Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Self Improvement
JANGAN JADI GURU!
3
Suka
197
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Kelasku tepat berada di ujung kanan sekolah. Ada pematang tanah timbun yang menghubungkan ruang guru dengan kelas itu. Jika hujan deras, sekolah libur. Di belakangnya gundukan bukit landai yang dipenuhi tumbuhan lebat dan batu nisan jaman perang dulu.

Tapi aku tak hendak berpanjang-panjang cerita soal itu.

Dulu, di sekolahku ada seorang guru yang selalu tampil garang di kelas fisika. Dikenal dengan nama inisial saja Bu CS. Setiap kali ia masuk, semua murid menegakkan punggung posisi siaga.

Entah kenapa, ada perasaan takut sekaligus kagum yang menular setiap kali Bu CS melangkah masuk. Wajahnya keras, tegas, bahkan bisa dibilang sedikit dingin.

Seperti biasa, saat Bu CS masuk kelas, aku langsung mengalihkan pandangan, menunduk atau berpura-pura sibuk. Harapannya, biar tak dipanggil maju ke depan.

Tapi Bu CS seperti punya indera keenam, selalu bisa membaca pikiranku. Ia selalu memanggil siapa pun yang tampak ingin menghindar—dan hari itu sialnya aku yang jadi sasarannya.

"Itu yang di pojok, maju ke depan," katanya sambil melirik ke arahku. Ia tidak pernah menyebut nama. Strategi itu memang dirancang untuk membuat jantung kami berdegup lebih cepat.

Aku maju ke depan dengan ragu. Di papan tulis sudah tertera soal fisika yang rumit. Dengan tangan gemetar, aku mencoba memegang kapur dan menuliskan jawaban, tapi semua rumus yang baru saja kupelajari seolah hilang dari kepala.

Diam-diam, aku menyesali kebiasaanku menghindar, tapi waktu tidak bisa diputar balik.

Bu CS melihat kebingunganku. Ia menyeringai kecil, lantas berkata, “Kalau kamu terus menghindar begini, kapan mau belajar? Berani salah lebih baik daripada tidak mencoba sama sekali.”

***

Usai ujian kelulusan, aku berkesempatan bicara dari hati ke hati dengannya.

Ternyata di luar kelas, sosok Bu CS begitu berbeda. Ia terlihat lebih tenang, dan bersahabat. Tiba-tiba saja rasanya seperti sedang berbicara dengan seorang ibu, bukan lagi guru yang garang.

Aku terus diliputi rasa penasaran, “Bu, kenapa Ibu selalu memanggil saya untuk maju?” tanyaku akhirnya.

Bu Sari tersenyum tipis. Karena kamu sebenarnya pintar, tapi selalu berusaha menghindar. Ibu tahu, kamu mampu. Kalau Ibu tak mengasah keberanianmu, kapan lagi berani berdiri di depan?” katanya lembut.

Ia bilang ia juga kenal ibuku. Ternyata mereka teman sesama guru dulu, dan rupanya, Bu CS tahu betul masalah keluargaku.

“Kalau kamu terus-menerus lari, kamu ngak akan bisa melawan tantangan hidup. Ibu mau kamu jadi orang yang kuat dan mandiri. Itulah alasannya Ibu sering memanggilmu untuk maju.”

Semua ketegasan dan “kegarangan” yang ia perlihatkan ternyata hanya caranya membuatku lebih kuat.

Ada rasa hormat dan terima kasih yang mendalam yang muncul.

Namun, ada satu nasihatnya yang membuatku gundah. Bu CS pernah bilang begini, Kalau kamu lulus nanti, jangan jadi guru.”

Aku mengernyit, bingung, sebagai seorang guru, kenapa ia justru melarangku menjadi guru sepertinya?

“Kenapa Ibu bilang begitu? , bukankah Ibu guru yang hebat?” tanyaku.

Ia tertawa kecil dan menepuk pundakku. Nak, menjadi guru bukan cuma soal mengajar berhitung atau menulis. Menjadi guru berarti juga membentuk karakter, membangun moral yang baik, dan membuat seseorang menjadi manusia. Itu tugas yang berat, lebih dari sekadar profesi. Dan jujur saja, di zaman ini, tantangan menjadi guru semakin berat.”

Bu CS bilang, dulu profesi guru sering dipandang sebelah mata. Banyak guru harus banting tulang demi kebutuhan hidup. Tapi justru di situlah ia merasa dedikasinya lebih tulus, karena tidak tergoda dengan keuntungan materi.

"Zaman sudah berubah, memang gaji guru lebih baik dari zaman Oemar Bakri dulu. Tapi masalahnya, banyak yang jadi guru hanya demi gaji, bukan demi mendidik dengan tulus," katanya sambil menghela napas.

Bu CS bilang, ia merasa gelisah dengan pendidikan sekarang ini. Menurutnya, tantangan seorang guru bukan lagi soal cara menyampaikan materi, tapi juga menghadapi siswa yang makin sulit diatur.

"Anak-anak sekarang mudah digoda teknologi, makin jauh pendidikan moral dan spiritualnya."

“Mendidik anak-anak yang terbiasa hidup dengan gadget dan sosial media jauh lebih sulit daripada mendidik anak-anak seperti kalian dulu,” katanya dengan nada sendu.

“Apa Ibu menyesal menjadi guru?” tanyaku, penasaran.

“Tidak,” jawabnya sambil tersenyum. “Ibu tidak menyesal. Ibu bangga. Tapi Ibu cuma sedih pendidikan makin kehilangan jiwa. Guru sekarang bukan hanya sekadar guru; mereka harus jadi orang tua, motivator, kadang bahkan teman. Tapi banyak yang lupa tujuan mereka mendidik.”

Ia memandangku dalam-dalam, seolah ingin menyampaikan pesan yang lebih kuat lagi. “Kamu bisa jadi apa pun yang kamu mau. Jadi manusia yang baik dan berkontribusi untuk orang lain. Tapi kalau nanti kamu memilih jadi guru, jadilah guru yang sejati, yang tidak mengajar hanya demi gaji dan formalitas. Jadilah guru yang mengajar dari hati.”

Pesan terakhirnya itulah yang membuatku mengerti bahwa ia bukan benar-benar melarangku menjadi guru. Ia hanya ingin agar aku memahami arti dan tanggung jawab profesi itu, melebihi sekadar kewajiban administratif atau materi.

***

Kini, bertahun-tahun setelah pertemuan kami, aku mengerti sepenuhnya maksud dari kata-katanya.

Di tengah hiruk-pikuk dunia pendidikan yang kian menantang, guru seperti Bu CS adalah sosok langka, seorang yang melihat guru bukan sekedar pekerjaan.

Pesan “Jangan jadi guru” bukan sebagai larangan, tapi sekedar pengingat.

Aku tahu, jika kelak aku memilih jalan itu, aku harus menempuhnya dengan penuh keikhlasan, dan komitmen, seperti yang Bu CS tunjukkan. Bukan hanya untuk mengajar, tetapi membentuk manusia.

note: ini hanya sebuah cerita fiksi-mohon maaf jika ada kesamaan nama atau tempat karena detilnya ;),

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Lia
Menarik mas bisa denger cerita anak" trus dibuatkan novel ☺
terima kasih bu guru ;), sebenarnya saya juga ngajar di sela waktu kerja saat sabtu di sebuah pesantren di pinggir laut--sekarang sedang buatkan novel untuk mereka karena aku lihat anak-anaknya punya banyak cerita ;),
Lia
MasyaAllah pesannya bu Sari benar mas. Krn itu yg aku rasain sbg guru selama ini. Ceritanya bagus mas krn ada pesannya☺
Rekomendasi dari Self Improvement
Flash
JANGAN JADI GURU!
Hans Wysiwyg
Cerpen
Sang Guru
Anjrah Lelono Broto
Cerpen
Kisah Simsim yang Pemarah
Lia
Cerpen
Saya Telah Difitnah
Syauqi Sumbawi
Flash
Kuasa Uang
Adam Nazar Yasin
Novel
1/4
Sancka Stella
Flash
Bronze
Sang Penulis
AndikaP
Novel
Dunia Kecil; panggung & omongkosong
Syauqi Sumbawi
Cerpen
Bronze
Kisah Simsim yang Pemarah
Lia
Cerpen
Bronze
Memahami
Daud Farma
Flash
PADA KORIDOR, KENANGAN DAN KEYAKINAN TERGAMBAR
Syauqi Sumbawi
Flash
ROOFTOP HATI
Hans Wysiwyg
Cerpen
Pemuda Di Kamar 17
Sucayono
Flash
THE UNSUNG MELODY
DARMA XU
Cerpen
Melintasi Dimensi
Kirana
Rekomendasi
Flash
JANGAN JADI GURU!
Hans Wysiwyg
Flash
SAM DAN MESIN UANGNYA
Hans Wysiwyg
Flash
Suatu Hari di Toko
Hans Wysiwyg
Novel
TEDUH DALAM BARA Dua Perempuan Teluk Naga
Hans Wysiwyg
Flash
DUNIA JUNGKIR BALIK
Hans Wysiwyg
Flash
PARMIN DAN BURUNG MAJIKAN
Hans Wysiwyg
Flash
Gadis Kecil Di Trotoar
Hans Wysiwyg
Flash
Remember Us This Way
Hans Wysiwyg
Flash
Jatuh Cinta, Ternyata....
Hans Wysiwyg
Novel
DI BAWAH LANGIT YANG TERLUKA Beneath The Wounded Sky
Hans Wysiwyg
Flash
IN-SPIRING LOVE
Hans Wysiwyg
Flash
SUPERMAN IN-KUMBEN
Hans Wysiwyg
Flash
Di Bawah Langit Jogja
Hans Wysiwyg
Flash
ONLY-- Sometime Truth is Cruel
Hans Wysiwyg
Flash
Mestakkung
Hans Wysiwyg