Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sudah sejak dini hari tadi, ketika jarum jam dinding menyentuh angka dua di tanggal satu November, hujan telah mengguyur bumi. Menyisakan sedikit gerimis di pagi yang mendung dan membuat bulan hujan ini memiliki julukan Novemberain.
Aku beranjak ke jendela dengan secangkir kopi hangat di tangan. Menatap rinai lembut yang berjatuhan menyentuh daun dan kelopak bunga di taman. Kabut di ujung sana juga tampak enggan berlalu.
Kusesap cairan hitam pekat itu lalu duduk di kursi. Pandangku masih tertuju ke arah yang sama, nun jauh di sana, di balik kabut itu.
Apakah di sana juga hujan?
Aku merapatkan mantel rajut yang kukenakan dengan satu tangan. Rupanya hawa dingin di luar telah menyusup masuk dari ventilasi jendela dan menembus kulitku.
Apakah di sana juga dingin seperti ini?
Bibirku kemudian menyunggingkan senyuman dan kembali menyesap kopi. Setelah menyalakan pemutar musik dari ponsel, aku meletakkan punggung pada sandaran kursi yang nyaman dan menikmati suasana syahdu ini dengan memejamkan mata.
Seperti yang sudah-sudah, seperti yang telah kulakukan bertahun-tahun silam, belasan tahun mungkin, aku tidak beranjak dari tempat ini hingga sore menjelang. Setiap tahun, di hari pertama bulan ke sebelas, khususnya di hari berhujan, aku selalu bergeming di sini. Menatap jendela sambil menyesap kopi dan menikmati musik hingga kabut perlahan menghilang adalah rutinitasku. Cara yang cukup aneh untuk menikmati masa lalu. Masa yang tak mungkin terulang, tapi akan selalu terkenang dan membuatku enggan berpaling pulang.
Feeling blue atau gloomy mungkin istilah yang tepat untuk menggambarkannya. Seperti perasaan sedih dan murung yang terus melekat, sekaligus perasaan rindu yang nyaman dan menenangkan. Aku senang menenggelamkan diri ke dalamnya seolah hari ini adalah hari itu.
Hari ini adalah salah satu hari yang paling aku ingat sepanjang tahun. Aku mungkin bisa melupakan hari istimewa lainnya. Tak sengaja melewatkan hari ulang tahun orang tua atau saudaraku, bahkan sahabatku, itu sudah biasa. Namun, tidak dengan dengan hari ini. Hari yang begitu istimewa sehingga aku rela melakukan apa pun agar bisa meluangkan waktu dan hidupku.
Khusus hari ini saja. Izinkan aku mengenang dia. Merindukan dia dan memenuhi seluruh ruang jiwaku dengan bayang dirinya. Biarkan aku mengulang kembali perasaan pada waktu itu. Di penghujung hari, akan kutitipkan kalimat Selamat Ulang Tahun pada bulan dan bintang untuknya. Tidak ada doa atau harapan yang kusampaikan karena permintaanku itu sangat mustahil terjadi.
Kuletakkan cangkir kopi yang sudah tandas ke meja dan menoleh ke arah pintu yang terbuka. Ketukan tiga kali sesuai kebiasaannya itu mengembalikan diriku pada masa kini. Seseorang berdiri di ambang pintu sambil menatapku dan tersenyum.
Aku balas tersenyum dan menghampirinya sosok yang sedang berulang tahun hari ini. Sambil mengamit lengannya dengan manja, aku bertanya, βKali ini birthday dinner di mana?β
Sosok itu menyebut sebuah nama restoran kesukaanku dengan bangga. βAku sudah pesan tempat di sana. Kau suka?β
Tentu saja aku mengangguk. Tempat di mana kami selalu merayakan ulang tahunnya adalah tempat favorit masa laluku, yang kini telah menjadi kesukaanku. Itu adalah caraku untuk meredam kerinduanku padanya. Kesukaannya adalah kesukaanku sekarang.
Mungkin aku salah karena masih memendam kerinduan mendalam pada seseorang di masa lalu yang tidak akan pernah kumiliki, karena aku pun telah menjadi milik seseorang. Bahkan aku memilihnya menjadi suamiku hanya karena tanggal kelahiran yang sama dengannya.