Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Tubuhnya kerdil. Jalannya egol-egol. Jauh dari gesit. Dalam kerumunan makhluk-makhluk besar, ia bagai kutu yang dalam sekali kibasan ekor, terpelanting tanpa ampun. Tapi ia ingin jadi pahlawan. Ideologinya, membela siapapun yang teraniaya. Ahmad Majalaya, si katak mini, pernah diselamatkannya. Saat tersesat jauh dan tiba-tiba sudah berada di depan moncong Gabus Jantan. Ahmad Majalaya sudah pasrah. Tapi saat predator itu hendak menerkam, ia berteriak keras. “Itu umpan! Bukan makanan. Ada kail di badannya. Kau bisa berakhir di kuali penggorengan!” nyali Gabus ciut. Ahmad Majalaya melompat sigap, bahkan tak sempat berterimakasih pada ikan kecil itu. Cita-citanya untuk mati sebagai pahlawan kian menyala. “Martabat pahlawan hanya untuk orang-orang besar, Nak. Kita hanya kaum kaleng-kaleng!” kata ibunya. Ia tetap ingin berenang jauh. Menjemput takdir barunya. Setelah bermusim-musim perjalanan, sampailah ia di tangan seorang pemancing tua.“Tangkaplah ikan besar, Tuan! Jadikan saya umpan!” mohonnya. “Kau tak bahagia jadi peliharaan?” tanya si pemancing tua. “Saya ingin berakhir sebagai martir. Sebagai pahlawan. Menumbangkan kuasa makhluk besar!” Berat hati pemancing tua menikamkan mata kail di tubuhnya. Dalam kesakitan, si ikan kecil berenang sempoyongan, dan terhenti di antara dua moncong ikan besar. Kedua moncong itu sudah menganga. “Tunggu! Itu umpan! Bukan santapan!” Entah dari mana datangnya teriakan itu. Mulut kedua predator mingkem otomatis. Tak sudi berakhir sebagai pepes. Dalam perih tak terkira, ikan kecil yang gagal jadi pahlawan itu, teringat katak mini bernama Ahmad Majalaya...