Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Romantis
Pembaca Pikiran
1
Suka
7,763
Dibaca

Setelah tiga bulan sering bertemu, Andi mengatakan dapat membaca pikiran Reyna. Andi bukan pesulap atau mentalis seperti Dedy Corbuzier, tapi ia telah mempelajari teknik membaca pikiran selama tiga bulan ini.

“Kamu bisa membaca pikiranku?” tanya Reyna.

Andi mengangguk.

“Bagaimana caranya?” tanya Reyna.

Siang itu kantin lembaga bimbingan belajar Sukses cukup ramai. Perlu lima menit lebih untuk menunggu pesanan datang. Sembari menunggu bakso dan teh manis pesanan mereka datang, Andi memanfaatkannya untuk membaca pikiran Reyna.

“Tatap mataku,” kata Andi.

“Apa yang akan kamu lakukan?” sahut Reyna.

“Aku akan membaca pikiranmu. Sekarang, tatap mataku,” ulang Andi.

Reyna menurut, menatap mata Andi. Reyna tampak agak grogi ketika menatap sepasang mata cowok ganteng itu.

“Sekarang pejamkan mata,” perintah Andi.

Reyna memejamkan mata.

“Sekarang pikirkan sebuah nama. Boleh siapa saja. Pikirkan terus nama itu, jangan sampai lepas dari pikiranmu. Sudah?”

Reyna belum menjawab, ia masih memusatkan perhatian.

“Sudah,” kata Reyna dengan mata terpejam.

“Jangan buka mata, sebelum aku meminta,” kata Andi yang dapat leluasa mengamati wajah Reyna. Hidung mancung, sepasang bibir tipis merah merekah, dagu runcing, kulit putih. Wow, betapa cantik gadis di depannya itu.

“Sudah kamu baca pikiranku?” tanya Reyna, masih memejamkan mata.

“Sudah. Aku telah membaca pikiranmu. Eit, jangan buka mata dulu,” kata Andi.

“Apa yang ada dalam pikiranku, Andi?” tanya Reyna tak sabar.

“Kamu sedang mengagumi kegantenganku.”

“Apa?” Reyna membuka mata dan membelalak. “Ih, kamu ngerjain aku. Kamu jahat!” Reyna mencubit tangan Andi. Cowok itu pun terbahak.

***

Andi dan Reyna satu sekolah, ruang kelas mereka bersebelahan. Tetapi, mereka jarang bicara. Kalau bertemu hanya sebatas senyum dan saling sapa.

Namun, ketika ternyata mereka mendaftar di lembaga bimbingan belajar yang sama, dan kebetulan juga satu ruangan, terciptalah kedekatan mereka.

Sebelum kelas dimulai, mereka kerap duduk berdekatan di ruang tunggu, atau duduk berhadapan di kantin. Ngobrol sana-sini, saling membuka diri, sehingga mereka merasa telah saling mengenal.

Mereka punya minat yang sama; baca buku, suka band Gigi, bakso, dan ingin kuliah sastra di UGM.

“Bagaimana kalau ternyata nanti kita kuliah di kota yang berbeda?” tanya Reyna.

“Aku akan sedih tujuh turunan.”

“Mengapa begitu?” tanya Reyna mengernyitkan dahi.

“Karena aku akan kehilangan bidadari yang suka puisi, Gigi, bakso ....”

“Gombal!” sergah Reyna, pipinya merona merah.

***

Siang itu Reyna sudah duduk di ruang tunggu. Tak lama kemudian datang pula Andi dan bertanya apakah Reyna lapar? Gadis itu mengangguk, lalu Andi mengajaknya ke kantin. Memesan bakso dan teh manis kesukaan mereka.

Sembari menunggu pesanan datang, Reyna mengatakan dirinya juga bisa membaca pikiran.

“Belajar dari mana? Dari aku, ya?” tanya Andi.

“Ih, ge-er,” sahut Reyna manja. Andi tertawa.

“Apa yang harus kulakukan?” tanya Andi.

“Pejamkan mata kamu.”

“Oke,” sahut Andi, lalu mememjamkan mata.

“Sekarang pikiran satu nama. Boleh siapa saja ....”

“Pikirkan terus nama itu, jangan sampai lepas dari pikiranku. Benar?” kata Andi menyahut.

“Kamu diam, dong. Biar aku yang kasih perintah,” timpal Reyna kesal.

“Oke, oke. Maaf. Teruskan,” tukas Andi.

“Jangan buka mata, sebelum aku meminta,” kata Reyna.

Andi menurut, lalu diam memusatkan perhatian. Dengan begitu, Reyna bisa leluasa mengamati wajah Andi. Hidung mancung, bibir tipis seperti bule, dagu runcing, kulit putih. Wow, betapa ganteng wajah di depan Reyna itu.

“Sudah kamu baca pikiranku?” tanya Andi, masih memejamkan mata.

“Sudah,” kata Reyna. “Sekarang buka mata kamu.”

Andi menurut, membuka mata dan mengerjap-ngerjapkannya sejenak. “Apa yang ada dalam pikiranku?” tanya Andi.

“Sungguh kamu ingin tahu apa yang telah kubaca dalam pikiranmu?” sahut  Reyna.

“Tentu saja. Ayo, katakan apa yang ada dalam pikiranku?” desak Andi tak sabar.

Reyna tampak grogi. Ia mengatur posisi duduknya, lalu berkata, “Sungguh kamu ingin mengajakku kencan nanti malam?”

Andi menggenggam tangan Reyna.

“Sungguh, itulah yang ada dalam pikiranku,” kata Andi menatap lembut Reyna. “Karena aku suka kamu, Rey.”

***SELESAI***

Batang, 4 April 2020

Cerita ini pernah dimuat di koran Minggu Pagi (Yogyakarta) tanggal 28 Agustus 2020.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Romantis
Flash
Bronze
if we'd met before a decade
lidia afrianti
Flash
Pembaca Pikiran
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Terbungkus dalam Sunyi: Mencintai Dalam Diam
Vincentius Atrayu Januar Dewanto
Novel
PENCIL 2B
Donquixote
Novel
JUANG
Muhammad Fathan NP
Novel
Bronze
Hujan, Embun, dan Samudra
zee astri
Novel
Bronze
Antariksa
Siti Norma J
Cerpen
Bronze
Kenangan di Krom Vespa
syaifulloh
Skrip Film
One of The Finest Memories
Ralali Sinaw
Skrip Film
My Lollipop
madiani_shawol
Skrip Film
BrokeUp
Hello there ...
Novel
Ikaga desu-ka, one-san?
Cana Nurul Aini
Novel
Edelweiss
Musim semi
Flash
Pulang
Dara Oct
Cerpen
Bronze
Korslet (Kisah Seputar Kopi dan Resleting)
DMRamdhan
Rekomendasi
Flash
Pembaca Pikiran
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Kursi Goyang, Kursi Maut
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Tujuh Daun Bidadari
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Anakku Minta Kawin
Sulistiyo Suparno
Flash
Wanita Terhormat Vs Perempuan Jalang
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Audrey
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Siapa Pacar Andre?
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Pangeran di Halte Tua
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Ibu Datang Membawa Seorang Gadis
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Poligami
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Dering Telepon Tua
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Penyakit Aneh (Dusta Seorang Ayah)
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Tali Pocong
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Kekasih Diam-Diam
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Penggemar Ernest Hemingway
Sulistiyo Suparno