Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
ADERA DAN LINA
ADERA sejak tadi tidak bisa berhenti memikirkan Lina. Dua tahun ia mengaguminya dan esok adalah hari terakhir mereka bertemu di sekolah sebelum libur panjang musim panas menuju ujian kelulusan. Adera sampai saat ini belum mengungkapkan perasaannya kepada Lina. Adera bimbang mengenai perasaan Lina terhadapnya. Malu rasanya jika ternyata Lina tidak memiliki perasaan yang sama.
Tapi, entah saat itu, ia masih kepikiran ketika sore hari sehabis pulang sekolah, Lina menghampiri Adera mengajaknya pergi bersama. Adera terkejut namun tetap mempertahankan sikap dinginnya kepada Lina.
"Saya ada jadwal buat tugas, Lin," kata Adera kaku.
Lina tampak kecewa, namun ia tidak berhenti dan terus memaksa Adera untuk berkata 'iya'.
"Oke, Lin. Jam 7 saya jemput di halte depan sekolah."
Lina yang senang mendengar jawaban itu segera pergi dan meninggalkan senyum termanis yang pernah dilihat Adera. Setelah mengucapkan "Sampai jumpa lagi," pikiran Adera terbang kemana-mana.
"Ah, indahnya jatuh cinta," dalam hatinya berkata. Wajahnya saat itu memerah, dan teman-teman konyolnya yang baru datang menampar kupu-kupu yang sedang terbang di tubuhnya.
"Jam 7 latihan di tempat biasa, ya, Der! Awas jangan alasan lagi," Juno dan Alif berniat bersama-sama mengajak Adera untuk kumpul di kantin selepas pulang sekolah. Ada perasaan ragu di dalam hati Adera, antara menemui Lina atau ikut latihan basket bersama teman-temannya. Melihat Adera yang tiba-tiba diam seperti patung, Juno dan Alif meninggalkan Adera begitu saja, dan menganggap bahwa Adera seperti sosok mayat yang kemudian dihidupkan kembali.
Setelah sampai di kamarnya, Adera banyak melamun. Ia tengah duduk di atas kasur dengan masih menggunakan pakaian sekolahnya. Tasnya ia lemparkan saja di lantai, dan di sebelahnya berserakan buku-buku serta kertas-kertas harian miliknya.
"Antara basket dan Lina, yang mana semestinya aku pilih? Lina adalah sosok perempuan yang telah lama aku sukai, tapi untuk basket adalah cita-citaku sejak kecil. Memang belakang ini aku sering bolos latihan karena banyaknya jadwal dan mengerjakan tugas sekolah, tak mungkin aku mengecewakan mereka lagi," lamunan itu berkata.
Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 5 sore. Sementara Adera harus bersiap-siap untuk mandi, mengganti pakaiannya, dan berkumpul untuk makan malam. Ibunya sudah menyiapkan hidangan di atas meja makan yang sangat menggugah Adera. Kemudian makan malam itu berlangsung dengan hikmat, walaupun masih tanpa dihadiri ayahnya yang sibuk bekerja.
"Bagaimana sekolah?" tanya ibunya setelah mereka habis makan hidangan penutup.
"Baik," jawab Adera tanpa ekspresi. Ibunya mengiyakan jawaban anaknya dan sibuk merapikan piring-piring di atas meja.
"Ayo, bantu ibumu membawa piring-piring ini ke dapur," perintah ibunya. Tanpa berkata dan membantah, Adera membantu ibunya membawakan piring-piring itu ke dapur. Memang karena sudah kebiasaannya sejak kecil diajarkan untuk langsung mencuci piring setelah makan. Tangannya memang benar menggosok-gosok piring itu dengan spon yang dilumuri sabun, namun kepalanya sedang berada entah dimana.
Selang beberapa waktu, ia tak sengaja menjatuhkan salah satu piring itu, dan akibat kesalahan yang ia lakukan, ia akhirnya dihukum.
"Kau tak boleh keluar rumah!" titah ibunya.
Adera mencoba memberi ribuan alasan untuk tidak dihukum, ditambah banyak hal yang ingin ia lakukan nanti di jam malam, seperti latihan bersama temannya atau menjemput Lina di depan halte. Walaupun begitu, ibunya tak peduli, dan Adera akhirnya tidak dapat keluar rumah sampai pukul 9 malam.
Ia mencoba memberi kabar kepada Lina bahwa ia tak dapat menjemputnya, dan sekali lagi ia mengecewakan teman-temannya. Tidak ada balasan sampai pukul 10. Ia membanting ponselnya ke atas kasur dan hanya bisa merengek. Ia meringkuk sampai pukul 11 malam dan tak berani melihat ponselnya karena takut pesannya masih belum terbalas.
Esok harinya di sekolah, ia tak bertemu dengan Lina, maupun teman-temannya. Rupanya Juno dan Alif lebih memilih untuk tidak masuk sekolah di hari terakhir. Adera menyalahkan dirinya dan menjadi pendiam seharian di sekolah. Seharian itu ia tak banyak berbicara pada siapapun.
Ketika sampai di rumah, ia tak menyangka, ayahnya yang selama hampir satu tahun penuh jarang di rumah rupanya mengatakan telah mengambil cuti dari kantornya. Dengan wajah yang memancarkan keceriaan, Adera memeluk ayahnya dengan erat dan kembali merengek di pundak ayahnya. Ayahnya tersentuh kemudian berkata, "Sudah, nak, ayah akan berada di rumah lebih lama dari biasanya."
Adera tetap memeluk ayahnya sementara makan siang sudah menunggu di meja makan. Terdengar Ibunya memanggil dari dalam dan mereka berdua ke meja makan. Makan siang ini terasa sempurna karena kursi-kursi terisi penuh. Kehadiran ayahnya, kedua kakaknya yang baru libur dari kampusnya, dan ibunya yang selalu menjaganya.
Mereka makan siang dengan penuh suka-cita. Andre, kakak tertuanya lebih banyak bercerita tentang kegiatan-kegiatan selama kuliahnya, dan Randy, kakak keduanya lebih banyak bercerita tentang kekonyolan yang ia lakukan di asramanya, sementara ayahnya lebih banyak bercerita tentang betapa ia merindukan rumah yang kemudian disambut dengan perlakuan hangat ibunya. Adera cukup menjadi penonton di meja makan yang berlangsung meriah itu.
Tiba-tiba ponselnya bergetar di saku celana. "Satu pesan baru dari Lina". Matanya berbinar dan pipinya memerah.
Isi pesan itu tertulis: "Maaf, Der. Kemarin malam saya tidak sempat memberi kabar, bahwa semalam ayah saya mendadak mengajak libur ke luar kota, dan ponsel saya tertinggal di rumah teman sewaktu saya mampir ke rumahnya. Jika kau marah dengan saya, mohon balaslah atau katakan apapun."[*]
13 Oktober 2023