Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Romantis
Merpati Kecil Itu Tetap Terbang
1
Suka
5,988
Dibaca

Aulia sudah menduga bahwa, Ryan tidak akan mengizinkannya main sinetron. “Aku mohon, Ryan. Sekali ini saja, please. Ini kesempatan emas buatku. Lagian aku nggak syuting setiap hari, hanya Sabtu dan Minggu. Aku juga bukan pemeran utama, hanya peran pendukung, peran kecil, nggak akan menyita waktuku,” kata Aulia meminta pengertian Ryan.

“Nggak boleh!” Ryan kukuh pada pendiriannya. “Aku capek-capek mengantar dan menjemputmu syuting, sementara kamu bermesraan dengan cowok lain!”

“Kalau kamu nggak mau mengantar dan menjemputku, biar mama yang melakukan. Aku hanya minta kamu mendukungku, Ryan.”

“Nggak! Sekali nggak tetap nggak!”

“Ryan...”

“Sudah kubilang nggak boleh! Titik!”

Ryan menyalakan mesin Satria hitamnya, lalu tancap gas meninggalkan tempat parkir SMA Warga Negara. Aulia berdiri terpaku melihat Ryan pergi dengan egoismenya. Aulia melipat bibir, kecewa.

Kebimbangan menyergap hati Aulia. Apa yang harus Aulia lakukan, tetap ikut syuting atau tidak?

***

Di kursi kayu berukir di sebuah taman, malam hari, tampak Aulia duduk bersama seorang cowok cakep. Tak jauh dari mereka, seorang lelaki berkumis dan berambut gondrong memberi aba-aba.

“Kamera siap? Lighting siap? Monitor siap? Pemain siap? Satu, dua, ... action!”

Cowok cakep di kursi taman itu tersenyum, membelai rambut panjang Aulia. “Aku cinta kamu,” bisiknya.

“Sungguh?” sahut Aulia.

Cut!” tiba-tiba lelaki berkumis berteriak, lalu mendekati Aulia.

“Apa lagi yang kamu lakukan? Kamu sedang menatap kekasihmu. Wajahmu harus bahagia, bukan tegang seperti melihat hantu. Kamu tahu beda bahagia dengan tegang nggak, sih? Ini take ke sepuluh, tapi kamu masih lakukan kesalahan yang sama!” bentak lelaki berkumis itu.

“Maafkan saya, Bang Martin,” ucap Aulia lalu menunduk.

“Ulangi sekali lagi! Kalau salah lagi, silakan kamu pergi. Masih banyak gadis cantik yang siap gantikan kamu!” kata lelaki berkumis.

“Bang, boleh saya bicara dengan Mama sebentar?” pinta Aulia memohon.

“Lima menit! Cepat!”

Setengah berlari Aulia menghampiri mama yang menunggu di bawah tenda kru. Aulia memeluk mama dan menangis.

“Lia mau mundur saja, Ma,” ucap Aulia disela isaknya.

“Sabar, Lia. Itu memang risiko kerjaan,” sahut mama menghibur.

“Lia ingat Ryan, Ma. Lia takut Ryan meninggalkan Lia. Itu yang membuat Lia nggak konsen, Ma.”

“Oh itu?” kata mama membelai rambut yang jatuh di kening Aulia. “Masih ingat saran Mama tempo hari? Lakukanlah atas nama cinta. Yakinkan hatimu bahwa di hatimu hanya ada Ryan, begitu pula di hati Ryan hanya ada kamu. Yakinkan hatimu bahwa sebenarnya Ryan bangga sama kamu, meski berbungkus cemburu.”

“Tapi, Ma ....”

“Kamu harus bisa, sayang. Mama yakin itu.”

Aulia menghela napas. “Doakan Lia ya, Ma?”

Mama mengangguk.

Aulia kembali ke kursi taman, kembali duduk berdua dengan cowok cakep tadi.

“Semua siap?” teriak lelaki berkumis itu, setelah Aulia kembali pada posisinya. “Action!” 

Adegan yang berkali-kali salah itu pun di-take ulang. “Aku cinta kamu,” bisik si cowok cakep.

“Sungguh?” sahut Aulia dengan mata berbinar.

Cut!” teriak lelaki berkumis. “Bagus! Itulah yang saya mau. Hei, kawan-kawan, tepuk tangan untuk bintang kita yang cantik ini!”

Wajah Aulia merona merah bahagia menerima tepuk tangan para kru. Aulia bergegas menghampiri mama.

“Lia bisa, Ma,” serunya gembira. Mama tersenyum.

Tiba-tiba sebuah suara membuat Aulia dan mama menoleh.

“Ryan?” ucap Aulia tertegun.

“Selamat, Lia,” Ryan meraih tangan Aulia. “Aku melihatmu dari jauh. Aku ingin menemuimu, tetapi aku malu.”

“Mengapa, Ryan? Aku senang bila kamu bisa menemaniku malam ini,” sahut Aulia tersenyum manis. 

Mama mengerti keadaan, lalu menyingkir, masuk ke mobil.

“Maafkan aku, Lia. Nggak seharusnya aku bersikap kolokan. Aku hanya nggak ingin kehilangan kamu, Lia,” kata Ryan menatap lembut mata Aulia.

“Nggak akan, Ryan,” Aulia menggeleng. “Aku nggak akan meninggalkanmu. Sebaliknya, aku sungguh takut kamu akan meninggalkanmu, Ryan.”

“Itu nggak mungkin, Lia,” sahut Ryan. “Aku nggak akan meninggalkan merpati kecilku. Seharusnya aku mengantar merpati kecilku terbang menggapai impian.”

“Kamu membuatku ingin menangis, Ryan.”

“Aku sungguh sayang kamu, Lia.”

“Oh, Ryan.”

Aulia memejamkan mata ketika Ryan mendekapnya.

Di kejauhan, dari dalam mobil, mama tersenyum haru. Matanya berkaca-kaca melihat sepasang kekasih itu berhasil menyelesaikan satu dari sekian banyak permasalahan hidup.

***SELESAI***

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Romantis
Flash
Merpati Kecil Itu Tetap Terbang
Sulistiyo Suparno
Novel
Bronze
Cinta yang tertuang dalam doa
Stephanie Dhika Ananda
Komik
LOVE TO MEET YOU
vivi len
Novel
Sun girl
Naila putri dwi ramadhani
Novel
Bronze
When Winter Meets Summer
Fissilmi Hamida
Flash
Sisa Hujan
Sugiadi Azhar
Cerpen
Bronze
Botol Surat
Galang Gelar Taqwa
Novel
Meskipun Hujan Masih Turun
Shabrina Ws
Novel
Pernikahan Yang Sempurna
Sifa Azz
Novel
Bronze
Nyanyian Gerimis
Diah kurniawati Ade Tenu Kurnia
Skrip Film
Romantika Cinta Dinar 1 (Script Film)
TOTO M. RIANTO
Cerpen
Salah Tingkah
Alhuyaz
Novel
Bronze
AKAD
Icha Azzahra
Novel
Fallin' Love
Mokaaull
Skrip Film
Discovery of Love
Mar Kumbang
Rekomendasi
Flash
Merpati Kecil Itu Tetap Terbang
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Anakku Minta Kawin
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Jangan Jadi Orang Baik
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Kekasih Diam-Diam
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Liontin Si Anak Kembar
Sulistiyo Suparno
Flash
Membunuh Tanpa Senjata
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Mimpi Indah
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Pisau
Sulistiyo Suparno
Flash
Hanya Angin yang Datang
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Kinjeng Biru (Cinta yang Kandas)
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Penghuni Kamar Depan
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Cemburu yang Aneh
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Wanita Nakal
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Penjudi juga Boleh Berdoa
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Seorang Novelis Telah Mati
Sulistiyo Suparno