Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Dahulu rumah adalah tempat yang paling indah. Terukir kenangan manis ketika aku masih belajar berjalan dan belum bisa bicara dengan lancar. Dunia seolah bergerak begitu lambat dan aku menikmati setiap waktu yang terlewati dengan canda tawa keluarga yang harmonis.
Beranjak dewasa, rumah seolah bukan lagi tempatku untuk pulang. Aku merasa ingin segera menjauh dan tak kembali lagi ke sana. Tempat yang dipenuhi dengan perasaan trauma yang aku terima bertahun-tahun lamanya. Kekerasan fisik dan verbal yang setiap hari aku terima. Terpenjara di dalamnya ibarat burung dalam sangkar. Kepribadianku semakin hancur ketika orang tua terlalu menaruh ekspektasi yang tinggi. Mimpi-mimpi yang biasa ingin aku capai di waktu kecil dan berharap dapat terealisasikan ketika dewasa akhirnya sirna sudah.
Ketika keluar dari rumah, aku berusaha untuk tersenyum manis. Mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja padahal hatiku telah lama rapuh dan menunggu waktu untuk hancur. Tali keluarga seolah akan putus dan tak lama lagi benar-benar terjadi. Rumah kini bukan lagi tempat untuk bercerita atau bercengkrama. Sekadar singgah sebentar dan menangis tersedu-sedu di kamar sendirian.
Senyum palsu itu sudah menjadi hal biasa bagiku. Berpura-pura menjadi orang yang bahagia dan mudah tertawa ketika mendengar lelucon aneh yang tidak lucu. Aku mengira rumah adalah tempat peristirahatan yang tenang tetapi kenyataannya rumah adalah tempat yang penuh dengan segala luka hati dan fisik.
Langit telah lama menjadi sahabat setiaku. Perasaanku tergambarkan olehnya ketika sedang gundah gulana. Langit oranye kemerahan disertai dengan sekumpulan burung dara adalah pemandangan indah yang bisa aku lihat setiap hari di rumah, sedikit mengobati luka yang terpendam dalam hati.