Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
“Akhirnya, selesai juga” Yudha menyeka wajahnya yg berkeringat dengan tissue. Mentari semakin tinggi, panas menerjang tak terhalang. Oh, hujan! Cepatlah turun! Aku merindukanmu!
Yudha menyender di dekat bagasi Trichakram, dia baru saja menyelesaikan tugas dari Budhenya, belanja bahan baku di pasar Induk Adilaga untuk persediaan di toko kelontong milik Budhe.
Sambil menenggak minuman dingin dia memperhatikan sekitarnya. Beberapa angkutan umum terlihat lalu lalang membawa penumpang yg selesai belanja. Sudah se-siang ini tapi Pasar Induk kok masih tetap ramai? Ugh, pengen jadi penjual, tapi jualan apa ya yg kreatif dan inovatif? Kalo jualan underwear monyet kira-kira laris nggak ya?
Setelah menghabiskan minumannya, dia kembali melanjutkan tugasnya, memeriksa semua daftar belanjaan didalam bagasi. Yudha gak nyangka, bagasi Trichakram ini ternyata mampu memuat banyak barang. Setelah memindahkan karung kacang Zarko, belanjaan terakhirnya, kedalam bagasi Trichakram, Yudha menyerahkan beberapa lembar 20 Pipes kepada pengemudi Trichakram.
“Kristalnya masih ada?” Yudha mencolek sopir disebelahnya.
“Tinggal setengah mas” Sopir Trichakram menjawab tanpa menoleh, dia sedang memperhatikan tampilan hologram di dashboard. Jari-jari tangan kanannya yg terlihat seperti jari-jari robot bergerak lincah menekan beberapa tombol. Yudha kembali memberikan 5 lembar 10 Pipes.
Dari dalam gerbang pasar, seekor monyet remaja berpakaian lusuh berlari keluar mendekati Yudha. Tangannya tengadah, wajah memelas, minta sedekah. Yudha memberikan 5 pipes kepada monyet itu, yg segera berlari menjauh sambil menari dan teriak kegirangan.
“Jangan dikasih mas! Kebiasaan nanti!” Si sopir melotot memarahi Yudha.
“Haha! Gak apa, sekali-sekali. Pelan-pelan ya, langsung ke Gayam gak usah mampir ke rumah janda” Mendengar pesan Yudha, pengemudi Trichakram tertawa.
“Mas’e, aku gak suka janda! Aku suka duda!” dia melambaikan tangan mekanisnya dan Trichakram itu pun segera melaju ke arah barat.
Yudha menepuk jidatnya. Ah lupa! Sopir Trichakram itu namanya Niken! Perawakannya memang tinggi besar, dan suaranya seperti lelaki, tapi dia wanita 100%. Tubuhnya berubah jadi kekar setelah dia menjalani operasi pemasangan lengan mekanis 5 bulan lalu. Maafkan daku mbak Niken! Mata ini sedikit rabun setelah nyungsep di pinggir Bengawan.
Yudha memeriksa kembali nota-nota dan sisa uang belanja, menyimpan semuanya kedalam tas pinggangnya. Masih ada sisa 120 Pipes, nanti dikembalikan ke Budhe, itu uang buat jualan.
“Cieee! Juragan ganteng sibuk borong!” Terdengar suara renyah di iringi tawa merdu seorang wanita, Yudha pun menoleh ke asal suara. Tak jauh didepan dia, wanita mungil berpakaian olahraga serba hitam tersenyum manis sambil mencondongkan badannya kedepan.
Oh, kenapa gadis imut itu ada disini? Duh, lesung pipitnya!
“Hai Prad!” Yudha menyapa sambil tersenyum malu-malu.
“Hai, cinta!” Gadis mungil didepan Yudha tersenyum, manis banget. Aduh! Sapaan yg menghancurkan rumah tangga.
Pradnya, ini dia tersangkanya! Orang yg menghancurkan HPnya beberapa hari lalu dijalan depan swalayan. Waktu itu Yudha sedang bersepeda, sampai didepan swalayan, HP jatuh dari sakunya dan terpental ke tengah jalan. Tepat saat itu mobil sedan putih melintas dan sukses menggilas HPnya. Pengemudi mobil, si bidadari mungil, berusaha memberikan ganti rugi tapi Yudha menolaknya. Pada akhirnya mereka malah makan siang bareng dan menjadi akrab dalam sekejap.
Ini adalah pertemuan ketiga mereka. Kemarin lusa Yudha dan Pradnya juga sempat ngobrol di dekat Toko Sepeda timur perempatan. Tapi cuma sebentar, Pradnya buru-buru pergi, katanya ada urusan penting yg harus dia selesaikan.
“Dasar tukang bohong! Bilangnya pengangguran, ternyata... Hmmm, kalo dilihat sekilas, paling tidak kamu punya usaha toko kelontong” Sicantik mungil berkacak pinggang.
Entah disengaja atau tidak, tatapannya terlihat menggoda. Godaan jadi bertambah dengan lesung pipit yg muncul tanpa malu setiap kali dia tersenyum. Duh!
“Bisinisnya Budhe, aku cuma bantuin” Yudha tertawa.
“Pret!” Mereka berjalan beriringan di trotoar.
“Beneran lho, 100 persen gak ada bohongnya!” Yudha menggerakkan tangannya sambil kedip-kedip.
“Gak usah gitu matanya! Tak colok ntar!” Pradnya merengut manja.
“Mau dong diculik bidadari!” Yudha berlagak sok imut, menaruh tangan dipipi sambil menekuk sebelah kakinya.
“COLOK!” Si cantik mungil teriak sambil mencubit pinggang Yudha. Yang dicubit meringis kegirangan dan melenguh kesakitan.
Mereka terus berjalan sambil bercanda, sesekali Pradnya melompat-lompat kecil. Sampai akhirnya tiba dipinggir perempatan. Lalu lintas lumayan rame hari itu.
“Belanja?” Tanya Yudha.
“Nggak. Cuma lewat aja, rumahku deket sini, tadi gak sengaja lihat kamu” Si mungil tersenyum, manis.
“Oh, aku gak nyangka.” Yudha mengusap dagunya.
“Hmm?” Dia memiringkan kepala, matanya berbinar cerah.
“Ternyata aku begitu mempesona. Bahkan dari jauh pun kau tak bisa menghindar dan merelakan diri untuk tertarik kearah pesonaku” Yudha mengedipkan matanya sambil sedikit mencondongkan badannya kearah Pradnya.
“Hueeekk!” Pradnya begitu ekspresif menirukan orang yg sedang mual, sampai beberapa orang yg berdiri didekatnya melompat menjauhi dia. Seorang bapak berbaju kuning sampai jatuh kepleset. Beberapa pengendara motor kehilangan kendali dan hampir saja terjadi tabrakan beruntun.
“Temenin makan disitu, masakannya enak!” Tangan kanan Pradnya menunjuk ke tempat di dekat SIUK, sementara tangan kirinya melingkar mesra dipinggang Yudha. jari-jari tangannya mengusap usap pinggang lelaki tampan itu. Kepalanya menyender di lengan Yudha. Harum tubuhnya menyerang benteng pertahanan, membuat jantung Yudha serasa berhenti berdetak beberapa detik. Makhluk satu ini bener-bener frontal! Tak tubruk lho!
“Tuan puteri nyari makan di pasar?” Untungnya Yudha masih bisa menguasai diri. Ini di pasar, jangan aneh-aneh!
Pradnya semakin berani, badannya merapat menghadap kesamping kearah Yudha. Kedua tangannya melingkar di pinggang Yudha, membuat Yudha bisa merasakan benda bulat kenyal itu. Oh, Jangan mimisan! Tabahkan dirimu!
“Gak penting makan dimana, yg penting makan sama kamu” Pradnya memandang Yudha, jari telunjuknya bergerak, menyentuh pelan ujung dagu Yudha. Tapi hanya sebentar, jari-jari mungil itu kembali bergerak, mencubit lengan kiri Yudha. Adududuhhh….
“Gimana kalau aku masakin?” Yudha berusaha sedikit menjauh dari Pradnya. Gawat, jangan hanyut, jangan hanyut!
“Eh, Beneran?” Pradnya melotot manja.
“Aku jago masak lho!” Yudha mengedipkan sebelah mata sambil menyilangkan tangan.
“Ya udah, buruan kerumahku!” Pradnya menarik tangan Yudha, setengah berlari menggelandang lelaki tampan itu menjauhi area Pasar Induk.
Eh, kerumah dia? Maksudku tadi aku masakin dirumah Budheku. Aduh, Gimana ini?
“Belanja dulu non…” Yudha berusaha menghentikan laju si kelinci imut.
“Gak perlu! Banyak mentahan dirumah!”
Oh, Sang Langit! Tolong! Ini berbahaya!