sedikit pun.
*****
Rembulan hidup bersama Bunda dan neneknya di sebuah kompleks perkampungan. Perkampungan ini berbatasan langsung dengan perumahan mewah dimana sahabatnya, Lintang tinggal. Walaupun demikian, tidak ada kesenjangan di antara para penghuni dua kompleks ini. Mereka malah sering mengadakan kegiatan bersama. Rumah Rembulan sendiri termasuk cukup luas dengan halaman samping yang ditanami sayur-mayur. Lumayankan tidak perlu membeli ke pasar untuk bahan pecel. Sang ayah membelinya dengan harga cukup murah dari standar rumah kampung pada umumnya. Mencurigakan bukan? Konon rumah yang telah dibeli ini angker, sudah hampir dua puluh tahun kosong dan tak laku-laku. Benar saja, ketika keluarga Rembulan menempati rumah ini, kejadian demi kejadian mistis menimpa mereka. Lucunya, keluarga ini terbilang cuek dan terkesan welcome dengan gangguan-gangguan tersebut. Contohnya Sang Nenek, ia pernah dikagetkan oleh sosok tinggi besar saat hendak menyiangi rumput samping rumah. Si nenek langsung lari terbirit masuk rumah dan kembali dengan membawa golok peninggalan mendiang suaminya. Ia mendekati si genderuwo sembari marah-marah, "Kurang ajar! Setan gak ada sopan-santunnya sama orang tua! Loe tahu ini apa? Golok! Tajem buat nebas kepale loe! Loe pergi kagak atau gue tebas! Atau gini aja deh, Itung-itung loe bakti sama ane, loe siangin tuh rumput semua ntar loe ane ijinin tinggal dimari!"
Kelakuan yang diluar nalar kan si nenek ini? Setan kok diajak negoisasi, eh tapi herannya tuh setan nurut-nurut aja. Dia langsung jongkok. Dengan berbekal kedua tangannya yang hitam dan gedhe hanya dalam waktu sepuluh menit, halaman samping terbebas dari rumput liar. Dan ya, mulai detik itu, satu makhluk halus bertitel genderuwo telah memilki majikan renta bernama Si Nenek.
Keahlian super ini juga dimiliki oleh Rembulan. Ia disambut sebuah rintihan saat membuka pintu belakang. Mencuci. Itu kegiatan dini harinya, tiap jumat dan minggu. Ada sebuah sumur timba dan sumur pompa yang terpisah cukup jauh dari rumah. Di tempat inilah, keluarganya sering bebersih peralatan makan dan mencuci pakaian. Rembulan sudah terlalu terbiasa mencuci di pagi buta dan hanya ditemani lentera. Terkadang si mbakyu Kunti juga ikut nungguin sambil bernyanyi. Dia sering menyanyikan lagu ciptaan sendiri berjudul Kekehan Perawan. Terkadang Rembulan hanya diam, di banyak kesempatan ia didapuk menjadi backing vocal dengan lirik Ya ya-nya atau No no-nya.
Tapi, pagi ini ada yang berbeda dengan si Kunti. Ia tidaklah bernyanyi melainkan menangis. Hal ini membuat Rembulan curiga, jangan-jangan si genderuwo kembali berselingkuh dengan Si Sundel.
"Loe kenape, Kun?"
...
"Alaaaah, cemen loe! Cuman digoda begitu aja nangis! Goda balik dong mereka!"
...
"Justru itu, para pemuda berandalan macem mereka yang sering mabuk-mabukan kudu dikasih pelajaran!"
...
"Kenape loe tanya? Ya karena mereka sering mabok minuman! Warga sudah kewalahan meringatin mereka, seharusnya persekutuan setan turun tangan ngebantu. Takut-takutin sampek ngompol di celana atau gimana kek. Loe kan tahu kisah Si Manis yang jadi korban rudapaksa pemuda mabok sampek mati, kagak mau kan loe ada si manis-si manis berikutnya?"
...
"Iyak! Begitu! Ajak sekalian si tuyul, biasanya mereka anak orkay. Lumayan kan dapet sepuluh dua puluh rebu, bisa buat beli buku LKS tuh. Jadi, gue gak harus minta ke Bunda!"
...
"Alaaah, haram apaan? Sok agamis loe! Keharaman dari tindakan pencurian akan gugur jika si korban merupakan orang bejat!"
...
"Dari siapa dalil itu? Lah kan ane yang ngomong barusan! Udah buruan! Daripada loe berisik nangis mulu mending loe salurin sakit hati loe ke mereka! Setan kok digodain, sableng emang tuh orang-orang!"
Percakapan ditutup dengan pamit khas si Kunti, tertawa cempreng sambil melayang terbang menembus pepohonan pisang. Dari arah belakang ada si tuyul yang ngekor sambil membenarkan celana popoknya yang melorot.
"Damai dah nyucinya kali ini..." gumam lirih Rembulan. Ia pun melanjutkan pekerjaannya dengan khidmat, ditemani bunyi jangkrik bersahutan yang lebih merdu ketimbang suara si Kunti.
Sekitar setengah jam kemudian, ketika Rembulan telah menyelesaikan pekerjaan, suara tangis bersahutan dari kejauhan. Lalu diikuti satu dua dan akhirnya banyak suara warga yang terbangun. Sepertinya mereka marah. Rembulan terkekeh, "Rasain noh, duit cuman buat mabok! Gak guna banget hidup kalian!"
*****