Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Rasanya luar biasa marah, kesal, kecewa. Setelah mengetahuinya, aku hanya bisa terdiam dan menangis. Padahal orang-orang terdekatku sudah memberitahuku jauh-jauh hari. Mereka jabarkan konsekuensinya, resikonya, semuanya. Namun, aku menutup telinga, sebab aku butuh uang.
Uang! Oh, jelas sekali. Demi uang! Demi membantu orangtuaku, demi memenuhi kebutuhanku, demi kelangsungan hidup kami. Aku terpaksa menjualnya. Demi uang! Demi hidup! Tetapi, apa yang aku dapat? Kekecewaan.
Belum sempat aku merasakan manisnya madu, kekejaman telah merampas semuanya. Mereka mengambil hakku, mereka merampas milikku, mereka dengan sengaja menjambret jerih payahku.
Geram, rasanya ingin makan orang saja. Aku tidak bisa menyesal dengan pilihanku, aku sudah terlalu muak. Kecewa, sakit hati, mereka tidak amanah. Mereka pencuri!
"Le, lu udah tau belum tulisan lu dijual orang? Gua tadi baru liat di toko online, ada kali dua puluh akun yang majang tulisan lu. Mana harganya cuman lima rebu perak. Lu udah dapet bayaran belum dari tempat lu publish?"
Aku yang mendengar kabar itu seperti tersambar petir. Aku tidak menjawabnya, buru-buru aku mencari namaku di toko online itu, dan benar saja, ada namaku di sana, ada tulisanku, ada hasil karyaku. Ya Tuhan! Aku marah! Segala sumpah serapah aku lontarkan, temanku sibuk menenangkanku.
Aku kecewa! Aku marah pada diriku sendiri. "Gua belum dapet apa-apa! Gua nunggu dan sabar hampir enam bulan! Gua promosi sampe lemes, gua rela enggak tidur malem buat nulis, siangnya gua promosi, terus sekarang apa yang gua dapet? Tulisan gua dicuri! Gua belum dapet apa-apa!"
Tangisku makin menjadi. Ya Tuhan, aku sudah menguras segala yang aku bisa, mengandalkan kemampuanku yang tak seberapa itu, setelah cari kerja ke sana ke mari dan tak kunjung ada hasil. Tetapi, apa yang aku dapatkan? Astaga! Aku marah, aku marah sekali, aku kecewa.
Apa orang-orang itu tidak punya hati nurani? Apa mereka tidak tau, bagaimana perjuanganku melawan trauma masa lalu dengan tulisanku itu? Kenapa harus mencuri? Apa karena begitu mudah mendapatkan tulisan orang lain seperti itu? Lalu, aku harus melapor pada siapa? Bagaimana aku mengusutnya? Kasus besar saja harus viral dulu baru dapat perhatian. Apa kabar dengan kasus-kasus pelanggaran seperti ini? Adakah lembaga yang melindungi hak kita, hak cipta karya kita? Jika belum ada, buat sekarang juga!
Kenapa yang berkontribusi untuk mencerdaskan bangsa tidak disediakan tempat? Kenapa malah cara-cara ilegal yang mendapat ruang? Kenapa? Apa mereka takut? Apa kalian takut jika kami cerdas? Apa kalian takut?!
Dasar pencuri! Tidak tahu malu! Tidak punya etika! Sekarang aku harus apa? Bagaimana lagi aku cari uang? Ke mana lagi aku cari kerja?
Ya Tuhan, aku hanya ingin membantu keluargaku dengan karya-karyaku. Aku butuh uang. Aku sudah cukup lelah mendengar keluhan orang rumah. Melamar kerja tak kunjung ada panggilan, membuat tulisan dicuri orang. Oh astaga. Jahat sekali orang-orang itu. Kurang ajar!
"Le, udah, kita cari tempat bareng-bareng, oke? Le, enggak gini caranya, gua tau lu kecewa, tapi enggak gini. Lepas, Le. Sekarang, lu hubungi mereka suruh takedown tulisan lu di lapak mereka, hubungi juga publisher-nya, minta pertanggungjawaban sama mereka. Le, jangan ngaco, jangan rusak diri lu kayak gini, jangan lampiasin ke diri sendiri. Le, lepas! Atur napas lu! Tangan lu masih bisa buat nulis! Tunjukkin sama mereka kalo lu layak! Tulisan lu bagus, Le! Lu hebat! Buktiin sama mereka lu bisa lebih baik dari mereka! Lu berkarya, Le, sedangkan mereka cuman pecundang, mereka pencuri. Lepas, Le! Tangan lu berharga!"