Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Romantis
Pembaca Pikiran
1
Suka
2,214
Dibaca

Setelah tiga bulan sering bertemu, Andi mengatakan dapat membaca pikiran Reyna. Andi bukan pesulap atau mentalis seperti Dedy Corbuzier, tapi ia telah mempelajari teknik membaca pikiran selama tiga bulan ini.

“Kamu bisa membaca pikiranku?” tanya Reyna.

Andi mengangguk.

“Bagaimana caranya?” tanya Reyna.

Siang itu kantin lembaga bimbingan belajar Sukses cukup ramai. Perlu lima menit lebih untuk menunggu pesanan datang. Sembari menunggu bakso dan teh manis pesanan mereka datang, Andi memanfaatkannya untuk membaca pikiran Reyna.

“Tatap mataku,” kata Andi.

“Apa yang akan kamu lakukan?” sahut Reyna.

“Aku akan membaca pikiranmu. Sekarang, tatap mataku,” ulang Andi.

Reyna menurut, menatap mata Andi. Reyna tampak agak grogi ketika menatap sepasang mata cowok ganteng itu.

“Sekarang pejamkan mata,” perintah Andi.

Reyna memejamkan mata.

“Sekarang pikirkan sebuah nama. Boleh siapa saja. Pikirkan terus nama itu, jangan sampai lepas dari pikiranmu. Sudah?”

Reyna belum menjawab, ia masih memusatkan perhatian.

“Sudah,” kata Reyna dengan mata terpejam.

“Jangan buka mata, sebelum aku meminta,” kata Andi yang dapat leluasa mengamati wajah Reyna. Hidung mancung, sepasang bibir tipis merah merekah, dagu runcing, kulit putih. Wow, betapa cantik gadis di depannya itu.

“Sudah kamu baca pikiranku?” tanya Reyna, masih memejamkan mata.

“Sudah. Aku telah membaca pikiranmu. Eit, jangan buka mata dulu,” kata Andi.

“Apa yang ada dalam pikiranku, Andi?” tanya Reyna tak sabar.

“Kamu sedang mengagumi kegantenganku.”

“Apa?” Reyna membuka mata dan membelalak. “Ih, kamu ngerjain aku. Kamu jahat!” Reyna mencubit tangan Andi. Cowok itu pun terbahak.

***

Andi dan Reyna satu sekolah, ruang kelas mereka bersebelahan. Tetapi, mereka jarang bicara. Kalau bertemu hanya sebatas senyum dan saling sapa.

Namun, ketika ternyata mereka mendaftar di lembaga bimbingan belajar yang sama, dan kebetulan juga satu ruangan, terciptalah kedekatan mereka.

Sebelum kelas dimulai, mereka kerap duduk berdekatan di ruang tunggu, atau duduk berhadapan di kantin. Ngobrol sana-sini, saling membuka diri, sehingga mereka merasa telah saling mengenal.

Mereka punya minat yang sama; baca buku, suka band Gigi, bakso, dan ingin kuliah sastra di UGM.

“Bagaimana kalau ternyata nanti kita kuliah di kota yang berbeda?” tanya Reyna.

“Aku akan sedih tujuh turunan.”

“Mengapa begitu?” tanya Reyna mengernyitkan dahi.

“Karena aku akan kehilangan bidadari yang suka puisi, Gigi, bakso ....”

“Gombal!” sergah Reyna, pipinya merona merah.

***

Siang itu Reyna sudah duduk di ruang tunggu. Tak lama kemudian datang pula Andi dan bertanya apakah Reyna lapar? Gadis itu mengangguk, lalu Andi mengajaknya ke kantin. Memesan bakso dan teh manis kesukaan mereka.

Sembari menunggu pesanan datang, Reyna mengatakan dirinya juga bisa membaca pikiran.

“Belajar dari mana? Dari aku, ya?” tanya Andi.

“Ih, ge-er,” sahut Reyna manja. Andi tertawa.

“Apa yang harus kulakukan?” tanya Andi.

“Pejamkan mata kamu.”

“Oke,” sahut Andi, lalu mememjamkan mata.

“Sekarang pikiran satu nama. Boleh siapa saja ....”

“Pikirkan terus nama itu, jangan sampai lepas dari pikiranku. Benar?” kata Andi menyahut.

“Kamu diam, dong. Biar aku yang kasih perintah,” timpal Reyna kesal.

“Oke, oke. Maaf. Teruskan,” tukas Andi.

“Jangan buka mata, sebelum aku meminta,” kata Reyna.

Andi menurut, lalu diam memusatkan perhatian. Dengan begitu, Reyna bisa leluasa mengamati wajah Andi. Hidung mancung, bibir tipis seperti bule, dagu runcing, kulit putih. Wow, betapa ganteng wajah di depan Reyna itu.

“Sudah kamu baca pikiranku?” tanya Andi, masih memejamkan mata.

“Sudah,” kata Reyna. “Sekarang buka mata kamu.”

Andi menurut, membuka mata dan mengerjap-ngerjapkannya sejenak. “Apa yang ada dalam pikiranku?” tanya Andi.

“Sungguh kamu ingin tahu apa yang telah kubaca dalam pikiranmu?” sahut  Reyna.

“Tentu saja. Ayo, katakan apa yang ada dalam pikiranku?” desak Andi tak sabar.

Reyna tampak grogi. Ia mengatur posisi duduknya, lalu berkata, “Sungguh kamu ingin mengajakku kencan nanti malam?”

Andi menggenggam tangan Reyna.

“Sungguh, itulah yang ada dalam pikiranku,” kata Andi menatap lembut Reyna. “Karena aku suka kamu, Rey.”

***SELESAI***

Batang, 4 April 2020

Cerita ini pernah dimuat di koran Minggu Pagi (Yogyakarta) tanggal 28 Agustus 2020.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Novel
Bronze
AKAD
Icha Azzahra
Novel
Invisible Love
Natsume Risa
Flash
Pembaca Pikiran
Sulistiyo Suparno
Novel
Bronze
Solomon Brothers
Artha Julie Nava
Novel
(;) Titik Koma
Miftachul W. Abdullah
Novel
Bronze
The Return of Your Necklace
Norvita Putri
Novel
REMEDIAL
Andi bulan Rahma nabila
Novel
SANTRI SESAT dan TIGA BIDADARI
Dimas Midzi
Novel
Bronze
Find Me
Nu
Novel
Bronze
Neglected
Putri Lailani
Novel
Bersamalah dengannya, dan menjadi sepasang arti
Nina Karlina
Novel
Bronze
Blueprint
Nur Halimah
Novel
Gold
Tidak Pernah Ada Kita
Bentang Pustaka
Novel
Bronze
Perawan Tiga Kali
Soh
Novel
Bronze
See U Later Boy
Ludiamanta
Rekomendasi
Flash
Pembaca Pikiran
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Ramalan Bintang
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Daun Jati
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Wanita Terhormat Vs Perempuan Jalang
Sulistiyo Suparno
Flash
Melupakan Lucky
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Penyakit Aneh (Dusta Seorang Ayah)
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Ide-Ide Pak Edi
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Semua Hari Baik
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Tujuh Daun Bidadari
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Skripsi
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Kursi Goyang, Kursi Maut
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Konsultan Skripsi
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Jangan Berurusan dengan Polisi
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Membunuh Tanpa Senjata
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Semua Rumah Ada Tikus
Sulistiyo Suparno