Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Religi
Gadis Kecil di Depan Bioskop
0
Suka
5,325
Dibaca

Ini hari kedua Sriatun melihat seorang gadis kecil berdiri di bawah pohon mahoni peneduh jalan. Gadis yang memakai baju dan rok sederhana, membawa tampah kecil. Ia mendekap tampah, sementara sepasang matanya redup memandang poster film di bioskop di seberang jalan. Ada dua poster film di sana, poster manakah yang sedang dipandang gadis kecil itu?

“Ini hari terakhir. Bagaimana ini?”

Sriatun dapat mendengar gadis kecil itu menggumam, karena jarak mereka sekira 2 meter. Gadis kecil menunduk, lalu mengusap mata dengan punggung tangan. Bahunya berguncang, ia menangis.

Sriatun beranjak dari dingklik, lalu mendekati gadis kecil itu.

“Mengapa kamu menangis, Dik?” Sriatun menyentuh bahu gadis kecil itu.

Gadis kecil itu mendongak, menatap Sriatun. Ah, sepasang mata mungil itu merah dan basah. Sriatun merasa iba.

“Mengapa kamu menangis?” Sriatun bertanya ulang.

Gadis kecil menoleh sejenak ke arah poster film, lalu menjawab, “Saya ingin nonton film Nyai Ahmad Dahlan, Kak. Ini hari terakhir, tetapi uang saya tidak cukup.”

“Mengapa tidak minta uang pada ayah atau ibu kamu?”

Gadis kecil menggeleng.

“Tidak berani, Kak. Ayah saya sudah meninggal, ibu saya buruh cuci pakaian, tidak punya uang banyak. Saya menabung dari upah menjual nagasari,” si gadis kecil melirik tampah di tangannya.

“Kamu jualan nagasari? Apa kamu tidak sekolah?”

“Sekolah, Kak,” gadis kecil menyahut. “Tiap hari saya membawa nagasari ke sekolah. Teman-teman dan guru-guru yang membelinya. Lalu saya mendapat upah, sebagian saya berikan pada ibu, sebagian saya tabung.”

“Ibu kamu yang membuat nagasari?”

“Bukan, Kak. Bibi saya yang membuat. Ibu saya tak punya waktu. Ibu sudah pergi saat subuh mengambil pakaian dari rumah-rumah tetangga.”

Sriatun tersenyum getir, ikut merasakan perjuangan gadis kecil itu. Ia mengelus rambut panjang si gadis kecil dan bertanya lembut, “Berapa uang kamu?”

“Dua puluh ribu, Kak,” sahut si gadis kecil. “Harga tiketnya tiga puluh lima ribu. Masih kurang lima belas ribu, Kak.”

Sriatun tersenyum, merogoh saku celana panjang hitamnya.

“Ini uang lima belas ribu. Ambillah.”

“Tapi, Kak ....”

“Ndak apa-apa. Ambillah.”

Si gadis kecil tersenyum lebar, menerima uang itu, dan mencium tangan Sriatun. “Terima kasih, Kak. Terima kasih.”

Si gadis kecil hendak menyeberang jalan, namun urung, ketika mendengar Sriatun memanggilnya.

“Berapa usiamu, Dik?”

“Sebelas tahun, Kak.”

“Di bioskop itu, anak di bawah usia tiga belas tahun tidak boleh menonton sendirian. Harus ditemani orang dewasa.”

Si gadis kecil tertegun, tampak kecewa.

“Terus bagaiamana, Kak?”

“Begini saja. Kita nonton bersama, ya?”

“Maksud kakak bagaimana?”

“Kakak akan menemani kamu nonton Nyai Ahmad Dahlan.”

“Tapi uangnya....”

“Jangan kawatir. Kakak masih punya uang, kok.”

“Bukankah kakak sedang jualan dawet?”

“Ndak apa-apa. Dawetnya tinggal sedikit, kok. Sebentar, ya?” Sriatun melangkah menuju kios buah di dekat tempatnya jualan dawet. Ia berbicara pada ibu pemilik kios buah.

“Bu, saya titip kios saya, ya? Sekitar dua jam,” kata Sriatun. Ibu pemilik kios buah mengangguk.

Sriatun dan si gadis kecil menyeberang jalan, menuju bioskop. Si gadis kecil tampak ceria dan bercerita betapa ia sangat ingin menonton film Nyai Ahmad Dahlan.

Sriatun membeli dua tiket. Mereka duduk di ruang tunggu. Hampir pukul 14:00, sebentar lagi pintu bioskop dibuka.

“Oh, ya, kita belum kenalan. Namaku Sriatun. Nama kamu siapa, Dik?”

“Walidah, Kak. Nama saya Siti Walidah.”

Sriatun tersenyum dan mengangguk-angguk. Kini ia mengerti mengapa si gadis kecil begitu berharap bisa menonton Nyai Ahmad Dahlan.

***SELESAI***

Batang, Jawa Tengah, 2018

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Religi
Flash
Gadis Kecil di Depan Bioskop
Sulistiyo Suparno
Flash
Buku Puasa Dhoni
Muhammad Ilfan Zulfani
Novel
Bronze
Hujan Tanpa Awan
Jea
Cerpen
Tidurlah di Atas Tempat Tidurku
Hadis Mevlana
Flash
Ibu Ingin Mati
Fitri F. Layla
Cerpen
Perjalanan Hidup
Erlani Puspita
Novel
Gold
Seikhlas Langit
Mizan Publishing
Novel
Gold
Dear Allah
Coconut Books
Novel
Gold
Beasiswa di Telapak Kaki Ibu
Mizan Publishing
Novel
Keluarga Suci Sang Nabi Saw
Rida Fitria
Novel
Serupa
Delpiariska
Novel
SETETES HIDAYAH
Jamaludin Rifai
Skrip Film
Calon Imamku
Firanda firdaus
Novel
ABI, KEMBALILAH!
Renny Juldid
Novel
Bronze
Tiket emas daun jagung
Edi sandayu
Rekomendasi
Flash
Gadis Kecil di Depan Bioskop
Sulistiyo Suparno
Flash
Mangga di Luar Jendela Kamar
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Ide-Ide Pak Edi
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Mimpi Indah
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Penghuni Kamar Depan
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Nama Istimewa
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Ketika Nadya Jatuh Cinta
Sulistiyo Suparno
Flash
Mira & Skuter Tua
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Merindukan Sonep
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Apartemen
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Menolak Jatuh Cinta
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Penjiplak Skripsi
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Berburu Kinjeng Biru
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Kurir
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Rolet dan Pisau Lipat
Sulistiyo Suparno