Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"CAPEK GUA HIDUP DI DUNIAAA!"
Teriakan menggelegar itu berasal dari ruang kelas paling ujung di lorong lantai 2. Sekolah negeri yang menjadi tempat favorit para orang tua menitipkan anaknya.
Sekolah negeri enak? Kata siapa? Aku selalu mempertanyakan dua hal ini ketika menemukan keanehan yang jarang diketahui masyarakat. Khususnya di lingkungan sekolah negeri yang selalu didambakan orang-orang. Keanehan yang baru saja aku temukan adalah terikan seorang pemuda, entah siapa itu dia. Bisa-bisanya teriak di penghujung senja.
Kurang kerjaan sekali pemuda ini.
"Serba salah deh, mau di rumah, sekolah, X, dan segala medsos. Ribet banget hidup." Sambung pemuda yang masih berseragam lengkap itu.
drrr... drrr....
"Di mana? Depan MRT? Lu lurus aja sampe ketemu pertigaan, belok kanan." Pemuda itu mengganggukkan kepalanya sambil melihat ke luar jendela.
"Duh, ojek online aja deh. Gua nggak bisa jemput!" Ia memutuskan panggilan, dan dengan cepat langsung membuka laptop yang ada di meja guru, di depan kelas.
Aku tidak habis pikir. Di saat teman-temannya sibuk berkutat dengan kemacetan di arah pulang. Kenapa pemuda satu ini betah banget di sekolah? Bahkan satu orang masih dalam perjalanan. Hellow~ pu;ang sekolah ya istirahatlah.
Entah apa yang sedang dituliskannya di laptop itu, aku tidak mengerti. Aku hanya sibuk memandanginya dari berbagai sisi. Wajah serius pemuda ini tidak bisa lagi diganggu.
Jam dinding menepis keheningan sekolah yang perlahan menjadi makin gelap. Tidak ada tanda-tanda pemuda ini akan berhenti dari kerjaannya. Tepat saat ia mengangkat kepalanya, pintu kelas terbuka lebar. Dua sosok pria yang sama tingginya menunggu di depan kelas.
"Rio, pulang! Bapak mau tugas ngunciin kelas. Jangan lama-lama di sini. Nih, temanmu seperti biasa menjemput." Suara Pak Subar, penjaga sekolah yang menggema terdengar berulang.
Rupanya memang sudah larut untuk ukuran anak pelajar di sekolah. Namun, perkataan tadi rasanya ingin di tepis pemuda ini. Semua terlihat dari air mukanya.
"Woy, buruan pulang! Kembaran lu udah rame banget nih. Lu janji nggak bakal pulang malem lagi kan ke ortu?" Sahut pemuda yang berdiri di samping Pak Subar.
"Gila, gue lupa ada janji itu. Tunggu gua rapiin ini dulu". Pemuda itu bergegas merapikan berkas, kerta, buku, hp, dan laptop di depannya.
"Langsung turun, ya. Bapak mau kunci kelas sebelah sana dulu." Sahut Pak Subar sambil berlalu menuju kelas di depan tangga.
"Iya, terima kasih banyak, Pak" sahut Rio dan temannya.
Perkataan mereka hanya dibalas dengan lambaian tangan kanan Pak Subar.
"Belom kelar tugas Lu, nyet?" tanya pemuda yang tidak ada gerakan untuk beranjak masuk ke dalam kelas itu.
"Tinggal gua analisis, sesuaiin hipotesis, dan simpulan aja sih. Gilaaa, nggak nyangka tugas bisa bikin merinding gini. Serem banget sih manusia! Bisa-bisanya kelakukan lebih dari bintang." Jawab Rio.
"Materi lu apa dah? Kok rumit banget keliatannya" tanyanya kembali. Rasanya ia berusaha menghilangkan keheningan sambil menunggu itu.
"Cyber crime! Gua ambil kasus masyarakat kita aja. Bukan artis luar atau orang terkenal." Jawabnya
"Semangat, bro! Itu sama runyemnya kayak cari jarum dalam tumpukan jerami." Ulasnya.
"Iya, Nyet! Mana gua dapet tema kecilnya tentang perundungan lagi. Demi langit dan bumi, ini mumet! Ada satu yang gua temuin. Orang yang kalem di dunia nyata nggak jadi jaminan dia kalem di dunia maya." Sahut Rio sambil berjalan menuju temannya.
"Maksud lo?" Tanya temannya.
"Ntar gua ceritain sambil jalan pulang. Satu lagi, media sosial itu bukan hanya untuk bersosialisasi. Lu buat kacau di sana mudah banget. Sayangnya, kekacauan itu terekam abadi! Hati-hati." Sambung Rio.
"Asik, cara ngomong lu bagus juga! Nggak sia-sia lu banyak baca ya." Guyon temannya.
"Nyet, itu yang lu komentarin. Tunggu ya, nanti gua bakal lebih sukses lagi dari sekarang. Gua bakal buktiin!" Sambar Rio sambil mengepalkan tangannya ke atas.
Mereka berdua berjalan di lorong sampai tidak terlihat dan menuju tangga di sebelah kanannya. Dari sisi lain, tampak Pak Subar datang kembali ke arah kelas untuk menguncinya.
Hari semakin gelap saat Pak Subar mengunci pintu tangga menuju lantai 2. Sekolah menjadi sunyi tanpa riuh siswa yang saling menyoraki, diskusi tiada henti, dan guyonan mimpi yang beradu tinggi.
Sayangnya, jika kuingat kembali video yang direkam oleh Rio tadi, aku merasa dunia semakin luas. Namun, ada juga kesamaannya, yakni mau itu dunia nyata atau maya sama-sama tidak ada kedamaian.
Perundungan, kekerasan verbal, psikis, dan sebagainya juga ada di dunia maya. Yang mana kata Rio tadi, "namanya aja sosial, dalemnya sih sama-sama ada busuknya". Pantes saja tadi Ia berteriak demikian. Teriakan yang membuatku penasaran, pemuda mana yang masih betah di sekolahan?
Manusia itu unik.