Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Aku bertemu dengannya pada hujan Bulan November. Dia yang selalu memakai seragam ASN terlihat layu di basuh air hujan. Aku tak tau apa yang dipikarannya, hanya melamun menunggu kapan hujan akan berhenti.
Aku menyibak derasnya hujan dengan mantel yang baru saja selesai dipakai. Aku nyalakan motor dan pergi meninggalkan dirinya, yang entah kapan akan disana.
Hari berikutnya aku bertemu dengannya kembali, di tempat yang sama. Hari ini dia membawa mantel dan sedang memakainya. Aku tak menghiraukan dan duduk di kursi, aku sedang waktu itu, ingin mendinginkan kepala sejenak. Setelah beberapa menit dia menyalakan motornya dan pergi menembus hujan.
Hari setelahnya aku tak menemukan dia, mungkin sudah pulang lebih dulu atau lembur di kantor, entahlah aku juga tak tahu. Aku juga heran pada diriku sejak kapan mulai memperhatikan kehadiran dia, lelaki berseragam ASN.
Seminggu kemudian, aku bertemu dengannya, bukan tentang mantel dan hujan tapi sebuah acara. Dia datang sebagai tamu dan aku sahabat pemelai perempuan. Dia terlihat berbeda memakai baju bebas, lebih santai dan mudah di dekati. Aku tak menyapanya saat itu, bukan karena apa, tapi emang kita tidak kenal. Ternyata dia adalah teman SMA kedua pemelai, aku tahu karena pada saat sesi foto teman-teman SMA, dia ikut disana.
Pagi ini hujan kembali setelah akhir pekan kemarin cerah. Sebenarnya aku menyukai hujan, tapi tidak untuk bepergian. Aku memakai mantelku dan pergi bekerja. Di lampu merah terlihat lengang hari ini, sepertinya banyak yang telat karena malas pergi saat hujan. Tiba-tiba ada motor di sampingku, aku melihat sedikit lama karena sepertinya kenal. Lelaki itu menengok karena merasa dilihat olehku dan menganggukkan kepala sambil tersenyum. Itu dia, lelaki itu adalah dia yang berbaju ASN. Aku ingin mengikutinya, dimana dia kerja tapi aku urungkan niatku. Aku sepertinya tertarik dengan dia.
Hari berikutnya aku bertemu dia lagi, di tempat yang sama. Hari ini dia bersama teman perempuan yang berseragam sama sepertinya, terlihat mengobrol asik di sudut tempat. Aku memakirkan motor dan segera mengambil mantel. Tak tahu kenapa aku terlihat kesal, aku memakai mantel dengan terburu-buru, tak mau berada di tempat itu lebih lama.
"Mas Dion," aku mendengar suara itu, suara memanggil nama dia. Aku menengok sebentar dan terlihat dia tersenyum menanggapi temannya. Sebenarnya aku tak tahu apakah perempuan itu temannya, kekasihnya atau jangan-jangan istrinya. Aku tak pernah berpikir sejauh itu. Aku segera menyalakan motor dan pulang.
Seminggu aku menghindari tempat itu, meskipun hujan Bulan November ini semakin deras setiap harinya. Aku akan berhenti di tempat lain. Hingga pada suatu hari aku tak sengaja berhenti disana karena mantel yang biasa aku bawa tertinggal di kantor. Aku menunggu sambil melihat lalu lalang jalan dengan hujan yang masih membersamai. Tak terasa sudah akhir November, tinggal menghitung hari Bulan Desember. Di tengah lamunanku, terlihat motor seseorang yang aku kenal masuk, mungkin sedang berteduh karena terlihat basah kuyup bajunya. Aku tak menghiraukan, masih duduk dengan kopi panas mengepul yang aku pesan tadi.
Aku merasakan seseorang mendekat ke arahku, tapi aku tak menengok. Dia berjalan di depanku dan duduk di kursi samping kananku, tepatnya bersebelahan dengan meja tempat kopiku di letakkan. Aku menengok karena penasaran, ternyata dia, lelaki berseragam ASN, tapi hari ini memakai seragam yang berbeda.
"Hujan hari ini pasti akan lama," ujar dia di keheningan kita menikmati hujan. Aku menengok ke arahnya, dia ternyata juga melihat ke arahku. Tersenyum. Aku berpaling karena tiba-tiba jantungku berdetak kencang.
"Aku menunggu bertemu denganmu lagi seminggu ini," Dia meneruskan sambil melihat ke arah hujan, sedangkan aku terkejut dan melihat ke arahnya lagi, tapi tak ada satupun kata yang keluar dari mulutku untuk bertanya.
"Karin, mungkin kau lupa, kita pernah bertemu satu tahun lalu, di Bulan November pada saat hujan," Dia menatapku lagi, kita saling berpandangan cukup lama. Aku tak ingat bertemu dengannya.
"Kau tak akan kenal aku karena aku yang mengenalmu," Dia melanjutkan tanpa memberikan jeda untukku menjawab atau bertanya.