Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Saya pernah diusir warga dari suatu kampung. Sebab musababnya yakni ketika suatu waktu saya mengadu kepada mereka bahwa kemarin sore saya diculik seekor monyet berkaki empat. Menggunakan mesin waktu yang melekat di sandal si monyet, saya dibawa ke masa lalu yakni tiga tahun setelah Presiden Soekarno bertemu perempuan bernama Naoko Nemoto. Kata saya, saya pulang membawa suvenir cincin dari pesta perkawinan mereka.
Sialnya, cincin itu hilang dibawa aliran got di depan rumah saya sehingga saya tidak bisa menjadikannya bukti bahwa saya pernah ke masa lalu dan pernah hadir di pernikahan bapak proklamator. Orang-orang kampung menuduh saya telah gila. Mereka merangsek masuk ke rumah saya dan menemukan di rumah saya banyak sekali buku-buku bertebaran, di balik kasur, di atas meja setrika, di rak kamar mandi, di lemari baju, di dekat kompor, di mana-mana.
Setelah memfitnah saya gila, mereka akhirnya juga membuat suatu kesimpulan: otak saya telah rusak karena terlalu banyak membaca buku. Mereka membawa keluar semua buku-buku saya lalu membakarnya sambil berteriak-teriak tidak karuan. “Turunkan harga sembako!” seru mereka. Saya tertawa tapi sambil menangis, lalu mereka akhirnya juga menarik paksa saya keluar dari kampung itu.
Untunglah uang saya di rekening masih teramat banyak sehingga saya bisa membeli rumah di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Seminggu kemudian, saya ke kampung lagi sambil menyamar menjadi tukang obat. Di sana lagi sedang masa-masa kampanye pemilihan kepala kampung. Saya pun ikut hadir di acara kampanye salah satu calon. Calon itu ternyata punya visi-misi yaitu akan memusnahkan seluruh orang gila di kampung itu.
Penonton kampanye bersorak-sorai mendengar janji itu dan lalu mereka menyatakan sumpah setia akan menjadi pemilih sekaligus tim sukses meski tak dibayar. Lalu bertebaranlah para pendukung mengajak yang lain agar memilih si calon. Brosur-brosur ditempel di sana-sini, biduan dangdut dari kota diajak serta, mikropon masjid dialih fungsikan, dan para bocah-bocah membuat konten Tiktok sambil berdansa.
Penduduk kampung yang pernah belajar di universitas bertanya kepada si calon bagaimana kiranya si calon akan merealisasikan janji tersebut, apa detail konkritnya. Ujar si calon, dia akan membentuk tim khusus membasmi buku-buku yang ada di kampung itu. Ia juga akan membakar kertas, bolpoin, pensil, printer, kaset berisi Microsoft Office bajakan, apapun yang mengarah pada buku. Para sarjana itu berdecak kagum dan memujinya sebagai teknokrat jenius.
Di Hari-H, si calon “pembakar buku” memenangi kontestasi dengan mengantongi suara 92,10 persen. Calon yang lain yakni yang punya janji akan memberikan satu televisi untuk satu keluarga hanya bisa memperoleh suara sebanyak 4,20 persen, sisanya golput karena ketiduran. Di pesta kemenangan, si calon yang kalah ternyata juga hadir lalu menyatakan pengabdiannya kepada kepala kampung terpilih. Penduduk kampung pun tak pernah sebahagia itu sebelumnya.