Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Romantis
Pembaca Pikiran
1
Suka
1,945
Dibaca

Setelah tiga bulan sering bertemu, Andi mengatakan dapat membaca pikiran Reyna. Andi bukan pesulap atau mentalis seperti Dedy Corbuzier, tapi ia telah mempelajari teknik membaca pikiran selama tiga bulan ini.

“Kamu bisa membaca pikiranku?” tanya Reyna.

Andi mengangguk.

“Bagaimana caranya?” tanya Reyna.

Siang itu kantin lembaga bimbingan belajar Sukses cukup ramai. Perlu lima menit lebih untuk menunggu pesanan datang. Sembari menunggu bakso dan teh manis pesanan mereka datang, Andi memanfaatkannya untuk membaca pikiran Reyna.

“Tatap mataku,” kata Andi.

“Apa yang akan kamu lakukan?” sahut Reyna.

“Aku akan membaca pikiranmu. Sekarang, tatap mataku,” ulang Andi.

Reyna menurut, menatap mata Andi. Reyna tampak agak grogi ketika menatap sepasang mata cowok ganteng itu.

“Sekarang pejamkan mata,” perintah Andi.

Reyna memejamkan mata.

“Sekarang pikirkan sebuah nama. Boleh siapa saja. Pikirkan terus nama itu, jangan sampai lepas dari pikiranmu. Sudah?”

Reyna belum menjawab, ia masih memusatkan perhatian.

“Sudah,” kata Reyna dengan mata terpejam.

“Jangan buka mata, sebelum aku meminta,” kata Andi yang dapat leluasa mengamati wajah Reyna. Hidung mancung, sepasang bibir tipis merah merekah, dagu runcing, kulit putih. Wow, betapa cantik gadis di depannya itu.

“Sudah kamu baca pikiranku?” tanya Reyna, masih memejamkan mata.

“Sudah. Aku telah membaca pikiranmu. Eit, jangan buka mata dulu,” kata Andi.

“Apa yang ada dalam pikiranku, Andi?” tanya Reyna tak sabar.

“Kamu sedang mengagumi kegantenganku.”

“Apa?” Reyna membuka mata dan membelalak. “Ih, kamu ngerjain aku. Kamu jahat!” Reyna mencubit tangan Andi. Cowok itu pun terbahak.

***

Andi dan Reyna satu sekolah, ruang kelas mereka bersebelahan. Tetapi, mereka jarang bicara. Kalau bertemu hanya sebatas senyum dan saling sapa.

Namun, ketika ternyata mereka mendaftar di lembaga bimbingan belajar yang sama, dan kebetulan juga satu ruangan, terciptalah kedekatan mereka.

Sebelum kelas dimulai, mereka kerap duduk berdekatan di ruang tunggu, atau duduk berhadapan di kantin. Ngobrol sana-sini, saling membuka diri, sehingga mereka merasa telah saling mengenal.

Mereka punya minat yang sama; baca buku, suka band Gigi, bakso, dan ingin kuliah sastra di UGM.

“Bagaimana kalau ternyata nanti kita kuliah di kota yang berbeda?” tanya Reyna.

“Aku akan sedih tujuh turunan.”

“Mengapa begitu?” tanya Reyna mengernyitkan dahi.

“Karena aku akan kehilangan bidadari yang suka puisi, Gigi, bakso ....”

“Gombal!” sergah Reyna, pipinya merona merah.

***

Siang itu Reyna sudah duduk di ruang tunggu. Tak lama kemudian datang pula Andi dan bertanya apakah Reyna lapar? Gadis itu mengangguk, lalu Andi mengajaknya ke kantin. Memesan bakso dan teh manis kesukaan mereka.

Sembari menunggu pesanan datang, Reyna mengatakan dirinya juga bisa membaca pikiran.

“Belajar dari mana? Dari aku, ya?” tanya Andi.

“Ih, ge-er,” sahut Reyna manja. Andi tertawa.

“Apa yang harus kulakukan?” tanya Andi.

“Pejamkan mata kamu.”

“Oke,” sahut Andi, lalu mememjamkan mata.

“Sekarang pikiran satu nama. Boleh siapa saja ....”

“Pikirkan terus nama itu, jangan sampai lepas dari pikiranku. Benar?” kata Andi menyahut.

“Kamu diam, dong. Biar aku yang kasih perintah,” timpal Reyna kesal.

“Oke, oke. Maaf. Teruskan,” tukas Andi.

“Jangan buka mata, sebelum aku meminta,” kata Reyna.

Andi menurut, lalu diam memusatkan perhatian. Dengan begitu, Reyna bisa leluasa mengamati wajah Andi. Hidung mancung, bibir tipis seperti bule, dagu runcing, kulit putih. Wow, betapa ganteng wajah di depan Reyna itu.

“Sudah kamu baca pikiranku?” tanya Andi, masih memejamkan mata.

“Sudah,” kata Reyna. “Sekarang buka mata kamu.”

Andi menurut, membuka mata dan mengerjap-ngerjapkannya sejenak. “Apa yang ada dalam pikiranku?” tanya Andi.

“Sungguh kamu ingin tahu apa yang telah kubaca dalam pikiranmu?” sahut  Reyna.

“Tentu saja. Ayo, katakan apa yang ada dalam pikiranku?” desak Andi tak sabar.

Reyna tampak grogi. Ia mengatur posisi duduknya, lalu berkata, “Sungguh kamu ingin mengajakku kencan nanti malam?”

Andi menggenggam tangan Reyna.

“Sungguh, itulah yang ada dalam pikiranku,” kata Andi menatap lembut Reyna. “Karena aku suka kamu, Rey.”

***SELESAI***

Batang, 4 April 2020

Cerita ini pernah dimuat di koran Minggu Pagi (Yogyakarta) tanggal 28 Agustus 2020.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Novel
Bronze
The Miracle of Villa
Aachim Mai
Novel
Filsafat Cinta
fiula nafiah
Novel
THE LEA'KING
Widi Martha Magdalena
Novel
Di Persimpangan Luka
penamaliafara
Flash
Pembaca Pikiran
Sulistiyo Suparno
Novel
Bronze
Teman Menuju Syurga
Putri Zikrilla
Novel
9 SKALA RICHTER
DENI WIJAYA
Novel
MENTARI: Muda Itu Aku
Zahratul jannah
Novel
Bronze
Kelly Vannesa
JAI
Novel
Bronze
Terbit Tenggelam
Nabil Bakri
Novel
Bronze
Cinta Satu Dekade
Nita Roviana
Novel
Bronze
ADARA
Sekar Pangastuti
Novel
Pantas
bloomingssy
Novel
Sebuah Ambisi
Dewi Lestari
Novel
Kisah SMA Ku
Mulyana
Rekomendasi
Cerpen
Bronze
Konsultan Skripsi
Sulistiyo Suparno
Flash
Pembaca Pikiran
Sulistiyo Suparno
Flash
Hormat Bendera Grak !!!
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Bu Guru Hastin Ditangkap Polisi
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Balas Dendam Seorang Pengarang Yunior
Sulistiyo Suparno
Flash
Sekali Saja Aku Mencintaimu
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Menunggu Kakak Pulang
Sulistiyo Suparno
Flash
Jalan Pintas
Sulistiyo Suparno
Flash
Sahabat Pena
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Pembunuhan yang Sempurna
Sulistiyo Suparno
Flash
Matahari Tak Pernah Lelah
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Cinta yang Berbelok
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Ibu Datang Membawa Seorang Gadis
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Penggemar Ernest Hemingway
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Semua Rumah Ada Tikus
Sulistiyo Suparno