Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Egel bersarang di pucuk pohon mahoni yang tinggi. Ia ingin sekali belajar terbang, namun ayah dan ibunya belum mengizinkan, karena sayap Si Elang Kecil itu belum kokoh.
Egel kecewa, tapi ia punya rencana. Ia melaksanakan rencananya ketika ayah dan ibunya pergi mencari makan,
Egel berdiri di tepian sarang. Ia merentangkan kedua sayapnya, melompat, lalu, wuusss .... Ia melayang di angkasa, mengepakkan kedua sayapnya sekuat tenaga.
“Terbang, terbang, ayo terbang,” kata Egel. Tetapi tubuhnya meluncur ke bawah. Buk, buk! Egel jatuh dan berguling beberapa kali di tanah berumput.
“Aduh, sakit sekali,” kata Egel.
Egel mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia berada di tempat yang asing. Di sekelilingnya banyak pohon besar dan tinggi serta belukar.
Seekor anjing hutan muncul dari balik belukar, mendekati Egel dengan tatapan tajam.
“Mau apa, kau? Pergi, pergi,” kata Egel, mundur beberapa langkah.
Grrr ..., grrrr. Anjing itu bersiap menerkam Egel..
“Tolong, tolong!” Egel berteriak dan berlari.
Egel terus berlari dan mengepakkan sayap sekuat tenaga. Egel merasakan kakinya tidak lagi menyentuh tanah.
“Oh, aku terbang. Aku bisa terbang,” kata Egel gembira.
Egel terus mengepakkan sayapnya. Tubuhnya melayang semakin tinggi meninggalkan anjing hutan. Ia segera terbang menuju sarangnya.
“Wow, luar biasa. Aku bisa terbang,” kata Egel bangga.
Ketika ayah dan ibu pulang, Egel bercerita pada mereka.
“Sungguh, Egel sudah bisa terbang.”
Tapi ayah dan ibu tidak percaya.
“Kau terlalu berkhayal, anakku. Mungkin karena kau sudah lapar. Ini, makanlah cacing ini,” kata ibu.
“Kalau ibu tidak percaya, akan Egel buktikan,” kata Egel, lalu melompat dari sarang. Wussss ..., tubuh Igel meluncur ke bawah dan jatuh ke tanah berumput.
“Aduh, sakit sekali,” kata Egel.
Ibu segera terbang meluncur ke bawah.
“Sudah ibu bilang, sayapmu belum cukup kuat untuk terbang,” kata ibu, lalu kedua kakinya mencengkeram tubuh Egel, membawanya terbang kembali ke sarang.
“Tapi, ibu ....”
“Cukup! Seminggu lagi, ibu akan mengajarimu belajar terbang,” kata ibu.
Keesokan harinya, ketika ayah dan ibu pergi mencari makan, Egel mengulangi lagi perbuatannya. Ia melompat dari sarang, mencoba untuk terbang. Seperti kemarin, ia gagal. Tubuhnya jatuh ke tanah.
Dari semak belukar muncul anjing hutan yang kemarin, hendak menerkam Egel. Elang kecil itu segera berlari dan mengepakkan sayap. Ia yakin akan bisa terbang lagi seperti kemarin.
Aha, Egel merasakan tubuhnya melayang. Ia terbang!
Tetapi Egel juga merasakan sesuatu di punggungnya. Egel menoleh ke atas. dan melihat seekor elang tua mencengkeram punggungnya, membawanya terbang.
“Paman?” kata Egel. Rupanya, paman telah menyelamatkan Egel. Paman menyambar Egel yang hampir diterkam oleh anjing hutan.
Paman mengantarkan Egel kembali ke sarang.
“Terimakasih, Paman,” kata Egel.
“Ibumu telah bercerita pada paman. Ibumu meminta paman menjagamu, selagi ia pergi,” kata paman.
“Jadi, paman sudah tahu semuanya?”
“Ya.”
“Egel heran, Paman. Kemarin Egel bisa terbang, tapi mengapa hari ini tidak bisa?” tanya Egel.
“Keajaiban belum tentu datang dua kali, Egel,” kata paman.
“Maksud paman?”
“Kemarin kau mendadak bisa terbang, karena Tuhan memberikan keajaiban padamu. Seharusnya, kau bersyukur. Tapi, kau malah mengulangi kesalahan yang sama,” kata paman.
“Maafkan Egel, paman.”
“Kau harus meminta maaf pada ibumu. Jangan lagi membantah perintah ibumu,” kata paman.
“Ya, paman. Egel menyesal.”
Egel memandang pada kejauhan, berharap ibu segera pulang. Egel ingin meminta maaf pada ibu. Egel janji tak akan lagi melanggar perintah ibu.
**SELESAI***