Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
The Last Painting
0
Suka
265
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Sunyi, tertekan, rasa, mencari

kehangatan hilang

mengering di musim panas

seperti petir mendatangi hujan

kembalilah kepadaku

Tangan kanannya terus bergerak, lincah memangkas jarak hingga terkena cat air yang belum kering. Dia sedang memberi warna pada kanvas putih sehingga punya noda, tidak tahu pola apa yang menjadi tujuan.

Gadis itu tersenyum seperti orang gila, bersama air mata menetes dan gumam yang tersapu hawa dingin, "Bisakah kita menyalakan lentera dalam balutan kaca pecah?"

Mimpi-mimpi itu

tumbuh kian lebat

mimpi kita

seolah menenangkan

lantas kauberi senandung getir

mengguncang perasaan

Debaran jantung itu semestinya masih menyenangkan ketika terasa, tapi telah menjelma perih kala melihat hal suram yang sama. Bagaimana kita bisa berpisah begini? Gadis itu selalu bertanya atas nama warna-warna yang dia terapkan menyerupai gambar abstrak. Namun, perlahan gambar itu punya makna menyedihkan.

Air yang sejuk di bawah kaki pegunungan, matahari terik di atasnya, bersama tetes gerimis yang singgah. Sungguh irasional, tapi baginya itu cukup menggambarkan rasa.

Jalan yang sekarang asing

tanpa jejak

tanpa pijak

tanpa kamu sebagai sajak

aku berkeliaran ke sana kemari

lelah

Hujan beberapa hari tidak mau menyapa bumi, dia tahu bahwa jika hujan sampai turun berarti air-air langit begitu kejam menghukumnya, lantas mengirim kenangan masa lampau sampai ke depan mata.

Dia terus menggerakkan tangan. Kanvas ke sekian kali, ada puluhan yang tersebar memenuhi lantai dingin kamar. Menjadikan ruangan berantak tanpa berniat untuk membereskan, seolah hanya ini satu-satunya yang dapat dia lakukan untuk membalas satu hari yang terlambat.

"Maaf adalah ungkapan konyol, bukan? Buktinya aku sudah berulang kali meminta maaf, tapi kamu nggak muncul."

Terowongan lalu yang bercahaya

masih muncul bersinar

berlabuh dalam hatiku

terang, gelap

hangat, dingin

cair, beku

Lagu yang sejak tadi mengalir berhenti, itu akhirnya. Bait dari lagu itu akhirnya, tapi si gadis tidak bisa lagi membuat tangannya bergerak kala suara hujan menggantikan lagu yang sempat mengalun, mampir dalam pendengaran dan lebih menyakitkan dari mendengar lagu barusan berulang-ulang seperti saat pertama kali dia kehilangan teman bersandar.

"Hujan datang, tapi mengapa kamu enggak?" Gadis itu melepas kuas, bola matanya menatap lukisan yang telah terbuat. "Jadi kesimpulannya, aku yang harus pergi menemuimu, 'kan?"

Petir menyambar-nyambar. Lampu padam, gadis di dalam kamar meninggalkan lukisan terakhir; dua sosok yang saling menikam, di bawah deras hujan. Tetapi tidak ada raut ketakutan, dua sosok itu ... saling tersenyum semringah.

"Kita memang berada di dunia penuh kekonyolan, Randin." Wujud transparan itu menatap lemah wujud lain yang telah kaku.

Hujan masih berisik menyuarakan duka, sementara lagu dari audio di sudut kamar kembali terdengar, kendati tidak ada tangan yang ingin memutar.

Jika penantianku begitu berharga

hujan yang bersuara ....

Liriknya menghilang, seperti lukisan terakhir yang masih tertempel di penyangga kayu.

cinta yang canggung begitu cantik

hujan dan payung biru muda kaubawa

ciamik

Lukisan yang melebur, kini hanya membekas nama dari cat hitam sebelum benar-benar hirap.

Aroma Randin

"Hidung kita adalah salah satu kejaiban Tuhan. Coba pikirkan, bagaimana kalau kita nggak bisa mengisap udara, menghirup aroma, pasti rasanya hampa."

"Sama sepertimu, Aroma. Aku juga akan hampa kalau kehilangan kamu."

Dua sosok itu saling pandang, dengan binar kasih yang mengukir kisah merah jambu.

"Randin, aku berjanji kamu nggak akan kehilangan aromamu. Jika kamu sampai kehilangan Aroma, kamu berarti mesti menyusulku. Aku juga akan demikian."

Lantas Tuhan, mencatat janji itu sebagai tanda untuk menagih ikatan tak kasatmata yang mengerikan.

Sepasang insan yang saling jatuh cinta memang payah dalam hal logika.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Flash
The Last Painting
Ilestavan
Novel
LOVE and DREAM
Nita Sari
Novel
Cinta Kita
Elisabet Siahaan
Novel
Lembah Para Mafia
Yulistya Yoo
Novel
Lindur Ungu
Silvia
Novel
Laras Gandasuli
Donny Sixx
Novel
TUAN Z
hanifa nafisatul puadiyyah
Novel
Me VS Grandma
Andi Nurul Annisa
Novel
PANDORA 1998
Putu Winda K.D
Novel
(Not) Sister
Yamsyina Hawnan
Novel
Bronze
Bagaimana Kesepian Membuatmu Mati Perlahan
Daruz Armedian
Novel
Bronze
Ini aku, bukan dia
Kartika kurniati
Novel
Buah Bibir
Fey Mega
Flash
KARA
Dew
Flash
Drama Kalatea
Sri Marflowers
Rekomendasi
Flash
The Last Painting
Ilestavan
Cerpen
Halo, Selamat Tinggal!
Ilestavan
Flash
Delusi Cinta
Ilestavan
Flash
Secangkir Kopi tak Bersuara
Ilestavan
Cerpen
Gandark
Ilestavan
Flash
Rasa Sakit
Ilestavan
Novel
Irama Bulan
Ilestavan
Flash
Pena Tuhan
Ilestavan
Flash
Kucing Pencuri
Ilestavan
Novel
VII Diebus
Ilestavan
Flash
Eskapisme
Ilestavan
Flash
Ketika
Ilestavan
Flash
Gugur
Ilestavan
Cerpen
Pretensi
Ilestavan