Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Explore
Pilihan
Genre
Jendela Bertumpuk
Aku hanya bisa membawa dendam dalam hati dan menemui sang Dewi. Tak peduli jika nyawaku ikut melayang.
Jendela Bertumpuk

Sekarang ini manusia sudah tak lagi bisa hidup bebas. Bahkan hanya tersisa kurang dari 5% saja yang masih hidup di bumi ini dari miliaran sebelumnya. Bagaimana tidak, jika yang selama ini mereka agap sebagai Dewi merupakan musuh sebenarnya. Ya, beberapa abad terakhir semua manusia menyembah satu sembahan sang Dewi pohon yang menyelamatkan bumi dari polusi. Sebelum akhirnya, satu persatu dari mereka mati di tangan sang Dewi.

Sekarang ini manusia yang memang sudah sedikit itu hanya punya dua pilihan, mati dengan menyerahkan diri kepada sang Dewi atau di anggap sesat dengan memakai jimat anti Dewi. Tapi tak ada yang tetap di dunia ini, seiring berjalanya waktu, jimat penangkal Dewi tidak lagi mujarab untuk mempertahankan kehidupan. Dan butuh waktu untuk membuat yang baru.

Namanya Widi, gadis berambut hitam panjang yang selalu di ikat ekor kuda. Dia salah satu dari orang sesat itu. Widi tinggal di desa yang belum dan semoga tak akan di jamah sang Dewi.

Dia ada janji dengan sang kekasih di tepi sungai dekat dengan markas organisasi. Tato bunga berwarna putih di bawah tulang selangkanya adalah simbol dari keanggotaannya. Masih terlalu awal sebenarnya untuk menemui Naren, hanya, Widi suka datang lebih awal dan melihat Naren berjalan menghampirinya.

Widi berjalan di jalan setapak di antara rumah-rumah yang sengaja di bangun berdekatan. Beberapa kali Widi harus memutar jalan menghindari tentara-tentara dari Dewi pohon itu. Jangan kalian pikir tentara-tentara Dewi pohon itu gagah, tinggi, dan menakutkan. Tentaranya bukan manusia, melainkan hewan yang mirip lobster tapi hidup di darat. Besarnya tak lebih dari telapak kaki orang dewasa. Selalu bergerombol dan hidup dimana-mana.

Hanya karena bentuknya yang imut ini membuat banyak orang menurunkan penjagaannya. Tak tahu saja mereka, jika semakin banyak hewan itu berarti Dewi semakin dekat dengan mereka. Yang berarti hanya satu, maut. Widi sebagai orang sesat tentu menghindarinya.

Tak jauh dari pemukiman warga ada sebuah bangunan melingkar mirip seperti koloseum, bedanya tak ada arena bertarung bagi para gladiator di tengahnya. Bangunan itu bahkan tak memiliki pintu. Hanya ada jendela, lalu ruang selebar dua langkah bertemu dengan dinding dan berjendela lagi. Di beberapa bagian bukan ruangan melainkan tangga untuk menghubungkan jendela. Untuk bisa menjelajahinya kalian harus siap membungkuk untuk waktu yang lama dan merasa cukup dengan beristirahat di kusen jendela. Ini adalah tempat favorit Widi setelah markas organisasi sesatnya.

Widi mulai memasuki bangunan itu, semakin dalam dan terus ke dalam, tujuannya adalah atap bangunan itu. Pemandangan dari atap sana terlihat lebih indah, dan biasanya dari sana dia akan memantau semua kegiatan yang di lakukan penduduk. Dari atap bangunan itu dia juga akan lebih mudah untuk memberi sinyal bahaya ke markas organisasi.

Tak pernah Widi sangka, niatnya untuk melihat pemandangan dari koloseum kw malah membuatnya melihat perselingkuhan Naren dengan sahabatnya sendiri di organisasi. Widi melihat Naren tengah bercumbu mesra dengan Esti di kusen salah satu jendela. Menjijikan.

Tak tahan melihat itu, Widi pergi dengan dendam yang membara dalam hati. Mencari sang Dewi agar segera memusnahkan kehidupan di desanya. Tak ia pedulika kemungkinan dirinya juga akan tewas di tangan sang Dewi.

4 disukai 7K dilihat
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction