Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Religi
Gadis Kecil di Depan Bioskop
0
Suka
1,336
Dibaca

Ini hari kedua Sriatun melihat seorang gadis kecil berdiri di bawah pohon mahoni peneduh jalan. Gadis yang memakai baju dan rok sederhana, membawa tampah kecil. Ia mendekap tampah, sementara sepasang matanya redup memandang poster film di bioskop di seberang jalan. Ada dua poster film di sana, poster manakah yang sedang dipandang gadis kecil itu?

“Ini hari terakhir. Bagaimana ini?”

Sriatun dapat mendengar gadis kecil itu menggumam, karena jarak mereka sekira 2 meter. Gadis kecil menunduk, lalu mengusap mata dengan punggung tangan. Bahunya berguncang, ia menangis.

Sriatun beranjak dari dingklik, lalu mendekati gadis kecil itu.

“Mengapa kamu menangis, Dik?” Sriatun menyentuh bahu gadis kecil itu.

Gadis kecil itu mendongak, menatap Sriatun. Ah, sepasang mata mungil itu merah dan basah. Sriatun merasa iba.

“Mengapa kamu menangis?” Sriatun bertanya ulang.

Gadis kecil menoleh sejenak ke arah poster film, lalu menjawab, “Saya ingin nonton film Nyai Ahmad Dahlan, Kak. Ini hari terakhir, tetapi uang saya tidak cukup.”

“Mengapa tidak minta uang pada ayah atau ibu kamu?”

Gadis kecil menggeleng.

“Tidak berani, Kak. Ayah saya sudah meninggal, ibu saya buruh cuci pakaian, tidak punya uang banyak. Saya menabung dari upah menjual nagasari,” si gadis kecil melirik tampah di tangannya.

“Kamu jualan nagasari? Apa kamu tidak sekolah?”

“Sekolah, Kak,” gadis kecil menyahut. “Tiap hari saya membawa nagasari ke sekolah. Teman-teman dan guru-guru yang membelinya. Lalu saya mendapat upah, sebagian saya berikan pada ibu, sebagian saya tabung.”

“Ibu kamu yang membuat nagasari?”

“Bukan, Kak. Bibi saya yang membuat. Ibu saya tak punya waktu. Ibu sudah pergi saat subuh mengambil pakaian dari rumah-rumah tetangga.”

Sriatun tersenyum getir, ikut merasakan perjuangan gadis kecil itu. Ia mengelus rambut panjang si gadis kecil dan bertanya lembut, “Berapa uang kamu?”

“Dua puluh ribu, Kak,” sahut si gadis kecil. “Harga tiketnya tiga puluh lima ribu. Masih kurang lima belas ribu, Kak.”

Sriatun tersenyum, merogoh saku celana panjang hitamnya.

“Ini uang lima belas ribu. Ambillah.”

“Tapi, Kak ....”

“Ndak apa-apa. Ambillah.”

Si gadis kecil tersenyum lebar, menerima uang itu, dan mencium tangan Sriatun. “Terima kasih, Kak. Terima kasih.”

Si gadis kecil hendak menyeberang jalan, namun urung, ketika mendengar Sriatun memanggilnya.

“Berapa usiamu, Dik?”

“Sebelas tahun, Kak.”

“Di bioskop itu, anak di bawah usia tiga belas tahun tidak boleh menonton sendirian. Harus ditemani orang dewasa.”

Si gadis kecil tertegun, tampak kecewa.

“Terus bagaiamana, Kak?”

“Begini saja. Kita nonton bersama, ya?”

“Maksud kakak bagaimana?”

“Kakak akan menemani kamu nonton Nyai Ahmad Dahlan.”

“Tapi uangnya....”

“Jangan kawatir. Kakak masih punya uang, kok.”

“Bukankah kakak sedang jualan dawet?”

“Ndak apa-apa. Dawetnya tinggal sedikit, kok. Sebentar, ya?” Sriatun melangkah menuju kios buah di dekat tempatnya jualan dawet. Ia berbicara pada ibu pemilik kios buah.

“Bu, saya titip kios saya, ya? Sekitar dua jam,” kata Sriatun. Ibu pemilik kios buah mengangguk.

Sriatun dan si gadis kecil menyeberang jalan, menuju bioskop. Si gadis kecil tampak ceria dan bercerita betapa ia sangat ingin menonton film Nyai Ahmad Dahlan.

Sriatun membeli dua tiket. Mereka duduk di ruang tunggu. Hampir pukul 14:00, sebentar lagi pintu bioskop dibuka.

“Oh, ya, kita belum kenalan. Namaku Sriatun. Nama kamu siapa, Dik?”

“Walidah, Kak. Nama saya Siti Walidah.”

Sriatun tersenyum dan mengangguk-angguk. Kini ia mengerti mengapa si gadis kecil begitu berharap bisa menonton Nyai Ahmad Dahlan.

***SELESAI***

Batang, Jawa Tengah, 2018

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Religi
Flash
Gadis Kecil di Depan Bioskop
Sulistiyo Suparno
Novel
Bronze
Panitia Surga
Alifah Azizah
Novel
Gold
Nabi Isa pun Tak Mampu Sembuhkan
Noura Publishing
Novel
Gold
Jejak-Jejak Islam
Bentang Pustaka
Novel
Gold
Reclaim Your Heart
Noura Publishing
Novel
Bronze
Seperti Fatimah
zee astri
Novel
Bronze
Faisal & Nisa ~ Karena Cinta Bukan Sebatas Kata-kata
Ummu Salamah Ali
Novel
Gold
Tuhan yang Kesepian
Bentang Pustaka
Novel
Madah Rindu Maria
Hadis Mevlana
Novel
Gold
Cinta Putih di Bumi Papua
Noura Publishing
Novel
Bronze
Hujan Tanpa Awan
Jea
Novel
Gold
Saring Sebelum Sharing
Bentang Pustaka
Novel
Bronze
Di Bawah Langit Granada
Noficha Priyamsari
Novel
Awal dan Akhir Kisah
Arunika Chayra
Novel
Faiq, sang Konseptor B.A.H.A.G.I.A.
Mahabb Adib-Abdillah
Rekomendasi
Flash
Gadis Kecil di Depan Bioskop
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Lelaki Penggali Tanah
Sulistiyo Suparno
Flash
Melupakan Lucky
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Pengintip Malam Pengantin
Sulistiyo Suparno
Flash
Gadis Payung
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Cemburu yang Aneh
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Jangan Pacari Kakakku
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Ketika Marina Suntuk
Sulistiyo Suparno
Flash
Jodoh di Balik Pintu
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Anak Jambret
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Ibu Tiriku Bidadari
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Ternyata Begini Rasa Cemburu
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Gadis Panggilan di Pelataran Masjid
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Menunggu Kakak Pulang
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Jangan Berurusan dengan Polisi
Sulistiyo Suparno